Mohon tunggu...
Wardah Fajri
Wardah Fajri Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Pengembara Penggerak Komunitas

Community Development -Founder/Creator- Social Media Strategist @wawaraji I www.wawaraji.com Bismillah. Menulis, berjejaring, mengharap berkah menjemput rejeki. Blogger yang menjajaki impian menulis buku sendiri, setelah sejak 2003 menjadi pewarta (media cetak&online), menulis apa saja tertarik dengan dunia perempuan, keluarga, pendidikan, kesehatan, film, musik, modest fashion/fashion muslim, lifestyle, kuliner dan wisata.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Film "Toba Dreams" Ingatkan Kembali Fungsi Keluarga

23 November 2015   12:46 Diperbarui: 23 November 2015   13:09 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia dengan keberagaman termasuk isu sosial di dalamnya, jika diceritakan maksimal lewat film akan menghasilkan pelajaran sarat makna, bahkan bisa mengentalkan semangat kebangsaan. Film Indonesia, “Toba Dreams” berhasil memupuk semangat kebangsaan, setidaknya itu yang saya rasakan.

Film yang  diadaptasi dari novel dengan judul sama ditulis oleh TB Silalahi ini menghadirkan cerita yang begitu kuat. Banyak konflik di dalamnya, merefleksikan Indonesia dengan keberagaman dan isu sosial, namun disampaikan dengan sangat cantik, halus, bermakna, tapi tak membuat penikmat film kehilangan pesan utamanya dari sebuah cerita film.

Saya pernah menonton sebuah film Indonesia yang begitu banyak konflik dituangkan, campur aduk, namun tak ada satu konflik utama yang menjadi klimaksnya. Sehingga akhirnya saya sebagai penonton pulang dengan pesan abu-abu bahkan tanpa pesan berarti.

Film Toba Dreams mengungkap banyak persoalan bahkan sindiran halus, sangat halus mengenai pengasuhan anak dalam keluarga, merefleksikan isu sosial yang beraneka rupa di Indonesia, namun disampaikan dengan kekuatan naskah, cerita, pesan bermakna, ada pesan utamanya tentang anak sulung yang ingin mendapatkan pengakuan dari ayahnya.

Anak yang butuh pengakuan, sebuah pesan utama yang sederhana, namun dikemas, disajikan dengan banyak konflik yang membuat film ini begitu kuat berbekas, dan tak ingin kehilangan momen sekecil apa pun saat menyaksikannya.

Film drama ini (dengan sebagian aksi brutal yang membuat saya tidak merekomendasikan film ini ditonton anak-anak,  apalagi tanpa pendampingan) adalah refleksi sebagian Indonesia. Ya, inilah potret Indonesia, tentang keluarga, tentang orangtua yang terkadang menaruh ekspektasi terlalu tinggi pada anak-anaknya, ingin anaknya mencapai apa yang diinginkannya, tentang hubungan yang kurang harmonis, cerita yang sangat mudah ditemui sehari-hari.

Meski begitu, film ini tidak menyudutkan para orangtua. Sekilas tersirat, ada alasan di balik sikap orangtua seperti itu. Film ini seakan ingin menegur bahkan menjewer semua orang, semua lapisan, dari keluarga, masyarakat bahkan bangsa tentang keluarga. Tentang menyelamatkan keluarga dari bahaya narkoba, menyelamatkan anak dari ambisi orangtua, menyelamatkan anak-anak dari jalan yang membawanya jauh dari Tuhan dan keluarga, jalan yang dipilihnya untuk sebuah pengakuan di keluarganya.

Di dalamnya juga ada pesan cinta dan kebangsaan, diawali dari niatan pensiunan militer yang memilih meninggalkan rumah dinas untuk kembali ke kampung halaman, di tepian Danau Toba. Meninggalkan rumah yang memang sudah semestinya menjadi hak prajurit aktif, bukan dinikmati oleh para pensiunan yang tak ingin hidup lebih sederhana di kampungnya. Ada kejujuran dikisahkan dari semangat kebangsaan seorang mantan prajurit ini.

Ada juga pesan cinta dari anak muda yang rela melakukan apa saja demi kekasihnya. Cinta yang membuat sejoli rela meninggalkan orangtua demi bersama orang yang disayanginya, menjalani kehidupan yang selama ini hanya ada di angan, menikmati egonya demi bersama si terkasih, walau banyak risiko dipertaruhkan. Cinta buta yang selalu ada di setiap zamannya.

Film Toba Dreams sejatinya adalah film tentang keluarga. Betapa, seberat apa pun keputusan yang kita buat, pada akhirnya keluarga lah pendamping setianya. Hanya dengan kasih keluarga, seseorang yang salah memilih jalan, kembali kepada kasih Tuhan dan kasih keluarganya. Hidup pun menjadi lebih tenang terarah.

Toba Dreams juga banyak “mengajarkan” sikap mental siap menanggung risiko, siap hidup sederhana tak bergelimang harta namun hidup sebagai manusia terhormat bermartabat, bahkan mencontohkan semangat kebangsaan dari seorang pensiunan prajurit yang mengabdikan dirinya untuk negara. Prajurit loyal yang jujur, tak pernah bergelimang harta, tak pernah menjadi jenderal yang bisa melakukan apa saja dengan kuasa dan uangnya, dan memilih menjadi petani yang jujur. Sebuah contoh yang barangkali banyak ditemui namun tidak terberitakan, atau barangkali sudah langka lantaran banyak jenderal yang akhirnya terpenjara, oleh kekuasaan dan kekayaannya.

Kisah yang sangat kuat, membuat saya pulang dengan banyak pesan tersimpan di kepala namun merujuk pada satu pesan kuat tentang hubungan anak dan orangtua. Film yang mengingatkan kembali kita akan kejujuran dan kemauan untuk mengontrol diri dari nafsu duniawi. Saking kuatnya, saya acuh ada beberapa dialog yang rasanya kurang tepat. Atau tak begitu memperhatikan ada pengambilan gambar yang kurang maksimal. Mungkin karena saya belum melihat langsung Danau Toba, rasanya pengambilan gambar di lokasi ini kurang optimal. Sekilas saya memang merasakan, mana keindahan Danau Toba yang diucapkan dalam sebuah dialog di film ini? Jujur, saya memang kurang menikmati Danau Toba yang seharusnya bisa lebih ditonjolkan di film ini.

Rupanya selalu ada kurangnya film Indonesia yang saya tonton belakangan. Ada film yang naskahnya berantakan, namun pengambilan gambarnya sungguh memanjakan mata dan membuat penikmat film sangat merasakan keindahan Kota Bandung yang menjadi latar adegan filmnya. Sekarang, ketika naskah sangat kuat, Toba kurang dieksploitasi padahal film bisa menjadi sarana promosi kekayaan alam negeri.

Meski begitu, tetap saja, saya makin cinta Indonesia, dengan cerita yang disampaikan film-film karya anak bangsa. Setidaknya saya tidak pesimistis atau bahkan apatis terhadap film Indonesia. Setidaknya saya bersyukur tidak menjadi sebagian orang yang masih belum bisa melihat ada kualitas di film Indonesia, sekelompok orang Indonesia yang menganggap film Indonesia tak berkualitas sehingga tak mengusiknya untuk sekadar mencoba menonton satu saja film Indonesia di bioskop untuk membuktikan asumsinya.

Saya dukung film Indonesia, saya dukung Toba Dreams untuk Festival Film Indonesia 2015, yang malam penganugerahannya akan berlangsung Senin 23 November 2015. Film Toba Dreams sendiri pernah tayang di Bioskop April 2015, dan diputar ulang kembali di XXI Plaza Indonesia untuk penjurian FFI 2015, tempat saya menontonnya melalui kegiatan Komik Nobar.

Salut untuk pemain, sutradara, penulis naskah Toba Dream. Untuk TB Silalahi sang inspiratornya, Benni Setiawan (Penulis Naskah dan Sutradara), Mathias Muchus (Sersan TB Silalahi), Jajang C Noer, Ramon Y Tungka, pasangan aktor dan aktris, Vino G Bastian (Ronggur) dan Marsha Timothy (Andini) yang saya perhatikan punya kepedulian tinggi atas kekayaan budaya dan punya semangat kebangsaan yang besar, dan disalurkannya melalui karya film Indonesia.

Maju terus film Indonesia, negeriku Jaya!

#KomikNobar

#setoranborongan #bukanuntukditiru

 

Sumber foto utama: Tribunnews.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun