Selama ini, peternak didorong memproduksi susu sebanyak-banyaknya, kini harus gigit jari karena susunya ditolak pabrik. Mulanya, PT NSP menyetorkan susu ke suatu pabrik di Jawa Barat seperti biasa. Namun, saat tiba dikatakan kuota penerimaan pabrik dikurangi. Akibatnya, PT NSP memilih membuang susu karena sudah lewat masa layak konsumsi.Â
Usia susu tidak panjang, yakni tidak boleh lebih dari 24 jam di bawah 4 derajat Celcius. Di luar itu, susu akan rusak dan tak layak konsumsi. Jika diberikan pada masyarakat berisiko. Dibawa balik ke Pasuruan juga rugi di ongkos dan susu makin rusak.
Abednego Wahyu Adi, Manajer PT NSP berujar, alasan susu mereka ditolak karena perbaikan mesin. Namun, tidak ada pemberitahuan sedangkan mereka sudah terlanjur membawa susu ke pabrik. Selama ini mereka memasok susu ke pabrik 70 ton/hari. Sejak akhir September 2024, kuota penerimaan di pabrik dikurangi menjadi 40 ton/hari. Sisanya, 30 ton susu tertolak dan dibuang. Dengan adanya pembatasan ini, penerimaan susu dari peternak dan pengepul juga dibatasi. Peternak pun dirugikan.
Penolakan susu yang disetor juga dialami Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan, Pasuruan. Mereka biasa menyetorkan hingga 100 ton susu per hari. Namun, sejak akhir September 2024 hingga 10/11/2024 Industri Pengolahan Susu membatasi pembelian. Akibatnya, 80 ton susu belum disetorkan.
Rangkuman Kompas pada 2023, tingkat konsumsi nasional berdasarkan data BPS masih rendah, yakni kurang dari 17 kg/kapita/tahun.Â
Prabowo dalam kampanye pencalonan presiden pernah menjanjikan akan memperjuangkan kedaulatan pangan RI. Ini momen yang tepat bagi Prabowo untuk menunjukkan baktinya bagi Bumi Pertiwi melalui para peternak. Semoga Pak Prabowo ingat. Dukungan pada para peternak dan petani sangat dibutuhkan agar mereka terlepas dari "jajahan" impor.
Prabowo merancang makan siang dan susu gratis bagi siswa. Jika masyarakat Indonesia mengonsumsi minimal 30 kg/kapita/tahun, kebutuhan susu nasional bakal melonjak dua kali lipat. Ini harusnya menjadi momentum kejayaan peternak sapi perah.
Ironisnya, kebutuhan susu 17 kg/kapita, Indonesia masih mengimpor susu. Dalam jumlah ini pun, Indonesia masih kekurangan susu, tapi produksi peternak malah ditolak, impor terus berjalan.
Ini ada kebijakan yang cacat. Ada produksi di dalam negeri, tapi malah mengimpor. Impor semacam ini tidak menguntungkan sedikitpun bagi masyarakat.Â
Menurut Kemenko, masuknya susu impor dipicu negara-negara pengekspor memanfaatkan perdagangan bebas yang menghapuskan bea masuk produk susu. Akibatnya, produk mereka 5% lebih rendah dari harga global. Makin parah, pelaku industri pengolahan susu mengimpor susu skim/bubuk.