Mohon tunggu...
wara katumba
wara katumba Mohon Tunggu... pengusaha -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

POLITIK LU TU PENGADU (POLITIKus LUcu TUkang PENGAngguran berDUit)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ujaran Tidak Berdasar Ulama “Abal-Abal” Salah Satu Pemicu Radikalisme

20 Oktober 2016   21:53 Diperbarui: 20 Oktober 2016   22:14 2313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: cheeleadersgdynia.pl.com - edited by wara katumba

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”[QS Al-Maidah:38]

Jika suratAl-Maidah 38 dipakai mentah-mentah maka orang yang mencuri otomatis harus dipotong tanpa alasan apapun. Begitupun dengan Surat Al-maidah 51 tidak bisa mentah-mentah bahwa “Pemimpin” yang dimaksud berkaitan dengan posisi gubernur atau bukan seperti yang pernah ditulis di artikel Ahok kutip surat Al-Maidah ayat 51 dilaporkan ke bawaslu, ACTA salah kaprah"

Untuk menerapkan atau mengaitkan ayat satu dengan ayat yang lain apakah kuat atau tidak,ada istilah Mansuh dan Nanseh.

Mansuh adalah memberi status hukum ayat tersebut bisa diabaikan atau dirujuk dengan ayat lain yang lebih kuat menghukumi.

Nanseh adalah memberi status ayat ini lebih kuat menghukumi daripada ayat-ayat lain.

Contoh, Hukum potong tangan Surat Al-Maidah:38 diatas bisa diabaikan dengan merujuk pada Surat Ali Imron 89 kecuali orang-orang yang taubat, setelah demikian itu dan mengadakan perbaikan(tidak mengulanginya lagi)). Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Jadi, Surat Al-Maidah 38 dalam posisi mansuh dirujuk dengan Surat Ali Imron 89 sebagai nansehnya.

Artinya, orang yang melakukan pencurian kemudian segera mau bertobat kepada Allahdan minta maaf kepada pemilik yang dirugikan dengan sungguh-sungguh maka hukum potong tangan bisa diabaikan.

Berkaitan dengan pernyataan Tengku Zulkarnaen sebagai pengurus MUI Pusat “Kalau menurut hukum Islam, maka seharusnya Ahok dibunuh, atau dipotong kaki tangannya bersilangan, atau disalib , paling ringannya diusir dari negara ini “(sumber)

Yang dimaksud “seharusnya Ahok dibunuh, atau dipotong kaki tangannya bersilangan, atau disalib , paling ringannya diusir dari negara ini”dalilapa yang termuatsehingga Tengku Zulkarnaen berani mengklaim itu menurut hukum islam.

Apakah Ahok melakukan pencurian sehingga harus dihukumi dengan "potong kaki tangan bersilangan atau diusir dari Negara ini" ? buktinya Ahok tidak mencuri.

Justru apa yang dilakukan Ahok adalah mengembalikan “satu batu” yang telah dilempar dengan “batu-batu penebar kebencian dengan simbol agama” oleh pihak-pihak anti Ahok seperti dalam Artikel “Menebar Kebencian Dengan Simbol Agama ke Ahok Termasuk “Penistaan Agama ? ” 

Belum ada atau tidak ditemukan satu dalilpun bahwa seorang non muslim menyebut salah satu ayat kemudian harus dihukumi “dibunuh, atau dipotong kaki tangannya bersilangan, atau disalib , paling ringannya diusir dari negara ini”. Sangat tendensius dari seorangTengku Zulkarnaen dan bersama MUI memvonis seseorang (Ahok) melakukan penistaan agama/penghinaan agama yang diperkuat dengan surat pernyataannya yang sudah bermain politik terselubung.

Apa yang diucapkan Tengku Zulkarnaen memberi kesan bahwa ajaran islam sangat sadis dan mengerikan bagi siapapun apalagi sampai mengucapkan“potong kaki tangannya bersilangan”. Apakah ucapannya terinspirasi dengan gadis cheerleaders yang cantik-cantik sering peragakan tarian tangan bersilangan?

sumber: cheeleadersgdynia.pl.com - edited by wara katumba
sumber: cheeleadersgdynia.pl.com - edited by wara katumba
"Seperti gambar diataskah cara kaki tangannya bersilangan ?"

Jadi, Yang bersangkutan dianggap Ulama atau Kyai sebagaimana pernyataannya terhadap Ahok sudah menyimpang dari dalil baik Al-Quran maupun Al-Hadist karena tidak ada satu ayat pun yang memuat pernyataannya yang dimaksud.

Bagaimana mungkin kalimat “dibunuh, atau dipotong kaki tangannya bersilangan, atau disalib , paling ringannya diusir dari negara ini”  yang tidak masuk dalam dalil Al-Quran maupun Al-Hadist dijadikan sebagai posisi “Mansuh” ataupun “ Nanseh” kecuali pengujar tersebut mengutip dari kitab tafsiran, kitab karangannya sendiri atau kitab karangan orang lain.

Menjadi tanda tanya besar apakah benar Tengku Zulkarnaen adalah Ulama yang sesungguhnya atau Ulama yang sesungguhnya tidak benar.

Hanya Ulama “abal-abal” yang berdalil tidak berpedoman kepada Al-Quran dan Al-Hadist dengan pola“Mansuh”dan“Nanseh” sehingga gampang menebar dalil kebohongan dan berujar ancaman didepan umum maupun umat dengan terang-terangan seperti yang diucapkanTengku Zulkarnaen dan Orasi Rizieq "Kami minta polisi menangkap Ahok, kalau tidak kami bunuh,"(sumber)

Contoh diatas begitu mudah sekali kata “Bunuh” diumbar dimuka umum oleh orang-orang yang dianggap ahli agama dan bisa dibayangkan seandainya ujaran-ujaran tersebut diumbar ditempat yang tertutup tentu bahasanya akan lebih ekstrim lagi.

Fakta nyata diatas bahwa apa yang ditunjukkan dan diajarkan Ulama “Abal-Abal” menjadi salah satu pemicu orang lain begitu mudah untuk bertindak radikal, kejam, sadis seperti contoh yang terjadi di Tangerang, Polisi menjadi korban untuk kesekian kalinya dari radikalisme.

SalamU lamaAbal-abal…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun