Namun, Marvin melihat ada harapan saat melangkah ke rumah keluarga Gordon. Ia menekan bel, pintu dibuka, dan Pak Gordon menariknya masuk. Marvin pun kaget. Hampir semua pelanggannya berkumpul di sana. Di tengah ruangan ada sepeda Schwinn terbaru. Sepeda itu memiliki lampu depan yang digerakkan generator dan dilengkapi sebuah bel. Sebuah tas kanvas tergantung di gagang kemudi, penuh dengan amplop berwarna-warni.
"Ini untukmu," kata Bu Gordon. "Kami semua membelinya untukmu." Amplop-amplop itu berisi kartu Natal dan uang langganan mingguan, sebagian disertai tip yang banyak. Begitu besar cinta para pelanggannya untuk Marvin.
2) Sang Pemenang
Tim Middle School Aquatics mengikuti pertandingan renang tahunan pertamanya. Selama tiga jam perjalanan 48 orang remaja begitu ceria di dalam bus membayangkan kemenangan yang diraih. Namun, keceriaan itu sirna seketika melihat para lawan mereka yang berotot seperti dewa Yunani.
Kedua tim berbaris di tepi kolam. Peluit ditiup, pertandingan dimulai, dan perenang Aquatics kalah. Sungguh ironi.
Pak Huey, sang pelatih mengira timnya bakal menyerah pada pertandingan 450 meter gaya bebas. Beberapa orang mengangkat tangan, termasuk Justin Rigsbee. Pelatih memandang Justin, ragu. Pertandingan ini jauhnya 20 putaran, sedangkan remaja ini hanya sanggup delapan. "Oh, saya sanggup, Pak. Biarkan saya mencoba. Apalah artinya tambahan dua belas putaran?" Antara pemberani dan ingin cari mati, beda tipis.
Meski enggan, pelatih memberinya izin. Sang pelatih berpikir, bukan kemenangan yang membangun karakter, melainkan usaha. Peluit berbunyi, para lawannya meluncur bak torpedo dan menuntaskan pertandingan hanya dalam 4 menit 50 detik. Empat menit kemudian, anggota Aquatics keluar dari air, kelelahan. Di mana Justin...?
Ia tengah mengambil nafas saat tangannya menyibak air untuk mendorong tubuh kurusnya. Sekeras apa pun mencoba, nampaknya ia hanya akan tenggelam. Dari bangku penonton, para motivator bersabda. "Mengapa pelatih itu tidak menghentikan anak ini?" "Ia hampir tenggelam, sedangkan pertandingan sudah dimenangkan empat menit yang lalu." Ya, cibiran itulah motivasi bagi Justin.
Para orang tua itu tidak sadar, bahwa pertandingan yang sesungguhnya yakni seorang anak laki-laki yang berjuang untuk menjadi dewasa. Sang pelatih mendekati perenang muda itu, dan berbisik. Akhirnya, ia menyuruh anak itu naik sebelum membunuh dirinya sendiri, pikir para orang tua.Â
Tapi orang tua dibuat kecewa. Sang pelatih mundur, si remaja tetap berenang. Salah satu anggota tim tergugah, lalu memberi sorakan untuk Justin. Satu persatu teman-temannya ikut memberikan sorakan semangat. Tim lawan yang melihat hal itu ikut bergabung memberi semangat. Tak lama, para orang tua ikut berdiri, bersorak, dan berdoa.
Pada menit kedua belas, Justin keluar dari kolam sambil tersenyum dan kelelahan. Penonton memberikan standing ovation bagi Justin yang meraih kemenangan yang sesungguhnya.
3) Guru yang Kejam