Tiga alasan orang enggan berolahraga: 1) Malas, 2) Tidak sempat, 3) Malas dan tidak sempat.
Olahraga itu kan perlu skill khusus, biayanya juga mahal. Sudah sibuk kerja, mana sempat olahraga. Tak ada budget buat olahraga. Padahal ada olahraga yang gratis-tis. Eh, yang bener...?
Iya, namanya lari atau joging. Siapa bilang gratis? Sepatu Rp 1 juta, jersey Rp300.000, tumbler Rp300.000, tas pinggang Rp250.000, topi Rp250.000. Dua juta lebih cuma buat outfit joging! Padahal, gajinya cuma Rp 1,9 juta.
Ga jadi olahraga aja deh. Sorry ye!
Aku adalah salah satu orang yang berlindung di balik tiga alasan di atas. Sampai suatu hari, aku mengalami kejadian yang tak disangka. Kemarin lusa, istriku ada pekerjaan di rumah Mbah. Ia pergi siang hari, mengajak anak serta. Aku "dipaksa" menyusul tapi harus joging dari rumah sampai ke tempat Mbah. Pulangnya baru bareng mereka.
Buset, pulang kerja disuruh joging...? Enak kali istriku kalau ngomong. Mana aku ada les jam 18.30 WIB. Meski begitu, entah bagaimana, aku menuruti usul kekasihku itu.
Masuk rumah, letakkan tas, ganti baju, minum, duduk sebentar. Aku merenung, bisa gak ya lari dari rumah ke tempat Mbah (kurang lebih 6 km)? Mana Mbah nitip barang belanjaan. Otomatis, aku harus membawa tas berisi muatan. Lha ini mau joging apa lari dari kenyataan?
Setelah mengunci rumah, dengan celana kolor aku memakai sepatu (sepatu kerja model sneaker, bukan sepatu khusus joging), tas punggung, dan topi (pemberian teman). Bisakah lari sejauh enam kilometer? Tak pernah latihan, tak punya outfit yang proper pula.
Sing penting yakin dan niat, demikian tekadku dalam diri.
Di tengah perjalanan, sesuatu berbicara lantang di kepalaku: Apa harus dipaksa agar mau olahraga?