Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Minggu, Pilar Pendidikan Iman Anak

10 Maret 2024   16:36 Diperbarui: 10 Maret 2024   16:39 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh aktivitas aplikasi Firman Tuhan di Sekolah Minggu | foto: Ivana P.

Waktu SD, aku malas pergi ke Sekolah Minggu. Pertama, aku minoritas di lingkunganku. Kedua, tak punya teman akrab. Ketiga, ada tayangan kartun favorit (Dragon Ball salah satunya). Keempat, malas jalan kaki (rumahku paling jauh). Kelima, kurang dukungan dari orang tua.

Mau ke Sekolah Minggu saja, banyak kali alasannya. Perintah ibu, "Ayo kamu belajar di Sekolah Minggu. Ini uang buat persembahan." tidak mempan. Karena sudah malas, aku pun setengah hati berangkat. Waktu itu sumber airnya masih pemandian umum, berjarak sekitar 20 meter dari rumah. Belum kalau antri.

Meski malas, aku pergi juga. Dari pada ibu makin mengomel. Ngeri. Karena ogah-ogahan, aku telat. Mendekati gedung gereja, teman-teman sudah menyanyikan lagu.

Di sinilah si jahat menggoda anak yang lemah imannya. Masuk gereja atau tidak? Kalau masuk, kok malu karena telat. Kalau pulang, ibu bakal mencak-mencak.

Suara di sebelah kanan, "Ayo masuk saja. Tidak apa-apa. Teman dan guru Sekolah Minggu bakal maklum."Sedang di sebelah kiri, "Sudah, pulang saja. Kamu sudah telat. Malu-maluin."

Pelajaran moral #1, kalau ada bisikan yang membujukmu untuk bertindak menyimpang, melanggar aturan, meski terkesan enak; jangan ikuti!

Entah kenapa, suara di kiri yang aku turuti. Sesat. Sebagai melankolis, aku betulan malu dan takut kalau datang telat. Pasti diejek dan ditertawakan teman-teman. Meski saat itu belum mengenal bullying, tapi aku sudah lemah mental.

Alih-alih masuk ke gedung gereja, aku putar kanan. Supaya tidak ketahuan kenapa pulang cepat, aku mampir warung. Uang yang harusnya dipakai untuk persembahan, aku buat jajan. Nongkrong dulu di warung, sekitar satu jam, baru pulang. Dengan begitu, ibu takkan curiga. Takkan ada omelan. (Ini tidak baik, jangan ditiru!) Dosanya jadi dobel. Pertama, bolos Sekolah Minggu. Kedua, menyalahgunakan uang persembahan. Bahkan tiga, berbohong pada ibu.

Kecilnya saja sudah tidak taat (dunia membaca: nakal), bagaimana kalau nanti punya anak? Akankah anaknya ikut nakal dan suka bolos juga?

Momen Tuhan menangkapku

Kalau tidak bertobat, aku bisa makin terperosok jatuh ke dalam dosa. Anakku bisa mengikuti kenakalanku, bahkan lebih parah.

Namun, betapa baiknya Tuhan. Ia bisa menangkap hati setiap kita dengan cara yang unik, berbeda untuk tiap orang. Saulus adalah penganut garis keras Hukum Taurat. Tapi, ia menganiaya jemaat yang percaya pada Yesus, karena dianggap ajaran sesat. 

Dalam perjalanan ke Damsyik untuk menangkap para murid Yesus, Saulus jatuh dan ditegur langsung oleh Yesus. Akibatnya ia buta selama tiga hari. Setelah perjumpaan yang ajaib itu, Saulus bertobat dan memberitakan Injil dengan sangat giat. Namanya berubah menjadi Paulus.

Aku mengikuti kegiatan Pusat Pengembangan Anak (PPA), Yayasan Compassion Indonesia. Suatu LSM Kristen yang bertujuan memperlengkapi anak-anak dalam kebenaran firman Tuhan. Singkatnya, aku ikut Sekolah Minggu di gereja tempat PPA itu. Sebab, teman-temannya lebih menyenangkan. Kegiatannya juga menarik. Meski harus lama perjalanan naik angkota, aku senang.

PPA, salah satu komunitas yang menolongku untuk bertobat dan bertumbuh dalam pengenalan yang benar kepada Yesus. Lainnya, KTB melalui Yayasan Perkantas--di mana aku dipertemukan dengan Pasangan Hidupku.

Kembali ke Sekolah Minggu (berikutnya disebut SM). Aku dan istri sadar, pendidikan anak tidak semata hal kognitif, tapi juga pada aspek spiritual. SM jadi salah satu pilar pendidikan iman bagi anak yang dinaungi oleh gereja. Gereja maju, kalau Sekolah Minggunya dikerjakan.

Anak memuji Tuhan di Sekolah Minggu | dokpri
Anak memuji Tuhan di Sekolah Minggu | dokpri

Maka, aku dan istri berkomitmen mendukung anak dalam SM. Kami mengantar si kecil tiba jam 7. Persiapannya? Ruwet. Kami kesulitan tidur awal. Batita kami sudah dimandikan. Bawaannya banyak. Menyerah? Tidak.

Selesai SM jam 8, kami mengantar anak ke tempat Mbah, 15 menit naik motor. Harus menunggu Mbah pulang ibadah, jam 9. Lalu, kami ke gereja lagi untuk ibadah jam 9.30. "Papa mama K** rajin ya, paginya menemani SM, lalu ibadah lagi." ungkap salah satu guru.

Aku juga melayani di kelas 2 sebagai gitaris, kadang Pembawa Firman. Kalau aku bertugas, istri yang menemani si kecil (polahnya ya ampun, bak cacing kepanasan. Tak mau diam. Maunya lari-larian, pegang ini itu.)

Contoh aktivitas aplikasi Firman Tuhan di Sekolah Minggu | foto: Ivana P.
Contoh aktivitas aplikasi Firman Tuhan di Sekolah Minggu | foto: Ivana P.

Aku berterima kasih pada Tuhan, melalui gereja yang mendukung Sekolah Minggu. Pada para guru-guru (baik mahasiswa maupun ibu-ibu) yang mengajar sepenuh hati meski tak dibayar. 

Anak makin PD, berani bernyanyi ke depan | dokpri 
Anak makin PD, berani bernyanyi ke depan | dokpri 

Kepada orang tua yang dengan penuh dedikasi mengantar dan mendampingi anak ke SM--khususnya kelas Batita. Betapa repotnya harus datang ke gereja pagi-pagi, melawan kantuk dan malas, rumah masih berantakan, belum sarapan, dan seribu alasan lain yang harus dilawan. Belum kalau anak rewel seperti anakku. Kalau anaknya lebih dari satu... Papa-mama, kalian keren!

Kenapa Sekolah Minggu penting?

Di dunia yang makin berdosa akibat adanya medsos dan internet, kita perlu daya ekstra untuk mendidik anak-anak dalam kebenaran firman Tuhan. Hal kognitif, guru di sekolah yang mengajarkan. Hal spiritual, tugas guru di SM. Tapi, orang tua tetap menjadi pendidik dan pendukung utama bagi anak.

Anak harus disiapkan bangun pagi, diberi sarapan, dan diantar ke gereja. Untuk Batita masih harus didampingi. Selesai? Tidak.

Orang tua harus mengajarkan Firman Tuhan berulang-ulang

Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun;

engkau harus menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu, 

Demikian Kitab Ulangan 11:19-20 memberi petunjuk. Bukan hanya di Sekolah Minggu, bukan hanya oleh guru SM. Orang tua harus mengajarkan Firman Tuhan kepada anak dalam setiap waktu, kondisi, dan kesempatan yang ada. Hanya dengan begitu, anak-anak kita akan hidup di jalan yang benar pada masa mudanya.

***

Hingga di usia 2+, anak kami sudah mulai menangkap dan mengingat ajaran di SM. Dari lagu-lagu yang diajarkan, gerakan saat menyanyi, maupun saat berdoa. (Hari-hari ini mulai sulit diajak berdoa karena maunya main terus. Tapi, jangan menyerah.) Anak kami juga makin percaya diri saat berada di keramaian. Ini penting.

Selain itu, penting buat anak punya komunitas yang benar, yang saling mendukung dalam pertumbuhan imannya sejak dini. Semangat bagi para Papa dan Mama, dan guru-guru SM! --KRAISWAN 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun