“…perbuatan terdakwa telah menimbulkan keresahan dan mencederai umat Islam, perbuatan terdakwa dapat memecah kerukunan antar umat beragama dan antar golongan” (Sumber)
Salah satu alasan vonis dua tahun penjara kepada Ahok adalah ucapannya menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat sangat tidak relevan dan masuk akal ‘Ngaco’.
Kenapa ngaco? Saat Ahok pidato di Kepulauan Seribu tidak ada reaksi apapun dari warga setempat yang menimbulkan keresahan dan kegaduhan, justru kunjungan kerja hingga acara selesai warga menerimanya dengan senang hati.
Pasca pidato Ahok, beberapa minggu kemudian muncul unggahan Buni Yani yang viral dengan menghilangkan transkrip “Pakai” dan disertai dengan reaksi pihak pasukan putih diduga bersama-sama sekongkol menciptakan skenario aksi “Gaduh” demo besar-besaran menjatuhkan Ahok di tengah-tengah pencalonannya sebagai Cagub DKI Jakarta.
Skenario tersebut berhasil dilakukan dan mempengaruhi psikologis dan sikap warga DKI Jakarta dalam menentukan pilihan di Pilgub yang sudah tidak berdasarkan rasional/program kerja tetapi berdasarkan isu primordial yang massif.
Jadi, sesungguhnya yang menciptakan keresahan, mencederai umat islam, memecah kerukunan antar umat beragama dan antar golongan siapa?
Terdakwa atau pasukan putih?
Vonis Hakim ke Ahok dengan alasan yang ‘Ngaco’ diatas akan menjadi preseden buruk hukum Indonesia ke depan ketika terulang suatu kasus kemudian ada pihak tertentu “pasukan putih” ingin mempersoalkan cukup melakukan aksi demo yang menjurus keresahan warga maka yang akan menerima akibatnya adalah seperti yang dialami Ahok karena ulah pihak tertentu yang menciptakan keresahan.
Ahok adalah contoh nyata yang tidak akan lepas dari pihak ‘Pasukan Putih’ tertentu untuk menciptakan masalah. Ahok adalah masalah buat mereka sampai kapanpun.
Oleh karena itu, langkah apapun yang akan dilakukan pihak Ahok seperti penangguhan penahanan dan mengajukan banding tidak menyurut semangat pasukan putih untuk melakukan aksi seperti aksi sebelum-sebelumnya.
Apapun yang ingin dilakukan Ahok Akan dikejar, tidak menutup kemungkinan penangguhan penahanan dan pengajuan banding akan menjadi persoalan pihak tertentu dengan melakukan aksi demo kebencian yang berujung menimbulkan keresahan ditengah masyarakat kembali.
Jalan terbaik Ahok adalah membatalkan penangguhan penahanan untuk menunjukkan kepada para hater Ahok bahwa Ahok siap menghadapi apapun masalahnya meski banyak pihak ingin menjadi penjamin.
Seandainya penangguhan penahan diterima tidak akan mengurangi jumlah vonis dua tahun penjara, hanya sebatas menunda waktu saja. Bukankah lebih cepat lebih baik daripada hanya menunda?
Demikianpun soal pengajuan banding lebih baik dibatalkan karena hasilnya diyakini tidak berubah tetap dua tahun penjara bahkan bisa diperberat jika mengacu hasil vonis hakim ‘Ngaco’ dan didukung aksi demo massa yang provokatif dan intimidatif akan terjadi dimanapun tempat proses banding berada. Mereka akan selalu ada mengatas namakan ‘bela umat islam’ yang sesungguhnya hanya mewakili kepentingan kelompok tertentu saja, dan pada akhirnya hasil banding sia-sia belaka.
Publik maupun masyarakat luas sudah tahu dan menyadari vonis dua tahun penjara terhadap Ahok tidak akan mengurangi rasa simpati dan empati warga atas kinerja Ahok yang mampu mengubah DKI Jakarta yang sangat signifikan.
Hasilnya bisa dilihat, dimanapun Ahok berada selalu menjadi inspiratif dan tidak luput dari “Foto bersama” sebagai bentuk kenang-kenangan pernah bersama, bahkan para napi yang ada dipenjara diyakini akan berebut melakukan hal yang sama.
Artinya, kesan yang tercermin tidak terlihat Ahok seperti tersangka, terdakwa hingga divonis hukuman dua tahu penjara.
Kehadiran dan Aksi simpatik pendukung Ahok dan kinerja Ahok selama menjabat Gubernur DKI akan memperkuat posisi Ahok bukan seorang penista agama sehingga tidak perlu ada pengajuan penangguhan penahanan dan banding.
Cukup diterima dengan apa adanya tidak akan mengurangi derajatnya, justru menaikkan derajatnya sebagai sosok yang anti korupsi, anti kepentingan pribadi dan anti mesum.
Salam NKRI…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H