Dari semua keistimewaan yang didapat tentu membawa dampak bagi teman seangkatannya yang merasakan ini tidak adil. Jelas ada rasa perlakuan tidak fair dari seorang anak Presiden yang lebih diistimewakan. Sesungguhnya tidak ada keistimewaan yang ditunjukkan seorang Agus yang banyak menghabiskan waktunya diluar negeri. Selesai dari luar negeri, rezim telah berganti maka posisinya akan stagnan selama rezim tersebut tetap menjadi lawan politik orang tuanya.
Pilihan, tinggal ditentukan warga DKI Jakarta itu sendiri, apakah mau memilih calon Gubernur yang hanya menampilkan casing luar (stylish) dan baru belajar bagaimana caranya melangkah, yang pasti secara jelas Agus boleh dikatakan sebagai “Boneka SBY”.
Anies Mau Melangkah
Bagaimana mau melangkah, pengalaman politik tidak ada, kemampuannya hanya sebatas bidang pendidikan yang ditorehkannya pada yayasan “Indonesia Mengajar”. Kalau hanya sekelas yayasan banyak tokoh lain mampu mengolah sebuah yayasan yang sama.
Kesempatan emas sudah didapat Anies saat menjadi Menteri Pendidikan, Presiden berharap dari background pendidikan yang dimiliki akan memberikan terobosan yang bagus terhadap dunia pendidikan secara keseluruhan.
Presiden butuh hasil nyata berupa (kerja, kerja, kerja), namun apa yang ditampilkan Anies hanya menonjolkan sopan-santun, tata krama, tutur kata yang manis sehingga apa yang telah dilakukannya tidak memberi kesan dan hasil yang diharapkan Presiden jauh dari harapan, maka Presiden pantas memberi ganjaran hadiah berupa pemecatan secara terhormat.
Sebagian publik menyayangkan dan curiga atas pemecatan Anies ada unsur kepentingan politik dengan tujuan bagi-bagi kursi Menteri ke partai politik. Namun jika berkaca pada Menteri Kelautan yang diemban Susi Pujiastuti yang bukan dari kalangan partai politik bekerja dengan baik, berani dan tegas, apakah layak ikut diganti demi bagi-bagi kursi ?
Artinya, apa yang dilakukan Presiden soal pergantian Menteri bukan persoalan bagi-bagi kursi tetapi soal kinerja seorang Menteri apakah layak diganti atau dipertahankan.
Jadi, Presiden memberi peluang besar kepada Anies untuk fokus didunia pendidikan ternyata tidak mampu menghasilkan prestasi yang diharapkan, bagaimana mau menjadi pemimpin DKI Jakarta yang memiliki permasalahan yang tidak hanya pendidikan saja tetapi permasalahan yang multi pihak baik pihak masyarakat, eksekutif, yudikatif dan termasuk kalangan legislatif.
Jika hanya satu persoalan seperti pendidikan gagal dikelola, apakah masih pantas mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta ?
Apakah yang dilakukan Anies selama ini hanya penampilan luarnya yang begitu santun dan pintar mengolah kata hanyalah kedok untuk menutupi kekurangannya seperti contoh yang baru dilakukannya dengan pernyataannya “jika diaudit rutin Anies yakin ambruknya jpo pasar minggu tak akan terjadi (sumber: kompas.com)” sehingga masyarakat terkecoh ?