Artinya, PDIP mesti melakukan komunikasi politik atau lobi politik ke Partai Nasdem, Hanura dan Golkar agar Djarot bisa disandingkan dengan Ahok.
Apakah PDIP akan melakukan itu ? Jika PDIP menjaga gengsi maka tidak akan pernah terjadi komunikasi politik dengan tiga partai pendukung Ahok.
Seandainya PDIP menjalin komunikasi dengan partai Nasdem, Hanura dan Golkar dengan menyodorkan opsi pertama maka partai NHG melakukan peran “menggantung” PDIP dengan alasan “kami pertimbangkan opsi tersebut” sambil berjalan waktu hingga injury time pendaftaran calon di KPU.
Opsi pertama adalah opsi yg sulit terwujud, opsi yang tidak ada manfaat buat Partai NHG kecuali menolak opsi pertama tersebut, dikarenakan partai NHG :
- Memiliki beberapa kader yang potensial melebihi Djarot untuk mendampingi Ahok,
- Tiga partai yang pertama mengusung Ahok.
Partai NHG akan melihat untung-rugi jika PDIP datang membawa Djarot sebagai pendamping Ahok, apalagi Golkar pendukung Ahok adalah partai senior yang berpengalaman akan menilai tidak ada untungnya mendukung opsi pertama,jika didukung justru PDIP yang diuntungkan minimal jatah wakil Gubernur. Kecuali PDIP datang tidak membawa Djarot hanya sebatas mendukung pasti akan disambut suka cita partai NHG.
Ini yang tercantum judul diatas opsi “Congkak”, Opsi pertama PDIP yang tidak tahu diri, seolah-olah sebagai penentu arah, Anak gaul zaman sekarang bilang ke ge e ran=Ge Er "Gede Rasa".
Jadi, penentu arah Calon Gubernur DKI bukan dari PDIP tetapi ada ditangan Ahok dan Partai pendukungnya (Nasdem,Hanura,Golkar).
Dengan tidak didukung PDIP apakah Ahok takut ? Ahok tidak khawatir berhadapan dengan siapapun calonnya, yang dikhawatirkan adalah terjadi penyelewengan anggaran APBD DKI yang mencapai puluhan triliun.
Risma sekalipun datang ke Jakarta mencalonkan diri tentu tidak ada masalah buat Ahok. Walaupun harus kalah, Dia telah menanamkan pondasi kuat bersama pendahulunya (Jokowi) untuk masyarakat DKI Jakarta dengan program-program yang belum ada sebelumnya, dan sejarah akan mencatat serta akan dikenang ada sosok yang mampu mengubah mindset tersebut.
Risma diusung tidak menjamin akan menang maka pergolakkan internal akan terjadi, Wisnu Sakti Buana CS (musuh dalam selimut Risma) akan bahagia dan tumpengan, Wisnu bisa menggantikan Risma menjadi Walikota Surabaya yang tidak jelas track recordnya. Djarot Cs merana karena telah dilangkahi yuniornya di wilayah kekuasaannya (DKI). Djarot bergumam “inilah resiko jadi petugas partai penurut, janc*k!”. Risma ternyata kalah, semakin menambah penderitaan Djarot “gue udah dilangkahi, kalah lagi, aduhh biungggg…piye-piye nasib kuwiii….”
Jadi, Tiga Opsi dari PDIP terutama opsi “Congkak” pertama yang mewakili opsi dua dan tiga sebatas manuver politik untuk memancing kedatangan Ahok ke kandang Banteng untuk memelas kembali bersama Djarot dan menutupi kegalauannya akibat “pinangan Ahok terhadap Djarot ditolak “ dahulu.