Mohon tunggu...
wara katumba
wara katumba Mohon Tunggu... pengusaha -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

POLITIK LU TU PENGADU (POLITIKus LUcu TUkang PENGAngguran berDUit)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Agus Belajar Melangkah, Anies Mau Melangkah, Ahok Sudah Jauh Melangkah

27 September 2016   11:47 Diperbarui: 27 September 2016   13:24 3121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: dreamstime.com

Provinsi DKI Jakarta memiliki berbagai macam persoalan yang kompleks sehingga butuh pemimpin yang mampu dan berpengalaman dalam berbagai dimensi persoalan.

DKI Jakarta bukan tempat untuk mencoba-coba jika tidak memiliki modal dasar pengalaman yang kuat. Bukan juga hanya persoalan sopan-santun dan beretika yang dibutuhkan, tetapi butuh kemampuan, kecerdasan, keberanian, transparan dan anti korupsi.

Kalau hanya sebatas memiliki sopan-santun dan beretika banyak sekali contoh yang bisa kita jumpai dikomunitas penghuni binaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti Anas Urbaningrum, Andi Malaranggeng, Lutfi Hasan Ishak, Surya Dharma Ali dan lain-lain.

Sopan-santun dan etika yang dimiliki mereka nilainya diatas rata-rata dan ditambah pemahaman agama yang tidak perlu diragukan lagi, apalagi mereka tokoh-tokoh nasional. Namun apa yang dimiliki mereka semua, tidak menjamin kesuksesan mereka. Fakta membuktikan mereka harus berurusan dengan KPK.

Begitu pula pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta, sosok pemimpin seperti apa yang harus dimiliki dan pantas atau tidak pantas dapat dilihat dari fase-fase apa yang dimiliki Calon Gubernur DKI Jakarta sebagai berikut:

Agus Belajar Melangkah

Calon Gubernur yang masuk fase “Belajar Melangkah” akan kesulitan dan akan tertinggal jauh dengan calon lain seperti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Beda kelas antara Agus Harimurti Yudhoyono (Agus) jauh dibawah Ahok dalam berbagai hal yang berkaitan dengan jabatan Gubernur.

Contoh konkrit yang kita jumpai adalah Jepang sibuk memasarkan produk teknologinya ke seluruh dunia, bangsa ini masih belajar bagaimana memproduksi teknologi tersebut. Jepang menguasai pangsa pasar dunia, bangsa ini baru memulai bagaimana memasarkan teknologinya di dunia.

Jadi, contoh diatas sebagai gambaran antara Agus dan Ahok bagaikan langit dan bumi sangat jomplang sekali, bukan bermaksud mengerdilkan Agus itu sendiri akan tetapi sebagai cambuk kita untuk tahu diri dalam posisi apa mesti dilakukan, apalagi berkaitan dengan calon pemimpin DKI Jakarta sebagai barometer Nasional.

Prestasi apa yang ditonjolkan kecuali pendidikan militer diluar negeri yang diperoleh hanya semata untuk menunjang kenaikkan pangkat secara instan, ditambah lagi sebagai anak Presiden waktu masih menjabat, tentu mudah saja untuk meraih apa yang diinginkan.

Dari semua keistimewaan yang didapat tentu membawa dampak bagi teman seangkatannya yang merasakan ini tidak adil. Jelas ada rasa perlakuan tidak fair dari seorang anak Presiden yang lebih diistimewakan. Sesungguhnya tidak ada keistimewaan yang ditunjukkan seorang Agus yang banyak menghabiskan waktunya diluar negeri. Selesai dari luar negeri, rezim telah berganti maka posisinya akan stagnan selama rezim tersebut tetap menjadi lawan politik orang tuanya.

Pilihan, tinggal ditentukan warga DKI Jakarta itu sendiri, apakah mau memilih calon Gubernur yang hanya menampilkan casing luar (stylish) dan baru belajar bagaimana caranya melangkah, yang pasti secara jelas Agus boleh dikatakan sebagai “Boneka SBY”.

Anies Mau Melangkah

Bagaimana mau melangkah, pengalaman politik tidak ada, kemampuannya hanya sebatas bidang pendidikan yang ditorehkannya pada yayasan “Indonesia Mengajar”. Kalau hanya sekelas yayasan banyak tokoh lain mampu mengolah sebuah yayasan yang sama.

Kesempatan emas sudah didapat Anies saat menjadi Menteri Pendidikan, Presiden berharap dari background pendidikan yang dimiliki akan memberikan terobosan yang bagus terhadap dunia pendidikan secara keseluruhan.

Presiden butuh hasil nyata berupa (kerja, kerja, kerja), namun apa yang ditampilkan Anies hanya menonjolkan sopan-santun, tata krama, tutur kata yang manis sehingga apa yang telah dilakukannya tidak memberi kesan dan hasil yang diharapkan Presiden jauh dari harapan, maka Presiden pantas memberi ganjaran hadiah berupa pemecatan secara terhormat.

