Sudah dua bulan Provinsi DKI Jakarta kekosongan Wakil Gubernur, Provinsi yang kompleks dengan permasalahan sepertinya tidak berarti bagi jabatan Wakil Gubernur yang sudah lama lowong.
Artinya, jabatan Wakil Gubernur di zaman Anies Baswedan tidak terlalu penting dan tidak memberi pengaruh apa-apa walaupun persoalan dan permasalahan yang banyak menghinggapi DKI Jakarta.
Beda pemimpin sebelumnya antara Gubernur dan Wakilnya saling berbagi tugas, saling melengkapi, saling membantu, namun tidak berlaku bagi pemimpin DKI Jakarta sekarang tidak ada rasa ingin cepat-cepat mengisi jabatan lowong apalagi Wakil Gubernur adalah termasuk jabatan strategis.
Wajar DKI Jakarta kembali amburadul dan jangan berharap banyak kepada sosok pemimpin DKI Jakarta sekarang yang lelet dan suka retorika atau memang ada kesengajaan mengulur-ulur waktu dengan tujuan tertentu.
Faktor uang menjadi kunci utama, Gubernur sekarang tidak berdaya, harus nurut kemauan sang donator, dibiayai ketika pemilihan, semua atas berkat yang maha kaya "Wakil Gubernur" lah sang penyelamat dan rombongan penjaja agama sehingga mimpi sang calon terwujud bisa menjadi pemimpin DKI Jakarta.
Apa daya, efek balas budi karena "modal dengkul" sang Gubernur tidak bisa berbuat apa-apa dalam kondisi Provinsi yang amburadul, hanya bisa menuruti kemauan sang donator sambil menunggu skenario apa yang akan dilakukannya pasca menjadi Calon Wakil Presiden (Cawapres).
Partai pengusung "PKS-Gerindra" ribut memperebutkan kursi Wakil Gubernur, sang Gubernur takut mengambil keputusan kecuali hanya mingkem sambil sekali-kali ngintip apa yang akan terjadi.
Jarak antara waktu lowong jabatan Wakil Gubernur dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) hanya berkisar sekitar tujuh bulan, tinggal tersisa lima bulan pasca menjadi Cawapres, waktu yang teramat sangat singkat.
Terpenting mementingkan kekuasaan dengan memperlihatkan aksi saling rebut, saling klaim, saling kisruh antar partai pengusung hanya demi jabatan Wakil Gubernur dengan mengabaikan kepentingan warga DKI Jakarta.
Sang Cawapres melalui Gerindra menciptakan suasana kisruh dengan sesama partai pengusungnya PKS hingga Pilpres selesai, berharap jika tidak terpilih maka sang Cawapres bisa kembali lagi ke pangkuan kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Malang nian nasibmu PKS, hanya bisa teriak dan mengancam, barangkali berharap ada bingkisan kardus jilid ke dua sesuai nilai jabatan Wakil Gubernur selama empat tahun tersisa.