Sejak dilimpahkan ke Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat, progres penanganan kasus Video Rizieq FPI yang diduga melakukan penghinaan lambang dan dasar negara Pancasila dengan menyebut "Pancasila Sukarno Ketuhanan ada di panta* sedangkan Pancasila Piagam Jakarta Ketuhanan ada di Kepala" belum terlihat hasilnya.
Beda, kasus yang menimpa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang ditangani Bareskrim Polri yang sangat cepat hingga ke Pengadilan. Tercepat dalam sejarah hukum Indonesia yang semestinya diberi penghargaan oleh Jaya Suprana melalui rekor MURI Indonesia.
Siapa saja yang pantas menerima penghargaan tersebut ?
- Polri, Pemberkasan yang cepat dengan menghadirkan sekitar 30 an saksi dari berbagai pihak hanya butuh waktu sekitar 3 mingguan bisa mencapai B21.
- Kejaksaan, Dari Pelimpahan berkas Polri hingga ke Pengadilan tidak sampai satu minggu.
- Pengadilan, Setelah menerima berkas dari Kejaksaan, Pengadilan hanya butuh sekitar satu minggu sudah siap melakukan gelar sidang perkara yang direncanakan dimulai tanggal 13 Desember 2016.
Kenapa perlu diberi penghargaan pemecah rekor? Tentu tujuannya untuk memacu semangat para aparat hukum untuk cepat dalam penanganan kasus-kasus lain seperti kasus Rizieq FPI yang ditangani Polda Jawa Barat.
Sampai hari ini, tidak ada tanda-tanda proses hukum yang dilakukan Polda Jawa Barat terhadap Rizieq. Ada kekhawatiran kasus tersebut akan terjadi tekanan-tekanan Ormas atau pihak tertentu sehingga Polda Jawa Barat tidak melanjutkan alias dipetieskan.
Contoh yang terjadi kasus kebaktian KKR di Sabuga Bandung, dengan begitu mudah dan bebas dilakukan Ormas tertentu membubarkan acara yang sedang berlangsung.
Dimana peran Polda Jawa Barat waktu itu ?
Apakah kasus Rizieq FPI akan mengalami hal yang sama sehingga akan terjadi peristiwa sebaliknya yang diobrak-abrik adalah Polda Jawa Barat oleh Ormas tertentu ?
Jika hal tersebut terjadi maka harapan untuk menyamai prestasi penanganan kasus ahok seperti diatas akan sulit terwujud oleh Polda Jawa Barat.
Jadi, Sepantasnya penanganan kasus Rizieq yang diduga menghina lambang dan dasar negara Pancasila diambil kembali oleh Bareskrim Polri sehingga proses hukumnya bisa menyamai proses hukum Ahok yang transparan, super cepat dan singkat tersebut.
Ada 3 poin penting penolakkan penanganan kasus Rizieq FPI oleh Polda Jawa Barat :
PERTAMA, Pihak pelapor dalam hal ini pihak Sukmawati Soekarno Putri merasa keberatan atas laporannya ditangani Polda Jawa Barat “kasus tersebut sudah masuk ranah skala nasional mengingat bersinggungan dengan dasar negara. Karena itu dia mendesak agar kasus tersebut dikembalikan ditangani kembali oleh Bareskrim Polri” (sumber)
Keluhan pihak Sukmawati sangat wajar bahwa penghinaan lambang dan dasar negara Pancasila bersifat nasional karena lambang dan dasar negara Pancasila adalah milik rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke sehingga penanganannya mesti dipusat dalam hal ini Bareskrim Polri apalagi yang diduga menghina lambang dan dasar negara Pancasila adalah tokoh yang selalu menimbulkan dampak isu politik nasional.
Jadi, Polri terutama Bareskrim agar kembali dan segera meraih prestasi super cepat seperti kasus video Ahok untuk kedua kalinya.
KEDUA, Kemungkinan tekanan dari pihak Ormas atau pihak lain mempengaruhi proses hukum Rizieq FPI akan dihambat. Bukan tekanan agar proses berjalan lancar dan cepat, justru yang dikhawatirkan adanya tekanan terhadap pihak Polda Jawa Barat, fakta yang terjadi kasus pembubaran kebaktian KKR di Sabuga Bandung sebagai pusat wilayah kekuasaan Polda Jawa Barat bisa terjadi.
KETIGA, Melihat kasus video Ahok yang terjadi di kepulauan seribu kemudian proses hukumnya ditangani oleh Bareskrim Polri dirasa tidak adil jika dibandingkan dengan proses hukum Rizieq FPI diduga menghina lambang dan dasar negara Pancasila terjadi di Jawa Barat kemudian harus ditangani Polda Jawa Barat.
Bukankah kasus Ahok bisa ditangani Polres Kabupaten Kepulauan Seribu karena kejadiannya di kepulauan Seribu jika peristiwa tersebut mengacu alasan kasus Rizieq FPI kejadiannya di Jawa Barat “Mengacu latar video gedung Sate” ?
Artinya, Penanganan kasus penghinaan lambang dan dasar negara Pancasila seperti poin PERTAMA yang bersifat nasional tidak harus didaerah masing-masing sesuai peristiwa yang terjadi kecuali lambang daerah atau lambang Provinsi Jawa Barat dihina maka proses hukum dikembalikan ke daerahnya masing-masing.
Jadi, Bukan tempat kejadian perkara yang menjadi substansinya, tetapi yang menjadi substansinya adalah ucapannya, apakah ucapannya mengarah ke objek lokal atau nasional.
Faktanya, lambang dan dasar negara Pancasila adalah objek nasional sehingga siapapun yang berani menghina sama halnya menghina bangsa Indonesia maka sepantasnya proses hukum di Bareskrim Polri.
Salam Pecah Rekor…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H