Sebagian publik menyayangkan dan curiga atas pemecatan Anies ada unsur kepentingan politik dengan tujuan bagi-bagi kursi Menteri ke partai politik. Namun jika berkaca pada Menteri Kelautan yang diemban Susi Pujiastuti yang bukan dari kalangan partai politik bekerja dengan baik, berani dan tegas, apakah layak ikut diganti demi bagi-bagi kursi ?

Artinya, apa yang dilakukan Presiden soal pergantian Menteri bukan persoalan bagi-bagi kursi tetapi soal kinerja seorang Menteri apakah layak diganti atau dipertahankan.

Jadi, Presiden memberi peluang besar kepada Anies untuk fokus didunia pendidikan ternyata tidak mampu menghasilkan prestasi yang diharapkan, bagaimana mau menjadi pemimpin DKI Jakarta yang memiliki permasalahan yang tidak hanya pendidikan saja tetapi permasalahan yang multi pihak baik pihak masyarakat, eksekutif, yudikatif dan termasuk kalangan legislatif.

Jika hanya satu persoalan seperti pendidikan gagal dikelola, apakah masih pantas mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta ?

Apakah yang dilakukan Anies selama ini hanya penampilan luarnya yang begitu santun dan pintar mengolah kata hanyalah kedok untuk menutupi kekurangannya seperti contoh yang baru dilakukannya dengan pernyataannya jika diaudit rutin Anies yakin ambruknya jpo pasar minggu tak akan terjadi (sumber: kompas.com)” sehingga masyarakat terkecoh ?

Apa yang dikomentari Anies soal “audit rutin”membuktikan tidak pahamnya seorang Anies terhadap persoalan terutama di birokrasi. Mestinya Anies menyatakan “Mempertanyakan Laporan pertanggung jawaban JPO apakah konstruksi tersebut sesuai atau tidak dan mempertanyaakan apakah ada Perawatan rutin terhadap JPO”, jadi bukan “audit rutin” yang dimaksud. Apa yang mau diaudit rutin ?

Satu contoh bukti diatas bagaimana Anies menyikapi soal JPO terlihat kurang cerdas. Ini petunjuk awal Anies belum bisa melangkah lebih jauh, bagaimana mau melangkah untuk mengatasi persoalan kompleks DKI Jakarta jika salah menyikapi ambruknya JPO ?

Panggung yang cocok buat Anies adalah panggung lomba pidato / ceramah atau lomba model / narsis bersama sang macho Sandiaga Uno.

Ahok Sudah Jauh Melangkah

Agus belajar melangkah, Anies mau melangkah. Ahok sudah jauh melangkah dengan melakukan berbagai terobosan seperti normalisasi sungai-sungai dangkal, penuh sampah dan kotor, menertibkan tempat kumuh yang tidak layak huni dan relokasi dan lain sebagainya.

Gaya kepemimpinan Ahok yang cerdas, tegas dan berani telah menghasilkan beberapa program yang sudah dinikmati warga DKI Jakarta dengan suka cita kecuali anti Ahok yang tidak peduli keberhasilan Ahok.

Terlalu banyak yang sudah dipersembahkan Ahok untuk DKI Jakarta. Banjir dan macet sudah berkurang dibandingkan gubernur-gubernur sebelumnya, jangan berharap banjir dan macet itu tidak ada lagi, terbukti banjir bandang yang tidak diduga-duga terjadi didaerah Garut, Sumedang dan sekitarnya. Kemacetan juga melanda beberapa kota termasuk kota Bandung yang hampir tiap hari dilanda macet.

Jadi, bagi anti Ahok tidak perlu utak-atik persoalan banjir dan macet, karena banyak kota-kota besar mengalami hal yang sama, bedanya hanya masalah pemberitaan saja.

Birokrasi yang bobrok, dulu pegawai sebagai raja sekarang dituntut sebagai pelayan masyarakat, melalui Ahok sudah dibenahi secara masif sehingga warga mendapatkan pelayanan yang memuaskan, berbagai program terus berjalan seperti KJP, KJS dan beberapa fasilitas gratis dipersiapkan terutama warga yang direlokasi di rumah susun.

Banyak sekali fasilitas gratis lain yang bisa dinikmati, siapa saja bisa menikmati tidak terkecuali seperti :

Amin Rais tidak perlu repot bolak-balik yogya-Jakarta hanya sibuk “bacotin” Ahok. Ahok siap memfasilitasinya dengan menyediakan panti jompo gratis.

Ratna Sarumpaet mau nikah lagi, Ahok siap menyiapkan Biro jodoh gratis.

Prabowo mau latihan berkuda, Ahok siap menyiapkan lapangan berkuda gratis.

Fadli Zon mau berpuisi, Ahok siap menyiapkan panggung theater gratis.

Seabrek program sudah dilakukan Ahok, terlalu jauh Ahok melangkah dengan program-programnya, sedangkan calon lain masih belajar melangkah dan mau melangkah.

Jadi,

Kalau Jakarta ingin mundur kebelakang pilihlah calon yang “Belajar melangkah”,

Kalau Jakarta ingin jalan ditempat pilihlah calon yang “Mau melangkah”,

Kalau Jakarta ingin maju kedepan pilihlah calon yang “Sudah jauh melangkah”

Salam Melangkah…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun