Enam belas. Jika diibaratkan umur seseorang, angka ini sudah hampir dua dekade. Selangkah lagi menuju dewasa.
Di setiap momen ulang tahun, biasanya ada perayaan. Di usianya yang ke-16, Kompasiana merayakan dengan mengundang seluruh keluarganya untuk menulis kenangan, refleksi, maupun harapan.Â
Sebagai penulis pemula, aku masih perlu banyak belajar. Dari yang bingung mau menulis apa, judulnya apa, tata penulisannya sudah betul atau belum, ada yang membaca atau tidak; tapi di sinilah aku. Tetap menulis.
Itu karena Kompasiana bukan hanya Beyond Blogging, namun juga menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi oleh kaum pemikir, perasa, pemerhati, sampai rakyat jelata yang menggeluti aksara. Buka gadget-mu, mulailah mengetik satu kata. Mari mengudara di semesta bahasa. Berikut ini tiga momen paling epik yang aku alami di Kompasiana.
1) Pertama kali artikel utama
Menulis itu berat. Berat untuk memulai, berat untuk tetap konsisten, dan lebih berat lagi kalau tidak ada rasa, hasyah! Bergabung sejak 2016, aku menghilang selama 2017-2019. Ke mana? Ke dimensi lain. Tapi mulai roh menulisnya kembali pada 2019, di masa pandemi, hingga sekarang.
Sebelum menemukan chemistry, aku cuek saja. Menulis kalau lagi pengen, atau lagi ingat. Setelah masuk server, aku makin rajin menulis. Siapa sangka, bulan Maret 2020 (di masa pandemi), satu artikelku diangkat menjadi artikel utama (di sini). Mantab!
2) Penulis favorit
Bak pecinta musik, pasti punya artis/ grup band favorit. Demikian pun penulis. Salah satu penulis favoritku adalah Mas David Abdullah (di sini).Â