Bagi orang awam, berhentinya Agus Harimurti Yudhoyono (Agus) sangat disayangkan. Usia masih muda, karir militernya cemerlang dengan jabatan terakhir Mayor Infantri, beberapa pendidikan militernya berhasil diraih dengan baik.
Namun wajib dicatat, apa yang dia raih saat orang tuanya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih menjabat Presiden. Selama sepuluh tahun menjabat Presiden, tidak sulit bagi sang anak untuk meraih apa yang diinginkannya, bahkan untuk meraih dalam tanda petik “Ter” adalah satu keniscayaan.
Beda bagi orang politik, orang politik membaca arah tujuan Agus keluar dari militer, tujuan kuatnya adalah persiapan SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat akan menyerahkan tahta kekuasaannya kepada Agus. SBY meyakini bahwa Agus lebih menjanjikan daripada Ibas yang gagal menunjukkan performa yang baik dipartainya.
Ada dua pertimbangan keluarga (SBY) kuat yang membuat Agus keluar dari militer :
Pertama, Agus dipersiapkan sebagai ketua umum partai Demokrat menggantikan SBY seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya diatas.
Apakah Agus akan rugi keluar dari militer ? Jawabannya tidak rugi, dengan catatan jatah wajib sebagai ketua umum partai Demokrat kedepan.
Selama dimiliter dengan pangkat Mayor Infantri tentu posisi Agus hanya terbatas membawahi beberapa pleton pasukan. Sedangkan sebagai bawahan, Agus memiliki atasan berupa para Jenderal, Jenderal bintang satu sampai dengan jenderal bintang empat. Untuk kenaikkan pangkat butuh waktu beberapa tahun apalagi mencapai bintang empat butuh proses bertahun-tahun.
Beda seandainya Agus sebagai ketua umum partai Demokrat, jabatan tertinggi yang tidak punya atasan. Ketua umum partai hampir setara jenderal bintang empat, Agus bisa membawahi jutaan kader Demokrat seluruh Indonesia, bahkan setiap ada kegiatan partai di daerah justru akan dikawal beberapa aparat hukum setingkat Mayor Infantri.
Untuk memulai langkah tersebut, maka dimulai dari Cagub DKI Jakarta sebagai awal perkenalan dan dikenal sebagai politikus. Lebih bersukur jika kelak terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta 2017 akan menambah kepercayaan diri dan merasa sangat layak sebagai ketua umum partai Demokrat.
Jadi, Sebagai batu loncatan Pilgub DKI Jakarta, sangat wajar Agus keluar dari militer kemudian masuk ke partai dengan garansi menjadi ketua umum partai Demokrat.
Kedua, Setelah rezim pemerintahan SBY berakhir, maka berganti rezim pemerintahan Jokowi. Pemerintahan Jokowi adalah Rezim lawan politik SBY berkaitan dengan posisi Agus dalam karir militer akan mengalami stagnan. Peluang meraih kenaikkan pangkat dengan beberapa lompatan akan mengalami hambatan.
Rezim pemerintahan SBY akan memudahkan langkah Agus dimiliter untuk meraih jabatan, pangkat secara instan tidak sulit. Beda di rezim pemerintahan Jokowi, apakah langkah Agus dimiliter semulus rezim SBY ?
Jika Agus bertahan maka dipastikan karir militernya akan berjalan stagnan selama rezim pemerintahan SBY tidak berkuasa, apalagi peluang Jokowi akan terpilih lagi jika dicalonkan lagi menjadi calon Presiden tahun 2019-2024 maka selama 10 tahun Agus dibawahi oleh rezim lawan politik SBY.
Jika berlanjut tahun 2024-2029 masih dipegang bukan rezim SBY selama lima tahun maka menambah panjang waktu Agus kesulitan meraih mimpi Jenderal Bintang Empat.
Tentu nasib Agus tidak akan sama seperti nasib Kapolri Timoer Pradopo semasa SBY berkuasa yang bisa menaikkan satu bintang dengan waktu yang sesingkat-singkatnya dan begitu juga yang terjadi pada Kapolri Tito Karnavian yang bisa meraih dua bintang dalam kurun waktu sekitar satu tahun di zaman Presiden Jokowi.
Ini menjadi pertimbangan kuat Agus tidak mau bertahan dimiliter karena rezim berbeda, pertimbangannya akan sulit meraih Jenderal bintang empat yang dicita-citakan ayahanda SBY. Jangankan bintang empat, bintang dua mungkin sulit terwujud sehingga lebih baik banting stir menjadi politisi.
Salam Bintang Tujuh…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H