Berhasilnya suatu program maka akan diiringi dengan mudahnya untuk dijelaskan dan diuraikan dalam suatu perdebatan sehingga penguasaan dalam suatu forum adalah satu keniscayaan milik petahana.
Semua program sudah dilakukan Ahok-Djarot, tidak mungkin calon lain ingin ikut-ikutan dengan program yang sama kecuali rasa malu tidak dimiliki calon lain.
Munculnya kritikan akan mudah dipatahkan Ahok-Djarot dengan bukti dan data kecuali kritikan berdasarkan dengan asumsi maupun opini.
Jadi, pengalaman menjadi kepala daerah, pengalaman debat, berhasilnya beberapa program dan penguasaan berbagai aspek persoalan menjadi modal utama Ahok-Djarot menguasai panggung debat nanti sehingga nilai persentase yang layak diberikan adalah sekitar 60 % tidak jauh berbeda dengan hasil survey kepuasan warga atas kinerja Ahok-Djarot.
Anies-Sandi
Program yang ditawarkan Anies-Sandi selama kampanye kurang jelas karena lebih banyak menaburkan kritikan tanpa solusi, solusi yang disampaikan hanya “berjanji” dan “akan” sehingga tidak jelas program yang ingin dibuatnya seperti apa alias retorika dan pintar membolak-balikkan kata-kata, seperti contoh dibawah :
“melakukan pembangunan berbasis gerakan. Bukan berbasis program seperti yang ada sekarang ini. Yang dimaksud pembangunan berbasis gerakan yakni dengan memberikan ruang partisipasi publik” (Sumber)
Kampanye kritikan adalah program mencari kesalahan petahana yang sering dilakukan dan diakhiri dengan kata “berjanji” dan “akan” dikerjakan sebagai bentuk rasa kebingungan mencari solusi program baru untuk ditawarkan ke warga DKI Jakarta.
Apakah warga menyadari bahwa selama Anies-Sandi kampanye mengusung minimal satu program unggulannya?
Jika warga ditanya, apa program unggulan Anies-Sandi? Mungkin 100% warga yang ditemui akan menjawab “Tidak tahu” karena tidak ada program yang ditawarkannya.