Mohon tunggu...
Siti Wardatul Jannah
Siti Wardatul Jannah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Psikologi Sosial / Mahasiswi / Universitas 17 Agustus Surabaya

Sholawat

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Perilaku Bullying Tidak Mengenal Usia

8 Januari 2025   00:07 Diperbarui: 8 Januari 2025   00:29 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teori ini menekankan pentingnya proses belajar melalui observasi. Jika anak-anak atau remaja melihat perilaku bullying sebagai sesuatu yang dapat diterima atau bahkan dihargai di lingkungan mereka, mereka cenderung meniru perilaku tersebut. Media sosial juga berperan dalam menyebarkan norma-norma ini, di mana perilaku bullying bisa terlihat sebagai hal yang normal atau lucu.

4. Teori Frustrasi-Aglresi (Frustration-Aggression Theory)

Teori ini menyatakan bahwa frustrasi dapat menyebabkan agresi. Dalam kasus bullying, pelaku mungkin mengalami frustrasi dalam berbagai aspek kehidupannya (misalnya, masalah keluarga, tekanan akademik) dan menyalurkan agresi tersebut kepada korban yang lebih lemah. Hal ini menunjukkan bahwa bullying tidak hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga tentang pengelolaan emosi.

5. Teori Stigma (Stigma Theory)

Teori ini menjelaskan bagaimana individu atau kelompok yang dianggap berbeda atau tidak sesuai dengan norma masyarakat dapat menjadi korban bullying. Dalam kasus Dr. Aulia Risma, stigma yang mungkin terkait dengan profesinya atau situasi pribadi dapat berkontribusi pada serangan yang dia alami. Stigma dapat memperkuat perilaku bullying, karena pelaku merasa bahwa mereka memiliki legitimasi untuk menyerang individu yang dianggap "bermasalah."

6. Teori Empati (Empathy Theory)

Kurangnya empati merupakan faktor penting dalam perilaku bullying. Pelaku yang tidak dapat merasakan atau memahami penderitaan korban lebih cenderung terlibat dalam tindakan bullying. Pendidikan yang mengedukasi tentang empati dan dampak dari tindakan bullying bisa menjadi langkah penting dalam pencegahan.

Kesimpulan : 

Dalam masyarakat kita, bullying sering kali dianggap sebagai masalah yang hanya terjadi di kalangan anak-anak atau remaja. Namun, kenyataannya, fenomena ini juga melanda orang dewasa, baik di tempat kerja maupun di media sosial. Kasus Dr. Aulia Risma adalah contoh nyata yang menunjukkan bahwa bullying dapat menimpa siapa saja, tanpa memandang latar belakang pendidikan atau status sosial.

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah dampak psikologis yang ditimbulkan oleh bullying. Dalam banyak kasus, korban mengalami tekanan mental yang berat, yang dapat berujung pada depresi, kecemasan, bahkan tindakan ekstrem seperti bunuh diri. Ini menunjukkan betapa pentingnya kita untuk tidak hanya menghentikan tindakan bullying itu sendiri, tetapi juga memberikan dukungan yang memadai kepada korban. Keberadaan lembaga pendidikan dan lingkungan kerja yang peduli terhadap kesehatan mental sangatlah penting dalam menciptakan suasana yang aman dan mendukung.

Pendidikan juga memegang peranan kunci dalam mencegah perilaku bullying. Melalui pendidikan multikultural, kita dapat mengajarkan nilai-nilai toleransi dan saling menghargai di antara individu dengan latar belakang yang berbeda. Ini bukan hanya penting untuk anak-anak, tetapi juga untuk orang dewasa yang sering kali membawa sikap prejudis yang terbentuk sejak usia dini. Dengan memahami perbedaan dan mengembangkan empati, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mengurangi kemungkinan terjadinya bullying.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun