Mohon tunggu...
wara katumba
wara katumba Mohon Tunggu... pengusaha -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

POLITIK LU TU PENGADU (POLITIKus LUcu TUkang PENGAngguran berDUit)

Selanjutnya

Tutup

Politik

[3 in 1 Dihapus] Langkah-langkah Menggantikan Peraturan Semu yang Diakal-akali

4 April 2016   10:23 Diperbarui: 4 April 2016   11:30 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak awal berlakunya 3 in 1 sebenarnya sempat berjalan efektif, bagaimana salah satu cara untuk mengalihkan jalur tertentu ke jalur yang lain sehingga dapat mengurai kemacetan. Ada kemudahan setiap melewati jalur tersebut, pemilik kendaraan bisa menemukan penumpang yang sesungguhnya.

Namun seiring berjalannya waktu tidak tahu siapa yang memulai tetapi yang jelas pemilik kendaraan roda empatlah yang memotori lahirnya joki 3 in 1, karena sulit menemukan penumpang non joki akhirnya yang terjadi setiap titik jalur ada para joki yang sudah stand by. Jadi apa yang dihasilkan sama sekali tidak ada unsur mengurangi kemacetan justru yang berhasil adalah kita menjalankan peraturan yang diakal-akali agar tidak melanggar hukum. Saat pemilik mobil membawa joki 3 in 1 sampai diluar jalur 3 in 1 akan diturunkan kemudian sang joki akan kembali lagi ke tempat semula, artinya peraturan 3 in 1 adalah peraturan semu.

Disisi lain 3 in 1 betul menciptakan pekerjaan buat si joki, namun efek sosialnya adalah bagaimana orang dari luar daerah atau luar negeri kebetulan Melintas melihat banyak ibu-ibu sambil membawa anak kecil sambil melambaikan tangannya menimbulkan pemandangan yang kurang sedap dipandang mata apalagi berpakaian lusuh, memberi kesan yang kurang baik.

Hal-hal seperti ini tidak hanya tanggung jawab eksekutif tetapi legislatif/DPRD harus ikut bertanggung jawab terhadap daerahnya. Cerminan suatu daerah berhasil, tidak hanya melihat dari keberhasilan eksekutif tetapi legislatif juga. DPRD itu bukannya ikut membantu berpikir dan memberi masukkan justru yang terjadi malah ikut menghambat dan mengkritisi terus-menerus terutama soal macet dan banjir disetiap ada momen tertentu saja. Selama setahun UU yang dihasilkan buruk sekali, kalau berkaitan dengan kepentingan pribadi atau kelompok cepat sekali, sekejap langsung bikin panja, pansus, RDP, interpelasi dan ujungnya UU pemakjulan. Jangan hanya alasan klasik tiga fungsi (legislasi, bugeting, pengawasan) yang diumbar, terbukti melakukan fungsi ke empat oleh ketua komisi D DPRD DKI M.Sanusi terima suap.

Kembali ke 3 in 1 apakah layak dihapus? Tentu jawabannya layak dihapus sesuai ulasan sedikit di atas "menjalankan peraturan yang diakal-akali". Dihapusnya 3 in 1 penulis coba memberi sedikit langkah-langkah:

PERTAMA, Perbaikan transportasi yang sering kita dengar, namun penulis menyorot soal lambannya soal pengadaan bus dan tarif.

Pengadaan bus yang dilakukan Pemprov DKI disebabkan karena birokrasi yang berbelit dan lamban sama sekali tidak mendapat perhatian dari DPRD, seharusnya DPRD DKI ikut membantu memberi solusi bagaimana memangkas birokrasi yang berbelit-belit dalam bentuk UU sehingga dari pihak eksekutif tidak ragu untuk menerapkannya, yang terjadi selama ini adalah jebakan batman seperti yang terjadi kasus transjakarta, dari pihak DPRD bertubi-tubi menyerang Kepala Daerahnya.

Soal tarif eksekutif harus mampu kalkulasi antara naik kendaraan pribadi maupun kendaraan transportasi. Jangan sampai naik transportasi lebih mahal daripada kendaraan pribadi, ini salah satu alasan orang lebih baik naik kendaraan pribadi daripada kendaraan transportasi. Jadi ini tugas Pemprov DKI Melakukan kalkulasi antara angkutan umum dengan kendaraan pribadi.

KEDUA, Meningkatkan kerjasama angkutan umum antar kota penyangga, terlihat belum berjalan lancar dan efektif dari angkutan umum. Banyak kendaraan-kendaraan pribadi dari kota penyangga yang masuk ke Jakarta membuktikan koneksi jalur antar kota yang banyak dan menguras biaya dari pada mobil pribadi. Selama ini tidak terlihat ada kerjasama yang signifikan dari antar kota.

KETIGA, Menggalakkan lagi berangkat kerja menggunakan sepeda yang sebelumnya pernah dilakukan pada hari Jumat terutama oleh PNS. Namun kalau bisa tidak hanya untuk PNS tetapi berlaku juga buat karyawan swasta. Untuk memotivasi Pemprov bisa bekerja sama dengan perusahaan swasta dengan memberi reward dan punishment. Disamping itu perusahaan swasta atau Pemprov harus bisa menyiapkan angkutan umum yang bisa mengangkut sepeda. Contoh jika kita berangkat menuju halte atau terminal dengan jarak tempuh dari rumah sekitar 3 kilo sambil mengayuh sepeda maka kita tidak perlu titip akan tetapi bisa diangkut sepedanya dengan angkutan umum dari halte/terminal sampai di tempat kerja, jika jarak halte ke tempat kerja jauh juga kita langsung menggunakan sepeda yang kita bawa jadi sangat praktis.

Khusus perusahaan bisa mengubah jam kerja yang tidak bertabrakkan dengan jam sibuk lain terutama mengubah jam kerja shift-shiftpan.

Tentunya yang pasti Pemprov DKI harus mampu memetakan dari arah dan ke tujuan tempat kerja atau perusahaan. Dan yang terpenting Pemprov menantang birokrasinya dan perusahaan swasta serta perusahaan lain sebagainya untuk menerapkan kerja naik sepeda atau antar jemput dengan imbalan reward dan punishment.

3 in 1 ibarat satu martabak manis dengan 3 rasa, tetapi hanya satu rasa yaitu si joki. Jadi layak sekali 3 in 1 dihapus karena menjalankan peraturan semu yang diakal-akali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun