Sejak melintasi gang menuju lapangan pacu, kami bersimpangan dengan beberapa kuda yang dibimbing pawangnya.
"Papa, itu kuda!" seru si bayi seperti dapat es krim! Di lapangan, ia akan lebih atraktif, seperti mau terjun ke lapangan dan menyapa kuda-kuda itu rupanya.Â
Hewan yang gagah dengan ukuran kaki, leher, muka, sampai ekornya yang panjang memikat perhatiannya. Khususnya untuk kuda berwana hitam legam, cokelat (favoritnya), putih, maupun albino. Entahkah kudanya sedang berjalan, berlari, atau latihan adu cepat; semuanya menarik!
Apalagi kalau ada kuda yang dituntun pulang. Jaraknya amat dekat dengan mata. "Itu kuda, itu anaknya!" seru si anak melihat kuda dengan anakan. Ingin disentuh rasanya. Tapi dasar si bayi, kalau dari jauh gemas ingin memegang. Kalau didekatkan malah takut.
Lagi pula, pemandangan di tempat ini sangat bagus. Latarnya Gunung Merbabu, udaranya sejuk, banyak pepohonan di sekeliling. Kriteria tempat piknik murah meriah yang menyehatkan mental dan kantong, hehe. Tempat ini menjadi salah satu spot foto prewed kami.
Setelah dirasa puas melihat kuda, kami bersiap pulang. Tapi ada yang mengganjal. Sejak tiba, kami lihat beberapa anak naik kuda poni. Ingin kami mengajak anak kami naik kuda. Tapi, beranikah dia? Ini masih rasa lebaran, ongkosnya pasti mahal. Kami pun ciut.
Aku tarik gas motor, mengambil rute agak memutar. Makin dekat dengan pemberhentian kuda poni. Dengan rayuan si pawang, kami pun beranikan bertanya berapa biayanya.
"Rp25.000 saja, Mas," ujar Salah satu pawang.