Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Naik Kuda, Momen Melatih Anak Makin Percaya Diri

20 April 2024   22:57 Diperbarui: 21 April 2024   18:25 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melihat induk kuda dengan anaknya, jarak dekat | dokpri

Pada Hari Minggu ku turut ayah ke kota
Naik delman istimewa ku duduk di muka
...
Mengendarai kuda supaya baik jalannya, hei!

***

Beragam jenis kendaraan dan hewan adalah dua dari kesukaan anakku (2,5 tahun). Kuda menempati urutan teratas dalam pikirannya. Minatnya pada bermacam hewan nampaknya menurun dari aku dan istri, sesama naturalis.

Mulanya, kami suka mengajaknya jalan-jalan ke daerah sawah sejak ia masih bayi merah. Pada kesempatan lain, kami justru bisa mengenalkannya pada bermacam hewan dan alam ciptaan Tuhan.

Terkait hewan kuda, kami mengajar anak kami secara bertahap. Mulanya cuma melihat kuda (biasanya tiap Sabtu pagi).

Lalu, kami ajak ia bertualang dalam lagu "Naik Delman". Tahap berikutnya kami akan mengajaknya naik kuda--tercapai beberapa hari lalu.

Kami bersyukur, berdomisili di kota ternyaman dan tertoleran di Jawa Tengah, strategis, dan banyak tempat wisata menarik lagi terjangkau.

Berjarak sekitar 15 menit dari rumah kami, ada pacuan kuda Tegal Waton. 7 menit dari rumah ada alun-alun Pancasila, di salah satu sudut ada penyedia jasa naik delman. (Ongkosnya Rp50.000 sekali mengelilingi kota, beberapa bisa ditawar)

Di hari terakhir libur lebaran, setelah kesibukan bersilaturahmi dengan keluarga dan kerabat, kami menyempatkan jalan-jalan dengan anak. Mempertimbangkan jarak yang dekat, kami mengajaknya melihat kuda, dan kalau memungkinkan naik kuda.

Sejak bayi, si anak sudah kami ajak melihat kuda, sehingga ia sudah familiar. Meski begitu, ia tetap atraktif melihat hewan simbol kegagahan dan kekuatan ini.

Sejak melintasi gang menuju lapangan pacu, kami bersimpangan dengan beberapa kuda yang dibimbing pawangnya.

"Papa, itu kuda!" seru si bayi seperti dapat es krim! Di lapangan, ia akan lebih atraktif, seperti mau terjun ke lapangan dan menyapa kuda-kuda itu rupanya. 

Hewan yang gagah dengan ukuran kaki, leher, muka, sampai ekornya yang panjang memikat perhatiannya. Khususnya untuk kuda berwana hitam legam, cokelat (favoritnya), putih, maupun albino. Entahkah kudanya sedang berjalan, berlari, atau latihan adu cepat; semuanya menarik!

Asyik melihat kuda latihan balapan | dokpri
Asyik melihat kuda latihan balapan | dokpri

Apalagi kalau ada kuda yang dituntun pulang. Jaraknya amat dekat dengan mata. "Itu kuda, itu anaknya!" seru si anak melihat kuda dengan anakan. Ingin disentuh rasanya. Tapi dasar si bayi, kalau dari jauh gemas ingin memegang. Kalau didekatkan malah takut.

Melihat induk kuda dengan anaknya, jarak dekat | dokpri
Melihat induk kuda dengan anaknya, jarak dekat | dokpri

Lagi pula, pemandangan di tempat ini sangat bagus. Latarnya Gunung Merbabu, udaranya sejuk, banyak pepohonan di sekeliling. Kriteria tempat piknik murah meriah yang menyehatkan mental dan kantong, hehe. Tempat ini menjadi salah satu spot foto prewed kami.

Setelah dirasa puas melihat kuda, kami bersiap pulang. Tapi ada yang mengganjal. Sejak tiba, kami lihat beberapa anak naik kuda poni. Ingin kami mengajak anak kami naik kuda. Tapi, beranikah dia? Ini masih rasa lebaran, ongkosnya pasti mahal. Kami pun ciut.

Aku tarik gas motor, mengambil rute agak memutar. Makin dekat dengan pemberhentian kuda poni. Dengan rayuan si pawang, kami pun beranikan bertanya berapa biayanya.

"Rp25.000 saja, Mas," ujar Salah satu pawang.

Melihat ragu di wajahku, belum juga aku menanggapi, si pawang langsung memangkas harga, "Rp20.000 saja tidak apa, Mas, mari," ternyata masih terjangkau. Maka kami ambil.

