1) Belajar bersyukur
Hidup yang terlalu nyaman, membuat kita tidak peka. Sudah nyaman, ingin yang lebih nyaman lagi. Sudah enak, ingin yang lebih enak. Jadi kurang bersyukur. Padahal, ada di luar sana banyak orang yang hidup jauh dari kondisi nyaman. Berjuang sekedar untuk kebutuhan makan harian.
Aku kebanan tidak setiap hari. Tidak pernah dengan motor metik malahan. Sedangkan Bapak penambal ban dan profesi lain yang tak berpenghasilan tetap akan nelangsa kalau tidak ada satu pun pelanggan yang mampir. (Pernah heboh di berita, tukang tambal ban jahat yang tega menebar paku supaya ban orang bocor, lalu menambal di tempatnya. Entah saking sepinya, dan mereka butuh makan. Tidak berarti tindakan itu benar ya!)
2) Menjadi nafkah untuk orang lain
Kalau bisa, aku tambal sendiri ban motorku. Biar tidak keluar biaya. Itu prinsip bapakku, hehe. Istriku pernah menambal ban, biayanya Rp15.000/lubang. Kalau lubang lebih dari satu, tinggal dikalikan. Dengan biaya itu, berapalah untung Bapaknya, paling cuma Rp5.000.
Bagiku, uang segitu tetap berharga. Apalagi kalau harus ganti ban dalam baru seharga Rp50.000. Kan jadi pengeluaran lebih.
Aku habis gajian les, sudah ada peruntukan yang lain. Berat rasanya harus membayar. Tapi kalau tak diganti, ya aku sendiri yang kesusahan. Kalau beli sendiri di bengkel, pasti lebih murah! Namun, dengan membeli di tempat Bapaknya bisa sedikit menambah nafkahnya.Â
3) Hidup tak selalu mulus, tapi harus jalan terus
Teman kerjaku bercerita, ia sering kebanan dengan motor gigi serupa dengan yang aku pakai. Pas berangkat ke kantor pula, alhasil ia terlambat. Aku masih agak mending, kebanan di jam longgar, pas tidak mengajar murid.
Perjalanan ke tempat kerja pun tak selalu mulus, tapi harus jalan terus. Meski penuh hambatan (termasuk pengeluaran) ya hidup harus lanjut terus. Kerja lagi, semangat cari cuan lagi! Ingat, di luar sana banyak yang lebih membutuhkan loh! --KRAISWANÂ