Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Dari Bakpia dan Jamu, Kita Kangen Jogja

4 Juni 2024   15:02 Diperbarui: 5 Juni 2024   17:30 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nongki sekaligus lunch di Obelix Village | dokumentasi pribadi 

Jogja selalu menyimpan pesona. Jika bukan budaya atau tempat wisata, kenangannya selalu memanggil untuk kembali. Entahkah kenangan bersama teman, atau mantan, heyahhh... Joko Pinurbo mengekspresikan istimewanya Jogja lewat puisi.

Jogja
terbuat dari rindu,
pulang dan
angkringan

Rindu/ kangen, itulah daya tarik Jogja, yang membuat alasan untuk selalu kembali. Anda belum pernah ke sini? Datanglah. Dijamin Anda akan dipaksa kembali.

***

Bakpia masuk di Indonesia sekitar 1950-an. (kompas.com mencatat, sejak 1930) Mulanya isian berupa daging, bukan rasa manis seperti yang kita kenal saat ini. Migran Cinalah yang membawa produk bapkia ini ke Indonesia. Mereka pun melakukan improvisasi, menyesuaikan dengan lidah orang Jogja yang identik dengan rasa manis. Ide awalnya, orang Cina ingin memakai kecap (rasanya manis). Kecap terbuat dari kedelai, masalahnya harus mengimpor. Ide lain, dipakai kacang hijau yang lebih mudah diolah.

Demikian dijelaskan Mas Arief, sales promotion dari Bakpia Juwara Satoe. Sejarah singkat ini diceritakan sembari kami menghadap adonan bakpia setengah jadi, hanskun, dan ring cetakan.

Pada suatu akhir pekan, aku menemani istriku kunjungan industri UMKM yang diadakan Komisi Dewasa di gerejaku. Tiga bulan lalu kami juga liburan ke Jogja bersama Mbah dan Opung.

Pabrik bakpia Juwara Satoe | dokumentasi pribadi 
Pabrik bakpia Juwara Satoe | dokumentasi pribadi 

Dalam kunjungan ini, pengurus menjadwalkan tiga destinasi yakni pabrik Bapkia Juwara Satoe, Jamu Dzakira, dan Obelix Village.

1) Bakpia Juwara Satoe

Kenapa merk bakpia memakai nomor? (Misalnya Bakpia 25, Bakpia 75, Bakpia 555 dan banyak lagi.) Mas Arif melanjutkan presentasinya. Angka tersebut adalah nomor rumah produksi. Saat ini sudah sangat banyak rumah produksi, untuk lebih mudah mengenalinya dipakailah nomor rumah.

Cooking class Bakpia Juwara Satoe | dokumentasi pribadi 
Cooking class Bakpia Juwara Satoe | dokumentasi pribadi 

Bakpia Juwara Satoe, kenapa namanya berbeda? Mereka beradaptasi dengan zaman, melihat generasi milenial sebagai targetnya. Dus kemasannya dominan warga ungu, sesuai selera milenial.

Sama seperti namanya, mereka ingin menjadi juara satu. Proses produksinya memakai mesin, ini yang pertama di Jogja. Produk awalnya bakpia kering. Namun pada 2021, ada permintaan dari pelanggan akan bakpia basah.

Pabrik bakpia Juwara Satoe | dokumentasi pribadi 
Pabrik bakpia Juwara Satoe | dokumentasi pribadi 

"Satu box isi 15 pcs dijual hanya Rp20.000. Kenapa kami bisa menjual dengan harga sangat murah? Sedangkan produsen lain menjual dengan harga Rp30.000-Rp45.000/box?" mas Arif bertanya kepada peserta.

Mulanya ragu-ragu, atas dorongan istriku, sigap aku mengangkat tangan. Semangat seperti mahasiswa, kebetulan ada rombongan mahasiswa di gazebo sebelah.

"Produksi menggunakan mesin menghemat tenaga manusia, jadi bisa menghemat harga pokok produksi (HPP). Harga yang lebih murah juga akan membuat orang lebih tertarik untuk membeli, margin pasarnya lebih luas."

Mendapat hadiah setelah berhasil menjawab pertanyaan | dokumentasi pribadi 
Mendapat hadiah setelah berhasil menjawab pertanyaan | dokumentasi pribadi 

"Benar sekali, Mas! Mas dapat hadiah, tunggu ya sedang diambilkan." Aseek! Hadiahnya satu kotak bakpia.

Box kemasan berwarna ungu, representasi milenial | dokumentasi pribadi 
Box kemasan berwarna ungu, representasi milenial | dokumentasi pribadi 

Bakpia Juwara Satoe sudah punya belasan outlet, pemasaran juga dilakukkan secara online. Pabrik yang berdiri sejak 2018 ini telah memiliki tujuh mesin untuk tujuh varian rasa berbeda. Bulan depan akan menambah varian baru yakni matcha. Dalam sehari bisa memproduksi sampai 20.000/butir.

