Jogja selalu menyimpan pesona. Jika bukan budaya atau tempat wisata, kenangannya selalu memanggil untuk kembali. Entahkah kenangan bersama teman, atau mantan, heyahhh... Joko Pinurbo mengekspresikan istimewanya Jogja lewat puisi.
Jogja
terbuat dari rindu,
pulang dan
angkringan
Rindu/ kangen, itulah daya tarik Jogja, yang membuat alasan untuk selalu kembali. Anda belum pernah ke sini? Datanglah. Dijamin Anda akan dipaksa kembali.
***
Bakpia masuk di Indonesia sekitar 1950-an. (kompas.com mencatat, sejak 1930) Mulanya isian berupa daging, bukan rasa manis seperti yang kita kenal saat ini. Migran Cinalah yang membawa produk bapkia ini ke Indonesia. Mereka pun melakukan improvisasi, menyesuaikan dengan lidah orang Jogja yang identik dengan rasa manis. Ide awalnya, orang Cina ingin memakai kecap (rasanya manis). Kecap terbuat dari kedelai, masalahnya harus mengimpor. Ide lain, dipakai kacang hijau yang lebih mudah diolah.
Demikian dijelaskan Mas Arief, sales promotion dari Bakpia Juwara Satoe. Sejarah singkat ini diceritakan sembari kami menghadap adonan bakpia setengah jadi, hanskun, dan ring cetakan.
Pada suatu akhir pekan, aku menemani istriku kunjungan industri UMKM yang diadakan Komisi Dewasa di gerejaku. Tiga bulan lalu kami juga liburan ke Jogja bersama Mbah dan Opung.
Dalam kunjungan ini, pengurus menjadwalkan tiga destinasi yakni pabrik Bapkia Juwara Satoe, Jamu Dzakira, dan Obelix Village.
1) Bakpia Juwara Satoe
Kenapa merk bakpia memakai nomor? (Misalnya Bakpia 25, Bakpia 75, Bakpia 555 dan banyak lagi.) Mas Arif melanjutkan presentasinya. Angka tersebut adalah nomor rumah produksi. Saat ini sudah sangat banyak rumah produksi, untuk lebih mudah mengenalinya dipakailah nomor rumah.