Mohon tunggu...
NUR MUHAEMIN NGKAAPO.
NUR MUHAEMIN NGKAAPO. Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS PARUH WAKTU

PENULIS PARUH WAKTU

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dan Kesibukan pun Makin Akrab

30 Maret 2022   17:55 Diperbarui: 30 Maret 2022   18:46 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam komunikasi, tidak setiap saat kita  akan baik-baik saja. Kita adalah luka bagi orang lain, sebagaimana orang lain adalah luka bagi kita. Betul kata pepatah, diam itu emas. Coba liat dalam kehidupan sehari-hari, orang yang paling cool adalah mereka yang paling jarang menyapa baik itu dichat atau di tempat dunia maya yang lain.

Ditambah lagi kesibukan tinggi yang kita semua miliki, melihat seseorang yang rajin menyapa atau rajin posting di medsos  adalah hal yang aneh, seolah-olah mereka memiliki begitu banyak waktu yang tidak terpakai, dan membuat orang  enggan untuk membaca atau sekedar  mereply postingan tersebut. Akan tetapi menemukan orang yang begitu boros meluangkan waktu memberi penjelasan akan sesuatu juga tidak mudah. Zaman ini adalah zaman untuk sekedar menjawab , OK, butuh dua hari agar waktu kita tidak habis sia-sia. 

Itu untuk mereka yang hidup dikota. Saya yang kemudian tiba-tiba terpental hidup dikampung menemukan bahwa tradisi orang kampung masih suka ngobrol-ngobrol sekedar menanyakan kemana saja tidak kelihatan seharian? Paradox memang, namun demikanlah hidup. Tinggal kita yang memilih skala prioritas dan menyesuaikan diri. Dikampung kita membuang-buang waktu adalah dianggap ramah , dikota dianggap kurang kerjaan dan mungkin tidak punya hal penting yang harus diurusi. 

Bermasyarakat diera digital memang harus cerdas agar kita bisa upgrade diri dan tentu saja tidak merugikan orang lain. Saya kemudian teringat buku best seller “Bicara Itu Ada Seninya” dan memang kita harus bisa menyesuaikan diri dan dengan pada siapa kita berhadapan. Saat ini saya tinggal di kampung,  harus bisa berhadapan dengan kebiasaan dikunjungi oleh tetangga yang sekedar mengobrol untuk hal remeh temeh.

Jika kemudian berhadapan dengan orang kota maka saya harus bisa mengkalkulasi menit-menit yang dimiliki  seseorang jika hendak berkomunikasi.  Menjadi manusia bijak adalah kuncinya. Menyadari faktor geografis diamana berada bisa memperkecil kesalahpahaman. Menjadi orang kota atau orang kampung tergantung kebutuhan masing-masing dari kita. 

Supaya berguna ketika ada dikampung, saya sudah punya program membuka cakrawala guru-guru di daerah  yang juga susah  sinyal tersebut. Mereka begitu tertinggal dengan info yang up to date di dunia pendidikan. Saya menulis buku, dan ada penerbit lokal yang sangat antusias mau menerbitkan. Buku itu saya lihat bahkan belum ada di indonesia.

Buku yang membahas tentang tes PISA secara lengkap yang mana PISA ini sangat  didewa-dewakan oleh pengambil kebijakan pendidikan di negara ini. Saya akan membedah, mengadakan seminar dan workshop agar mereka terbiasa dengan istilah -istilah di PISA, antara lain, disrupsi, era 4.0, masyarakat 5.0 , metaverse dll. Dengan demikian mereka juga bisa menyamai pemahaman guru-guru di belahan dunia lain yang sudah maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun