Di satu titik kami berhenti lagi. Di belakang rumah warga tersaji pemandangan pegunungan luar biasa indah dengan view lebih dari 180 derajat. Rasanya kami ingin membangun tenda di situ. Bangun pagi, langsung melihat Gunung Merapi dan barisan awan.
Udara sejuk
Selain pemandangan, yang membuat kami betah menyusuri jalur pegunungan adalah udara sejuk. Meski jalannya menanjak dan berliku. Walau kadang jalannya rusak, ada sisa longsor.
Setelah menjauhi Jalan Raya Ampel, di jalan pegunungan, kami mulai merasakan udara berbeda. Yakni udara sejuk. Begitu menyenangkan dan menenangkan.
Kemewahan seperti ini tidak bisa didapatkan di kota. Salatiga, kota di bawah lereng Merbabu yang dulunya sejuk pun, kini terasa panas siang-malam. Syukur kepada Tuhan untuk udara sejuk yang Tuhan anugerahkan.
Minum kopi sambil menikmati Gunung Merapi
Salah satu impianku adalah menikmati waktu berkualitas bersama pasangan sambil memandang gunung. Minumnya kopi panas, dipadukan dengan pisang goreng. Sempurna! Lebih-lebih, bisa bangun pagi pemandangan pertamanya adalah gunung. Bak di surga!
Argo Loro Kopi adalah bangunan kecil yang dibangun di atas tanah berundak. Argo (Jawa kuno) artinya gunung, loro artinya dua. Argo Loro: dua gunung. Estetik. Kafe ini terletak di antara dua gunung yaitu Merbabu dan Merapi, hampir di tengah persis.
Tingkat dua berisi beberapa bangku untuk nongkrong dan ada dua kamar untuk menginap pengunjung. Kafenya ada di tingkat tiga. Bangunan minimalis berbentuk segitiga dengan rangka baja.
Mulanya kami ingin menginap di salah satu kamar. Pemandangan di depan kamar seperti Nepal van Java-nya Jawa Tengah. Langka, tidak semua tempat ada. Bahkan, setahuku baru di sini ada pemandangan seindah ini. Namun, melihat kondisi dompet, kami menunda. Harus nabung dulu nih.