Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Malam Tirakatan, Momen Hangat Kekeluargaan

20 Agustus 2024   20:56 Diperbarui: 21 Agustus 2024   16:16 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dawis pengisi acara (Dokumentasi pribadi)

Jika ada manusia yang paling loyo buat ikut malam tirakatan tujuhbelasan, akulah orangnya. Antik. Seluruh warga Nusantara memeringati hari kemerdekaan bangsa, malah aku mengisolasi diri.

Apa soal?

Menang lomba tidak. Tampil menari, pidato atau stand up tidak. Memberi sambutan pun tidak. Tidak ada hasrat yang mengharuskan aku datang, kecuali dapat rawon atau soto gratis. Tapi itu dulu, kala hidup seluas daun kelor.

Kini, cakrawala jiwa telah terbentang, dunia maya telah tersibak selebar-lebarnya. Aku telah bertobat, dan menjadi lebih baik. Tidak sepenuhnya introvert, tapi mulai tumbuh sisi ekstrovert.

Malam tirakatan diartikan momen untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Inilah saat untuk mendoakan mereka yang gugur dan berterima kasih atas pengorbanannya. Malam tirakatan juga menjadi waktu untuk introspeksi dan refleksi diri bagi masyarakat. (rri.co.id)

Sejak seminggu (bahkan ada yang awal Agustus), warga di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menggelar berbagai perlombaan. Dari yang mainstream pecah air, makan kerupuk, sampai yang unik seperti mancing, tiup tisu sampai mengisi air di botol, tapi matanya ditutup dengan botol sp*ite yang dipotong dan dicat hitam, hanya melihat dari mulut botol.

Lagu-lagu kemerdekaan dikumandangkan untuk membakar semangat. Inilah hari besar seluruh masyarakat Indonesia. Tak peduli apa status sosialnya, semua bergotong royong untuk menyambut hari kemerdekaan.

Malam tirakatan biasanya menutup rangkaian perayaan tujuhbelasan. Disempurnakan dengan upacara bendera di berbagai lembaga pemerintah, termasuk pendidikan. Di RT-ku, malam tirakatan juga berlangsung khidmat dan lancar. Aku dan istri dipercaya menjadi panitia. Aku sebagai sie acara, istri jadi sie konsumsi--sie yang biasanya paling repot dan sensitif.

Meski tak megah atau heboh, aku melihat malam tirakatan di tempatku menjadi momen hangat menjalin hubungan kekeluargaan dengan tetangga. Berikut ini yang menunjang momen kehangatan tersebut.

1) Disambut petugas dan snack

Menurut jadwal, acara dimulai jam 7 malam. Jam tujuh kurang, beberapa warga--khususnya anak-anak sudah berdatangan dan merapat ke panggung. Warga yang datang disambut among tamu, diberi nomor undian doorprize, diberi bendera plastik, dan dipersilahkan mengambil snack. Kacang-pisang godhok, putu ayu, kacang, minumnya jahe susu. Wenak tenan!

Para bocil pemenang lomba push bike (Dokumentasi pribadi)
Para bocil pemenang lomba push bike (Dokumentasi pribadi)

2) Menu spesial nasi bakar

Lain dari tahun-tahun sebelumnya, malam tirakatan kali ini menunya spesial. Bukan soto atau nasi gurih, melainkan nasi bakar. Di mana istimewanya? 

Tim konsumsi mengusung tema kucingan (nasi kucing). Nasi dibungkus daun pisang, dan dibakar. Lauknya banyak, dari sate telur, sate pentol, tahu bacem, mendoan, dan bakwan jagung. Disediakan kompor dan pemanggang untuk warga yang mau memanggang nasi maupun lauknya.

3) Banyak doorprize

Acara tujuhbelasan tak hidup tanpa doorprize. Bahkan, selain makan gratis, satu hal lain yang didamba tentunya doorprize. Jadi yang berhak mendapat hadiah tak hanya yang menang lomba. Dari kupon undian warga lain juga berkesempatan mendapat hadiah.

Photo booth keluarga (Dokumentasi pribadi/AP)
Photo booth keluarga (Dokumentasi pribadi/AP)

Ada warga yang menyumbang Rp 1 juta untuk tambahan doorprize. Maka sie hadiah menyiapkan barang yang sangat berguna, dari beras, setrika, mejikom sampai termos air minum. Mantab!

4) Pengisi acara kompak

Aku bersama sie acara menawarkan pada warga--anak-anak sampai dewasa--untuk memberikan isian acara. Boleh bernyanyi, berjoget, stand up, atau apa pun yang bisa menghibur warga.

Dawis pengisi acara (Dokumentasi pribadi)
Dawis pengisi acara (Dokumentasi pribadi)

Dua dawis menampilkan paduan suara dan tarian bernuansa Nusantara. Bapak-bapak grup jimpitan juga menyumbangkan "suara perunggu"-nya meski tanpa latihan. Anak-anak joget setiap ada musik mengalun. Meriah!

5) Lomba kostum terunik

Mengambil konsep bernuansa nusantara, sie acara membuat satu lomba saat malam tirakatan. Lomba kostum terunik kategori keluarga.

Seluruh warga antusias dalam lomba ini. Ada yang memakai kebaya, beskap Jawa, ikat kepala bulu khas Maluku, sampai bulang-gotong khas Batak. Aku dan istri memakai atribut adat Batak saat pernikahan kami, anak kami dililitkan ulos di badan, dan sortali di kepalanya.

Menang lomba kostum terunik (Dokumentasi pribadi/AP)
Menang lomba kostum terunik (Dokumentasi pribadi/AP)

Aku tak berambisi menang. Lebih penting, terlibat dan memeriahkan acara. Siapa sangka, saat diumumkan... "Pemenang kostum keluarga terunik adalah... (Jeng jeng jeng jeng....) Keluarga... Mas Kris!"

Woah! Setelah sekian kami ikut lomba kostum, baru kali ini menang. Puji Tuhan! Terima kasih dewan juri dan panitia.

Bukan menang atau tidak, bukan pula hadiah. Kehangatan dalam malam tirakatan diwujudkan dengan kebersamaan merenungkan perjuangan para pahlawan demi meraih kemerdekaan Indonesia. Kitalah yang harus mengisinya dengan karya, dan kerja.

MERDEKA!!! --KRAISWAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun