Kebanan (ban bocor) adalah kejadian paling menyebalkan. Apalagi kalau sedang terburu-buru, jauh dari tempat tambal, hujan, tidak membawa uang pula. Apes berlipat ganda.Â
Tapi, selalu ada hikmah di balik musibah. Demikian kata pepatah.
Selama tujuh tahun ini, aku terlanjur nyaman dengan motor matic (metik). Meski banyak yang bilang, motor metik adalah untuk kaum perempuan. Nyatanya, banyak juga perempuan yang mengendarai motor kopling, bahkan moge (motor gede). Di era modern seperti sekarang, pemakaian jenis kendaraan tidak bisa dibatasi dengan gender.Â
Aku punya alasan sendiri, kenapa memakai motor metik. Pertama, nyaman, tidak harus oper gigi. Kedua, Pijakan kaki luas, dan tertutup dari depan, kalau lewat kubangan air kaki tidak langsung kena. Pijakan kaki yang luas juga memudahkan saat membawa banyak barang. Ketiga, bagasinya cukup luas, bisa memuat lebih banyak barang. Keempat, ban tubeless yang lebih tahan pemakaian dan jarang bocor. Selama memakai motor metik, aku belum pernah sekalipun kebanan. Istriku, dua kali kebanan, hehe.
Meski banyak kelebihan, motor metik tentu punya kekurangan. (Manusia saja punya kekurangan, apalagi motor.) Di antaranya lebih boros BBM, suku cadang harus lebih sering diganti dan harganya mahal. Jika sering dipakai di jalanan menanjak akan lebih cepat aus suku cadangnya (kata mekanik, roller-nya). Over all, aku dan istri lebih banyak dimudahkan kegiatannya dengan memakai motor metik.Â
Bulan lalu, kami dikaruniai sebuah motor untuk mendukung mobilitas istri yang makin tinggi. Itu pun beli dari uang pinjaman. Dengan bermacam pertimbangan, kami membeli motor seken yang pakai gigi, dengan kapasitas mesin yang lebih besar. Metik akan dipakai istri, motor giginya aku yang memakai ke kantor tiap hari.
Memutar kenangan zaman mahasiswa dulu, aku sering mendapat masalah dengan motor gigi milik Bapak. Kalau tidak mesin ngadat, ya ban bocor. Dengan kembali mengendarai motor bebek, aku "reuni" dengan kebanan. Nasib...
Kamis siang, aku izin ke bank untuk mengurus dokumen. Hari itu ada pelaksanaan ANBK kelas 5, sehingga kelas lain belajar di rumah, mengerjakan  tugas terstruktur. Setelah mencicil tugas administrasi, aku pun meluncur ke bank. Baru kunyalakan motor, masuk gigi 1, ada yang aneh. Motorku terasa goyang. Gempa? Bukan.
Ban depan motor bocor. Pantas, tadi pagi aku berangkat terasa ban depan terasa oleng. Kurang angin, pikirku. Ternyata bocor. Aku pergi menjelang jam istirahat. Khawatir petugas bank terburu istirahat, aku nekat mengendarai motor dengan ban bocor. Syukur jarak kantorku ke bank dekat.
Selesai urusan di bank, aku melesat mencari tempat tambal ban. Seingatku, tak jauh dari bank ada tukang tambal ban. Sambil ingin mengeluh di tengah terik matahari, aku justru mendapat hikmah dari penambal ban, seorang lelaki lansia, kira-kira seumuran kakekku.