Apakah salah warga DKI Jakarta bahkan dari luar DKI Jakarta mengirim ucapan dalam wujud karangan bunga dan foto bersama? Tidak ada yang salah, apa yang dilakukan warga dengan mengirim karangan bunga yang mencapai ribuan adalah bentuk apresiasi warga atas kinerja Ahok-Djarot selama memimpin DKI Jakarta, sedangkan permintaan foto bersama sebagai bentuk kenang-kenangan untuk diperlihatkan kepada anak, cucu, dan cicit bahwa ada pesan yang ingin disampaikan dimasa yang akan datang “Kami (orang tua, kakek-nenek, moyang) pernah bersama pemimpin hebat, jadilah pemimpin seperti mereka”.
Apa yang dilakukan warga diatas bukan semata karena ketampanan, gagah, santun dan feminim tetapi melihat sisi program kerja yang dilakukan Ahok-Djarot benar-benar menghasilkan perubahan yang sangat menyentuh warga dari berbagai lapisan secara signifikan.
Namun disisi lain, apa yang dilakukan warga dianggap hater Ahok belum move on, baper, nyinyir, carmuk dan lain-lain. Sekali lagi, apa yang dilakukan warga adalah wujud ekspresi kecintaannya kepada pemimpin hebat yang focus dengan kerja, kerja, kerja bukan retorika.
Mestinya apresiasi yang didapat adalah pihak pasangan Gubernur terpilih, namun faktanya terbalik datang dari pasangan yang kalah. Mungkin kemenangan karena factor sentiment primordial sehingga warga tidak tertarik memberi apresiasi dukungan dari lubuk hati yang paling dalam ibarat sepasang suami istri hasil kawin paksa seperti cerita Siti Nurbayah.
Bisa dilihat, yang tidak move on cs adalah para hater Ahok, tetap merasa tidak puas padahal pasangan “Santun-Feminim” yang didukungnya menang telak hingga selisih mencapai 17 persen. Penyakit tidak move on cs justru diperagakan oleh para tokohnya seperti:
Fadli Zon, menanggapi soal karangan bunga dianggap “pencitraan murahan”.
Habiburokhman, mengatakan “Monyet di kebun binatang juga banyak yg ngajak foto” (Sumber)
Marissa Haque, doyan mengarang hoax dan berita hoax. (Sumber)
Contoh kecil dari tiga tokoh "Badut" yang ditunjukkan diatas sebagai bentuk tidak move on, bagaimana dengan para kroco-kroconya yang dibawah?
Semestinya pihak yang kalah dihargai cukup dengan diam saja tetapi kenyataannya justru penyakit move on tidak mampu diobati dengan hadiah kemenangan si santun-feminim.
Jadi, Maunya apa? Menjelang pelantikan pasangan Gubernur terpilih, kan bisa diwujudkan sama seperti yang dilakukan warga dengan mengirimkan ucapan selamat asal tidak salah tulis “Jakarta jadi amburadul, gue nyesal nyolok si santun-feminim” dan foto bersama dengan mony*t yang dimaksud Habiburokhman.
Mungkin pasangan Gubernur terpilih yang didukung hater Ahok tidak mendapat apresiasi dari warga, akhirnya Ahok-Djarot walaupun kalah tetap jadi sasaran “Nyinyir” dari salah satu penyakit tidak move on para hater tersebut.
Salam Anti Nyinyir…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H