Anda masih bingung? Sama. Mari seruput kopi.
Mengutip dari hukumonline.com, DPR, MA, dan MK adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD 1945. Kewenangan DPR diatur salah satunya di Pasal 20 ayat (1) UUD 1945: Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-undang. Sampai di sini jelas ya, DPR berwenang membuat Undang-undang.
Sedangkan MA dan MK diatur di Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.Â
Dalam menjalankan tugasnya, DPR harus memperhatikan materi muatan yang diatur dalam Undang-undang, salah satunya: tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi. MA adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan, yang dalam menjalankan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah maupun pengaruh-pengaruh lain. Salah satu kewenangan MA adalah menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang terhadap Undang-undang.
MA juga berwenang melakukan judicial review Pasal 31 ayat (2) UU 3/2009 menjelaskan bahwa MA menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan atas alasan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
MK adalah lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Salah satu wewenangnya yakni mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945.Â
Ringkasnya, DPR adalah positive legislatior (pembuat norma), sedangkan MA dan MK adalah negative legislator yakni lembaga yang menghapus norma atau pencabutan norma atau istilahnya judicial review. Meski begitu, MK juga mengambil peran legislatif sebagai pembentuk Undang-undang dengan membentuk norma-norma baru dalam putusannya.
Atas kasus yang ramai pada 21/8/2024, DPR harusnya mengacu pada putusan MK (Mahkamah Konstitusi), bukan putusan MA (Mahkamah Agung). Sebab, wewenang MA adalah menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang (aturan Pemilu salah satunya), maka putusan MA tidak berdampak pada kewajiban DPR untuk menindaklanjuti putusan tersebut untuk dijadikan Undang-undang.
Sebaliknya, putusan MK dalam menguji suatu Undang-undang terhadap UUD 1945 bersifat final dan mengikat. Putusan MK mengikat semua lembaga negara, termasuk DPR. DPR selaku pembuat Undang-undang harusnya terikat pada ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf d UU 12/2011 bahwa salah satu materi muatan undang-undang adalah tindak lanjut putusan MK.Â
Sampai di sini, semoga kita paham. Semoga DPR juga tahu diri, tidak seenak perut membuat Undang-undang, padahal salah prosedur. --KRAISWANÂ