Aku segera mendekatkan anakku pada kuda putih yang rambutnya dikepang. Ternyata benar, meski anakku antusias pada kuda kalau didekatkan takut juga. Masih bagus ia tidak histeris, bapaknya dulu diajak melihat motor trail langsung meronta-ronta tak mau berhenti menangis.

Si anak mulanya takut naik kuda | dokpri
Si anak mulanya takut naik kuda | dokpri

Meski aku, istri dan si pawang sudah membujuk, si bayi tak mau naik. Akhirnya aku nego, bisakah aku ikut naik?

"Kalau sama jenengan (kamu) biasanya Rp30.000 mas, tapi Rp25.000 tidak apa-apa, mari."

Agak lucu bapak pawangnya. Kalau pun diminta bayar Rp30.000 aku juga mau. Tapi, dia patok harga tetap Rp25.000 (harga awal). Ya, semoga menjadi berkah buat bapaknya dan kami, khususnya anak kami.

Anakku sudah berpegangan, kakiku sudah berada di pijakan (meski agak susah karena sendalku kebesaran).

Si pawang pun menginstruksikan si kuda agar berjalan. Anakku sudah tenang, kini aku yang senewen. Meski cuma berjalan, gerakan kuda ini terasa asing bagiku. Seperti mau roboh rasanya! Ya, sudah sebesar ini, baru pertama aku naik kuda, hehe. (Dalam perjalanan pulang istriku puas mengejekku)

Siap berkeliling naik kuda | dokpri
Siap berkeliling naik kuda | dokpri

Kami diajak mengitari sekitar 1/3 lapangan. Cukup sepadan dengan ongkos sekian, apalagi mengangkut dua orang. Anaknya tenang, bapaknya girang.

Sepanjang perjalanan aku sempatkan mengobrol dengan si pawang. Bapaknya cukup ramah. Begitu sampai, si pawang masih dengan ramah mengizinkan anakku untuk tetap di atas kuda kalau mau. Dan tentu saja ia enggan tanpa aku ikut naik.

Anak kami berani memegang kuda | dokpri
Anak kami berani memegang kuda | dokpri

Akhirnya si bayi hanya memegang badan kuda, dan sesekali memberi makan dari rumput di sekitar--sudah diajari oleh pawangnya. Begitu pun, si anak enggan diajak pulang. Sedangkan si kuda siap mengantar pengunjung lain.

Dari pengalaman naik kuda ini, aku dapat tiga mutiara.

1) Kenalkan anak pada hewan dan alam ciptaan Tuhan

Dibanding TV, gadget dan game online, kami memilih mengenalkan anak pada hewan dan alam ciptaan Tuhan. Bukan berarti memutus sama sekali dari gadget, selain di rumah kami tidak punya TV. Dari Youtube bisa belajar bermacam nama dan suara hewan. Tapi mengenalkan langsung lebih baik.

Harapannya, anak akan punya ikatan pada makhluk hidup lain dan alam--sesama ciptaan Tuhan. Anak kami makin nampak kecintaannya pada hewan. Kalau di tempat Mbah, ia pasti minta bermain dengan ayam dan memberinya makan.

2) Anak percaya diri kalau ditemani orangtua

Pada dasarnya, setiap pribadi tidak nyaman dengan segala sesuatu yang baru, termasuk anak kami. Pada orang baru, suara, maupun kondisi yang baru didengar dan dialami. Di sini peran kunci orangtua, khususnya ayah, untuk mengenalkan dan mendampingi.

Ini bedanya kami dengan orangtua zaman dulu. "Pada kuda saja kok takut, dasar penakut!" Begitu kira-kira judgement orang dulu. Padahal, anak perlu memproses informasi yang baru itu. Orangtua harus menemani, mengajari, dan sabar mendampingi serta melatih anak.

Dalam kisah anakku, ia baru berani naik kuda kalau aku ikut naik. Artinya, dia lebih nyaman jika papanya ikut. Begitulah seharusnya relasi kita dengan Allah Bapa.

3) Kenalkan pada alam untuk menumbuhkan sikap peduli

Tak kenal, maka tak sayang. Benarlah ungkapan ini. Di era digital ini, orang makin tidak peduli dengan sesama, apalagi pada hewan atau alam.

Dengan mengenalkan pada alam (dan hewan), kami berharap anak kami lebih peduli pada ciptaan. Suka memberi makan ayam di rumah Mbah salah satu buktinya.

Semoga kepedulian ini makin kuat pada diri anak kami. Sehingga ia akan menjadi bagian untuk menjaga dan melestarikan Bumi ini. Target kami berikutnya: mengajaknya tracking ke air terjun dan camping ke gunung!

--KRAISWAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun