Alih-alih menghakimi seperti orang pada umumnya, Yesus menyatakan kasih. Misalnya, dalam kasus orang lumpuh yang digotong empat orang temannya sampai membongkar atap rumah. Yesus melihat iman mereka, dan mengampuni dosa orang lumpuh itu. (Lumpuhnya orang itu bukan karena dosa. Semua orang telah berdosa.) Setelah itu, barulah Yesus menyembuhkannya dengan memintanya mengangkat tikarnya. Ia percaya, dan sembuh.
Yesus melihat orang lumpuh lain di serambi Bait Allah. Orang itu lumpuh selama 38 tahun! Yesus tahu bahwa orang itu telah berada di sana untuk waktu sangat lama. Yesus bertanya, "Maukah engkau sembuh?", untuk menguji imannya. Yesus pun memintanya mengangkat tikar, dan berjalan. Ia percaya, dan sembuh.Â
Mengasihi penyandang disabilitasÂ
Dari uraian di atas, marilah kita belajar untuk mengasihi penyandang disabilitas alih-alih menghakimi. Mereka tidak memilih menjadi difabel, dan tidak bisa mengubah keadaannya. Tapi, kita bisa mengubah cara memperlakukan mereka.
Kasihi dan terima mereka. Berikan mereka ruang untuk berekspresi atau berkarya. Meski memiliki keterbatasan, mereka layak mendapat kesempatan. Tak perlu mengasihani mereka, namun perlakukan mereka seperti orang normal. Jika ada kesulitan, kita bantu.
Di sekitarku ada anak disabilitas. Ia kesulitan berbicara. Oleh para warga, ia sering di-bully dan dijadikan lelucon. (Waktu itu aku diam, tidak ikut mem-bully, dan tidak berani membela.) Namun, aku ingin berbuat sesuatu. Sebagai aplikasi bulan Keluarga, aku dan istri membelikannya jersey bola, meski harganya murah. Sebab, aku sering melihat ia memakai singlet meski malam-malam. Semoga bingkisan kecil ini berarti bagi anak itu. --KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H