Mohon tunggu...
Wara Katumba
Wara Katumba Mohon Tunggu... independen -

POLITIK LU TU PENGADU (POLITIKus LUcu TUkang PENGAngguran berDUit

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hak Angket KPK, DPR "Taman Kanak-Kanak Menjelmah Taman Badut"

30 April 2017   13:20 Diperbarui: 30 April 2017   13:47 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Saya ketika mengambil sikap harus mengusulkan hak angket, saya tahu risikonya tapi saya tidak mau munafik dalam melaksanakan politik. Saya tahu dampaknya tapi tidak mau mengandalkan pencitraan," ujar Masinton. (Sumber)

Pernyataan kekecewaan yang ditunjukkan Masinton Pasaribu anggota DPR RI dari PDIP kepada Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PKB dan Fraksi Partai Demokrat (Gerindra cs) yang awalnya mendukung Hak Angket KPK kemudian menolak disidang paripurna DPR memperlihatkan betapa mudahnya Fraksi PDIP sebagai partai tua yang sudah berpengalaman harus dipecundangi dan keok ditangan Gerindra cs.

Padahal dari awal Masinton menyadari resiko mengusulkan Hak Angket KPK, tentu resiko utamanya adalah akan berhadapan dengan publik terutama rakyat yang mendukung pemberantasan korupsi.

Gerindra cs berhasil bermain politik cerdik untuk menunjukkan ke publik bahwa mereka tidak setuju Hak Angket KPK dengan cara walk out saat sidang paripurna padahal dibelakang layar justru mendorong-dorong “mengkompori” dan berhasil meyakinkan semua fraksi ikut menyetujui Hak Angket KPK.

Gerindra cs menyadari dengan menyetujui Hak Angket akan menimbulkan antipati publik dan betul apa yang dikatakan Masinton "Yang disajikan adalah politik kemunafikan”.

Mestinya Masinton dan PDIP menyadari resiko antipati publik apalagi proses Hak Angket terjadi di pemerintahan sekarang, pemerintahan Presiden Jokowi yang didukungnya dan Presiden sendiri notabennya adalah kader partainya.

Apa keuntungan yang didapat PDIP dengan menyetujui usulan Hak Angket KPK? Justru dianggap berlawanan arah dan melegitimasi pemerintahan sekarang yang secara tidak langsung tidak pro pemberantasan korupsi.

Tidak hanya PDIP ikut menyetujui Hak Angkat KPK, ada beberapa partai pendukung pemerintahan seperti Golkar, Hanura, Nasdem, PAN, PPP dan yang bukan pendukung pemerintah ada PKS yang melihat situasi dan kondisi apakah memungkinkan tau tidak menyetujui Hak Angket KPK.

Partai-partai yang tergabung dalam rapat paripurna mengambil keputusan setuju Hak Angket KPK mempertontonkan aksi seperti taman belajar dan bermain anak-anak yang mengingatkan kita dengan ucapan almarhum Gus Dur  “Taman-Kanak-Kanak”.

sumber: photobucket.com
sumber: photobucket.com

Publik pasti setuju ucapan almarhum Gus Dus soal taman kanak-kanak yang diperlihatkan DPR seperti:

Pertama, DPR mempertontonkan seorang Fahri Hamzah (FH) yang sudah dipecat dari PKS bisa memimpin rapat Paripurna DPR, posisinya yang tanpa partai alias independen bisa memimpin rapat yang diperkuat pernyataan PKS bahwa FH ketuk palu setuju Hak Angket KPK tidak mewakili PKS.

Betapa “Bodoh” ada rapat paripurna DPR dipimpin orang yang tidak memiliki partai, kenapa tidak ada aksi boikot? Justru FH pemegang palu keputusan dengan menyatakan setuju Hak Angket “Tok..Tok..Tok..”. Muka anggota DPR yang ikut rapat mau taruh dimana dikendalikan orang yang tidak punya partai? Sepertinya politik Indonesia setuju dikendalikan oleh namanya Fahri Hamzah. Orang yang sangat anti terhadap KPK yang tidak segan ingin membubarkannya.

Kedua, tujuan ketuk palu setuju yang dilakukan FH adalah untuk menguntungkan posisi Gerindra cs, Gerindra dalam hal ini Fadli Zon (FZ) diduga bersekongkol dengan FH memainkan isu penolakan Hak Angket KPK, sementara FH yang sudah tidak dianggap PKS alias independen berperan sebagai bumper yang tidak punya beban apapun dan tidak mempengaruhi posisinya, namun dilain sisi dikesankan mewakili PDIP cs dan PKS dalam mengambil keputusan setuju Hak Angket tersebut.

Tindakan FH jelas dianggap satu misi dengan keinginan PDIP cs, sementara PKS sendiri tentu merasa dirugikan karena pernah menjadi bagian PKS sehingga PKS buru-buru klarifikasi bahwa ketuk palu FH tidak mewakili PKS. (Sumber)

Jadi, diduga FH dn FZ memainkan peran sekongkol sebatas isu partai mana yang menolak dan partai mana yang setuju di depan publik.

Ketiga, Berdasarkan Undang-Undang MD3 bahwa Hak Angket ditujukan ke pihak eksekutif atau pemerintah, namun yang terjadi Hak Angket ditujukan ke lembaga penegak hukum independen seperti KPK dengan waktu yang sangat singkat, Undang-Undang MD3 dibikin DPR tetapi ditabrak sendiri.

Sementara banyak RUU tidak selesai hingga hari ini  bahkan minta perpanjangan waktu lagi, beda dengan soal Hak Angket cepat sekali prosesnya.

Beberapa tahun terakhir DPR lebih focus dan mengedepankan isu Hak Angket daripada fungsi kerja yang sesungguhnya.

Tiga poin diatas cukup mewakili pernyataan Almarhum Gus Dur yang sangat nyata bahwa peran DPR “Taman Kanak-Kanak” tetap abadi selamanya.

Pada akhirnya, Hak Angket KPK batal, isu partai pendukung dan penolak Hak Angket akan berkemuka. Partai pendukung Hak Angket dicitrakan buruk didepan publik, sebaliknya partai penolak Hak Angket dicitrakan baik didepan publik dengan cara melakukan talk show keliling dibeberapa media televisi bahwa “Kami pro pemberantasan korupsi dengan cara menolak Hak Angket KPK”padahal hanya akal-akalan politik yang diduga dimainkan FH dan FZ karena ada kesempatan.

Kita akan disuguhi dua pihak “kemunafikan” yang akan saling mengklaim pro pemberantasan korupsi untuk beberapa waktu terakhir ini diberbagai acara debat maupun talk show.

Sejarah telah mencatat bagaimana prilaku 18 tahun telah berlalu sejak ucapan almarhum Gus Dur tentang DPR seperti Taman Kanak-Kanak (TK), Taman kanak-kanak sepertinya masih berlaku dan usianya semakin matang dan dewasa sehingga sudah waktunya menjelmah menjadi Taman Badut, dan yang pasti publik tahu mana yang pantas menjadi anggota badut dan komandan badut.

sumber: beritasatu.com
sumber: beritasatu.com
Tingkah laku yang dipertontonkan para badut semakin hari semakin lucu dan sudah selayaknya dianugrahi Rekor MURI Indonesia

Salam Taman Badut…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun