Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Latih Mental Anak, Ajak Trekking ke Air Terjun

24 September 2024   13:22 Diperbarui: 27 September 2024   14:09 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Baru jalan sebentar, sudah minta digendong | dokumentasi pribadi

Air terjun, taman kota, danau, dan gunung adalah tempat favorit kami, kaum naturalis. Saat liburan atau weekend, kami usahakan mengajak anak ke tempat-tempat tersebut.

Dari survei, prewed, sampai ajak anak

Saat pacaran, kami biasa mengunjungi wisata alam dibanding mal, air terjun salah satunya. Suara gemericik air di sungai, kicau burung di pepopohan, dan udara sejuk nan segar mengingatkan betapa limpah kebaikan Tuhan. Megah dan indah alam ciptaanNya. 

Terkagum dengan ciptaan Tuhan, kami mendambakan suatu saat ingin prewed di air terjun (baru survei). Dan terjawab. Meski di masa pandemi pertengahan 2020, pacarku bisa izin dari kantornya untuk sesi prewed. Kameranya pinjam adik, fotografernya adik ipar. Kurang apa berkat Tuhan?

Setelah punya anak, kami kembali ke air terjun ini untuk mengenang masa pacaran. Anak berusia hampir tiga tahun, kami coba mengajaknya trekking ke sana. Sanggupkah anak kami berjalan?

Minta digendong

Biasanya, anak kami antusias kalau diajak ke tempat baru. Apalagi kalau ada mainan, perosotan atau wahana lainnya. Di lingkungan alam ia juga tertarik melihat pepohonan, air sungai, dan hewan-hewan.

Selepas membayar tiket, anak kami sangat berjalan di jalan beton. Meski menanjak, gas! Pakai lompat segala.

Tiga menit kemudian.... "Papa, aku mau digendong." Alamak!

Baru jalan sebentar, sudah minta digendong | dokumentasi pribadi
Baru jalan sebentar, sudah minta digendong | dokumentasi pribadi

Ingin menyerah

Dulu waktu pertama kali mengajak anak kemah (di kafe daerah perbukitan), ingin juga mengajak anak kemah di Gunung Andong. Lha ini baru trekking ke air terjun pun sudah minta digendong. Ingin menyerah rasanya.

"Ayo, gendong Papa" seru istriku memberi semangat. Si anak sudah makin banyak bobotnya. Menggendong sampai ke air terjun bisa encok, nih!

Melatih mental

Sebenarnya, selain demi menikmati keindahan air terjun, trekking ini demi melatih mental. Ya mental anakku, ya mental kami sebagai orangtua.

Daripada menonton Youtube seharian, mengajaknya trekking di alam bisa menyalurkan energinya, bisa mengeksplor hal-hal di sekitar, berikut merangsang imajinasinya saat menyentuh air, tanah, batu, dan pohon.

Berinteraksi dengan pohon, air, dan batu | dokumentasi pribadi
Berinteraksi dengan pohon, air, dan batu | dokumentasi pribadi

Bagi orangtua, sikap mudah menyerah jika harus menggendong anak adalah tanda pesimis. Cemen. Namun, selagi masih ada tenaga dan kaki untuk melangkah, gas ajalah! Aku gendong anakku di pundak, satu demi satu langkah menaiki anak tangga, berat tapi terus melangkah. Capek, istirahat sebentar. Lanjut lagi. Jika jalan rata, kami dorong anak berjalan kaki, "Nanti bisa main air di sana!" 

Perjuangan memberi hasil

Syukurnya, aku dan istri tidak menyerah. Anak kami mengeluh tapi tidak tantrum. Ia tetap mau berjalan, sesekali digandeng mamanya. Setelah berjalan sekitar 20 menit, kami menepi di salah satu tepi sungai yang aliran airnya tenang. Anak kami "berenang" (baca: berendam), sambil kami sarapan. Karena harus berangkat pagi, istri memasak dan membungkus untuk bekal.

Sekitar 20 menit, kami selesai sarapan dan mau melanjutkan perjalanan. Tapi seperti biasa, si bayi susah diajak keluar dari air. Ia maunya mainan air. Padahal hari makin siang. Kami tidak ingin pulang kesorean.

Kami melanjutkan perjalanan dengan banyak drama. Si bayi harus dipaksa diangkat dari air. Baru jalan sebentar, sudah minta digendong lagi, apalagi saat jalan menanjak. Kami memotivasinya, nanti di atas sana ada air terjun besar, bisa bermain air lagi. Cara ini cukup efektif, anak kami mau lanjut berjalan. Meski kebanyakan harus aku gendong, tas ransel dibawa istriku.

Tiga puluh menit kemudian, setelah melewati "tanjakan maut" (tanjakannya betulan curam, pinggirnya jurang), lebar jalan makin sempit, banyak tebing batu, tanda lokasi air terjun sudah dekat.

Akhirnya, sampai di air terjun! Keren!

Demikian sorakku pada anak dan istri. Meski megap-megap menggendong si bayi, akhirnya sampai juga. Bagaimana nanti pulangnya? Itu urusan nanti. Kami menikmati pemandangan air terjun yang menakjubkan. Mendengar derasnya air terjun, anak kami sempat ketakutan.

Ekspresi saat tiba di air terjun | dokumentasi pribadi
Ekspresi saat tiba di air terjun | dokumentasi pribadi

Anak kami ajak berfoto di bawah air terjun. Sebagai kenangan bahwa ia pernah menjelajah alam di air terjun di usia batita. Satu kebanggan orangtua, bisa melatih mental anak agar memiliki jiwa naturalis. Bonusnya, si anak bisa bermain air sepuasnya. Dingin, tapi segar! --KRAISWAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun