Dimulai dari transkrip pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang dihilangkan kata “Pakai” oleh Buni Yani yang diduga sengaja diciptakan untuk menghakimi Ahok dengan membentuk aksi keresahan didalam masyarakat berupa aksi demo dan disertai rekomendasi surat ‘Fatwa’ sakti dari MUI yang menyatakan Ahok menghina agama dan Ulama.
Munculnya surat sakti dari MUI berbarengan dengan terbentuknya Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) diketuai oleh Bachtiar Nasir yang merupakan personel MUI, sedangkan dewan pembinanya dipegang oleh Rizieq FPI sehingga GNPF MUI terbentuk atas kolaborasi MUI dan FPI.
Aksi demo Ahok yang berulang kali dilakukan FPI sebelumnya tidak menimbulkan efek yang berarti hingga pada akhirnya kabar gembira menghampiri FPI dengan terbentuknya GNPF MUI. Berbagai aksi massa gencar dilakukan, aksi yang bertajuk “Aksi Damai/Bela Islam” terus dikumandangkan GNPF MUI dengan alasan mengawal fatwa MUI diduga hanya sebagai kedok mempengaruhi psikologis masyarakat dan tujuan politik tertentu yang berbarengan dengan hajatan Pilkada DKI Jakarta hingga langkah Ahok di ruang penghakiman selalu diikuti dengan aksi jalanan dengan melakukan pressure, intimidasi, provokasi hingga berhasil mencapai puncak ejakulasi dini politik dengan disuguhi vonis Ahok dua tahun penjara.
Ajakan rekonsiliasi terlalu mahal dibandingkan dengan aksi-aksi massa yang telah dilakukan dengan menguras banyak tenaga, pikiran, dan dana bahkan ada yang siap menjadi tersangka rela demi Ahok tidak terpilih dan masuk penjara.
Apakah merasa puas? Puas, tapi hanya setengah puas sisanya setengah tidak puas.
Setengah puas, diwujudkan dalam bentuk pernyataan mengajak rekonsiliasi, mungkin karena merasa bersalah atas aksi-aksi massa yang dilakukan dan kampanye hitam dari penolakan jenazah hingga liang lahat, pengusiran dari tempat kampanye/lapangan hingga tempat ibadah seperti yang dialami Djarot Syaiful Hidayat.(Djarot)
Rekonsiliasi apa yang mau diwujudkan GNPF MUI melalui pernyataan Bachtiar Nasir? Apakah ingin mendatangi Ahok-Djarot kemudian bersujud minta ampun dan terisak meneteskan air mata sambil berkata “Maafkan kami Pak Djarot karena massa kami telah mengintimidasi warga dan mengusir Bapak dari tempat ibadah berkali-kali”? Tidak mungkin terjadi kecuali benar-benar merasa bersalah dan berdosa.
Sebaliknya, apakah ajakan rekonsiliasi dari Bachtiar Nasir berharap Ahok-Djarot mendatangi GNPF meminta maaf sambil berkata “Kami minta maaf kepada GNPF, karena saya (Djarot) berulangkali diusir dari tempat ibadah”?mungkin bisa terjadi harapan dalam halusinasi.
Ajakan rekonsiliasi oleh GNPF sama halnya yang pernah dilakukan Anies pasca terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta mengajak rekonsiliasi, namun disisi lain aksi massa jalanan tetap berjalan.
Ajakan melalui konfrensi pers tidak lebih ‘gaya bermuka dua’ luar dan dalam belum tentu seirama yang tidak jelas dan berlalu begitu saja ibarat makan angin yang tidak pernah kenyang, hampa dan sewaktu-waktu akan berubah sesuai kebutuhan dan kesempatan.
Jadi, Kenapa hanya setengah puas walau sudah mengajak rekonsiliasi?