Mereka bisa bertahan melewati pandemi dengan mengandalkan digital marketing seperti Tiktok. Dalam sehari, mereka bisa menerima sampai 11 kelompok kunjungan.

Mengunjungi pabrik bakpia Juwara Satoe | dokumentasi pribadi 
Mengunjungi pabrik bakpia Juwara Satoe | dokumentasi pribadi 

2) Jamu Dzakira

Setelah puas berbelanja oleh-oleh, kami lanjut ke Joglo Bagi Asa, sebuah warung makan joglo di tengah sawah. Mengulik dari deksripsi di IG/bagiasanusantara, Joglo Bagi Asa adalah perusahaan sosial pemberdayaan lanjut usia dan yang tengah kehilangan asa dengan mengajak warga berbagi asa. Keren, memberdayakan lansia di sekitar untuk tetap berkarya.

Demonstrasi membuat jamu bersama Jamu Dzakira | dokumentasi pribadi 
Demonstrasi membuat jamu bersama Jamu Dzakira | dokumentasi pribadi 

Dari salah satu pelayan, disebutkan pemiliknya adalah seorang Bapak yang bekerja di hotel. Wah, sudah ada modal pengalaman dan dana pastinya. Di joglo ini kami makan siang dengan menu ayam bakar, telur dadar, dan sayur tempe bumbu lodeh, masih dengan sambal. Minumnya es teh. Mantab!

Antusias mencicip jamu | dokumentasi pribadi 
Antusias mencicip jamu | dokumentasi pribadi 

Kegiatan dilanjutkan demo membuat jamu bersama Jamu Dzakira. Saat ibunya menjelaskan, ada saja bapak-ibu peserta yang menggoda, sehingga siang hari yang panas terasa lebih sejuk. Ibunya senyum-senyum sambil meracik jamu kunyit asam dan beras kencur.

Bahan mentah dihidangkan, sedang sari bahan-bahannya sudah disiapkan dari rumah. Sebab harus menunggu dingin, supaya lebih efisien bagi peserta. Ibu ini menitipkan ke warung-warung, harganya sangat terjangkau Rp5.000/botol. Rasanya enak, strong taste-nya, tapi--seperti karakter orang Jawa--manis banget!

Momen makan siang difoto saat berdua | dokumentasi pribadi 
Momen makan siang difoto saat berdua | dokumentasi pribadi 

Istriku juga produsen jamu rumahan. Tapi ia mengaku senang bisa belajar dari produsen lain. Ada bahan tertentu yang dicampurkan ibu ini, dan membuat sensasi rasanya lebih segar. Ini yang selama ini tidak disadari istriku. Belajarlah sampai ke negeri Cina. 

3) Obelix Village

Destinasi terakhir kami adalah Obelix Village. Tahun lalu aku dan teman-teman kantor mengunjungi Obelix Hills, nampaknya pemiliknya sama. Dari tempat parkir, kami harus berjalan kaki sekitar 300 m di jalan setapak diantara sawah yang baru ditanami padi. Ada tiket masuk yang harus dibayar pengunjung, yang mana sudah diurus panitia.

Nongki sekaligus lunch di Obelix Village | dokumentasi pribadi 
Nongki sekaligus lunch di Obelix Village | dokumentasi pribadi 

Meskipun ada frasa "village" ini adalah tempat buatan, yang dulunya hamparan sawah. Merupakan kawasan resto dengan beberapa spot menarik layaknya di pedesaan.

Ada kebun mini, kolam, dan beberapa replika mainan tradisional berukuran besar. Meski begitu, desain gedungnya diberi sentuhan modern dengan mayoritas berwarna putih. 

Tari Gedruk Pengantin dari Magelang | dokumentasi pribadi
Tari Gedruk Pengantin dari Magelang | dokumentasi pribadi

Pas kami datang, ada tari Gedruk Pengantin, kami menonton dulu untuk durasi sekitar 15 menit. Ini kiat Obelix Village untuk melestarikan kebudayaan Indonesia.

Lalu kami mendengar renungan singkat sebelum menyantap makan malam, dan ditutup dengan berfoto di sekitar lokasi. Ada live music yang bisa memanjakan pengunjung.

Penutup

Tidak semua peserta adalah pelaku UMKM. Kunjungan ke Jogja ini juga tidak ke pantai--tempat populer kalau ke Jogja. Namun, dari bakpia dan jamu khususnya, kita bisa belajar cara bertahan di tengah gempuran era digital. Bakpia hadir sebelum Indonesia merdeka, tetap eksis hingga sekarang. 

Bakpia Juwara Satoe berani berinovasi dengan menyasar generasi milenial sebagai target. Jamu--minuman tradisional bersumber dari kekayaan rempah Indonesia--juga terus dikerjakan meski skala rumahan, dipasarkan di warung sekitar. Inovasi dan ketekunan untuk terus mengerjakan usaha adalah cara jitu untuk bertahan di tengah laju zaman. --KRAISWAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun