Beberapa hari lalu, waktu adikku memasak burger, anakku tak mau kalah. (Seperti pembuka di atas) Ia menumpahkan butiran garam ke sekeliling burger. Kalau sudah penuh garam begini, bagaimana mau membetulkan? Mau dicuci...?
Kami mendapat berkat speaker aktif murah dari tetangga. Kami biasa memutarkan lagu anak-anak maupun lagu Sekolah Minggu untuk diperdengarkan pada anak. Mulanya, anak kami merespons dengan sedikit-sedikit joget, tapi biasa saja. Terkini, ia sudah hafal beberapa lagu seperti Cilukba, Lima Ekor Sapi, Selamat Ulang Tahun dan Kingkong Badannya Besar.
Jika melihat aku bermain gitar, ia akan mengambil alih, bahkan menyetel senar seperti sudah pro. Ia bisa duduk di atas printer dan memukul satu sisinya bak main kajon. Ia pernah pegang biola tetangga, dan memintaku memegang pencedok sayur seperti main biola.
Emejing.
Melihat tingkahnya yang beranjak usia tiga tahun itu, mau jadi apa anak kami?
Jika sudah paham cita-cita, mungkin ia akan menjadi koki jika ditanya hari ini. Berganti jadi tukang (minimal arsitek lah!) esoknya. Dan menjadi pemain gendang minggu depan.
However, meniru adalah naluri alamiah anak. Bahkan itu satu hal yang normal. Tugas kita sebagai orang tua adalah mendampingi dan memfasilitasi.
Profesor Psikologi Terapan di New York University, Catherine Tamis-LeMonda, PhD menyebut bayi cenderung cepat bosan dengan mainannya, dan lebih tertarik dengan benda-benda di rumah.
Para bayi sebenarnya sedang meningkatkan pemahaman tentang diri dan lingkungannya. Membiarkan mereka bermain dengan benda-benda di rumah--sejauh benda itu aman--justru baik untuk tumbuh kembangnya.