Saat tersisa hanya sebatang pohon di atas tanah, seekor ikan di air, setetes air yang bersih; manusia baru sadar, uang sebanyak apa pun tidak berguna.
***
Kutipan di atas aku baca di koran bertahun-tahun lalu. Kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia, tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Maka, kita harus menjaga kelestarian lingkungan demi keberlangsungan hidup di bumi. Kita tidak ingin bencana di atas terwujud lalu menyesal tak berujung karena salah memperlakukan bumi.
Pada hakekatnya, Tuhan menciptakan bumi dan segala isinya dengan sistem yang tidak bisa digapai manusia: keseimbangan. Atas semua ciptaan itu, Tuhan memberi tugas pada manusia untuk mengelola, memanfaatkan dan melestarikannya.
Mengolah tanah, menabur benih, merawat-menyiram, menuai, dan mengolah tanah lagi. Begitu seterusnya siklus ini berulang. Jika manusia bisa hidup dalam rasa cukup, keseimbangan alam akan terwujud. Masalahnya, manusia selalu menginginkan lebih dari yang dibutuhkan.
Ketidaktaatan manusia dimulai dari kejadian di Taman Eden. Hawa tergoda rayuan iblis--dalam wujud ular--untuk menjadi sama seperti Allah, lalu membujuk Adam--suaminya. Adam pun tak menolak atau menegur istrinya. Didorong keinginannya, manusia jatuh ke dalam dosa, lalu diusir ke luar dari Taman Eden.
Dosa dan keserakahan manusia terus berlanjut hingga di zaman Nuh (peristiwa air bah), zaman Yesus (sampai mati di kayu salib), hingga saat ini. Jika kita melihat kini, perkembangan dan kemajuan teknologi di berbagai bidang adalah hasil pemikiran manusia di satu sisi. Namun, dampak kerusakan dan polusi di sisi lain menjadi paket yang mustahil diabaikan.
Pembakaran batu bara untuk energi dan kendaraan berbahan bakar minyak menyebabkan polusi udara dan pemanasan global. Kutub utara mencair dan areanya berkurang sangat drastis. Banyak masyarakat--dari anak-anak sampai orang dewasa--terjangkit ISPA. Pembangunan gedung-gedung dan bangunan tinggi merusak ekosistem, menimbulkan banjir dan tanah longsor. Pembabatan hutan untuk memenuhi 'perut' manusia merenggut biodiversitas di hutan. Sistem digital, seberapa pun banyaknya telah mengurangi penggunaan kertas, tidak membuat pohon-pohon di hutan berhenti berkurang.
Banyak sungai dan pantai 'panen' sampah plastik berbagai jenis, ukuran, dan warna. Dari banyak penelitian, ikan-ikan di laut terpapar mikroplastik, lalu dikonsumsi manusia. Tak terhitung sampah peralatan elektronik baik handphone, komputer, TV, maupun perabot rumah tangga lainnya. Masih banyak daftar bisa disebutkan. Akibat keserakahan dan kebebalan manusia dengan mengatasnamakan teknologi dan kemajuan zaman, akhirnya manusia sendiri yang 'memanen' sampah tersebut.
Masih adakah harapan bagi kita dan anak-cucu di masa depan untuk Bumi yang tetap hijau nan lestari?
Harapan selalu dimiliki mereka yang percaya, tindakannya hari ini, sekecil apa pun, bisa berdampak bagi masa depan Bumi dan penghuninya.
Berikut ini beberapa langkah sederhana untuk menjaga kelestarian lingkungan di bumi. Langkahnya terlalu kecil, tidak bisa melawan kerusakan yang sudah diderita bumi ini. Tapi, tindakan kecil ini tetap berarti, bak lilin-lilin kecil jika dinyalakan serentak di banyak tempat, bakal memberi terang dan harapan.
1) Menanam pohon buah dan tanaman bumbu
Pohon adalah pelindung kita. Darinya kita bisa merasakan berjuta manfaat. Udara yang segar dari pertukaran CO2 dan O2. Sumber air yang disimpan di bawah akar-akarnya. Perlindungan dari banjir dan tanah longsor. Kayu untuk berbagai kebutuhan. Buah-buahan yang kaya vitamin, serat, dan mineral. Beragam makhluk hidup tinggal dan mendapat makanan juga dari pohon. Jika pohon ditebang habis, terancamlah kehidupan mahkluk hidup termasuk manusia.
Aku dan istri mengajari anak kami (2 tahun) untuk menanam pohon sejak dini. Utamanya pohon buah seperti durian, alpukat, dan mangga. Kami rindu, kelak bisa panen buah dari pohon sendiri. Syukur bisa dijual jika hasilnya bagus dan melimpah. Kelak anak kami akan mengingat, ajaran yang kami berikan sejak kecil bisa ia rasakan manfaatnya kelak.
sustainable (keberlanjutan) dalam lingkup rumah tangga. Tak jarang, para tetangga meminta untuk keperluan memasak.
Selain pohon buah, istri juga menanam tanaman bumbu seperti daun jeruk purut, pandan, salam, daun bawang, kemangi, cabe dan tomat yang ditanam di pot dan polibek. Bumbu-bumbu ini sering dibutuhkan untuk memasak. Jika perlu, tinggal petik. Mudah, dekat, dan tentu saja hemat biaya, apalagi kalau harga cabe sedang mahal. Ini menjaga2) Membuat kompos
Semua yang hidup butuh makanan. Manusia butuh makanan yang sumbernya dari hewan maupun tumbuhan. Mereka juga butuh makanan dan sumber nutrisi untuk menghasilkan bahan makanan. Tanaman khususnya, butuh pupuk agar tumbuh subur dan berbuah. Harga pupuk mahal. Katanya ada pupuk subsidi, tapi petani pun harus membayar mahal.
Dalam lingkup rumah tangga, aku dan istri membuat kompos dari sisa sayuran dan buah. Kami pakai tong sampah atau ember pecah sebagai wadah. Memasak hampir setiap hari, betapa banyak sampahnya. Dari pada mencemari dan membebani petugas kebersihan, lebih baik dibuat kompos. Bisa menjadi pupuk tanaman, hemat biaya.
3) Menambah jumlah tanaman di teras
Meski tidak besar, teras rumah kami cukup luas. Kami siapkan kursi dan meja kecil, cocok buat menerima tamu atau nongkrong sore.
Agar lebih teduh, istriku menaruh beberapa bunga, ada yang di rak maupun digantung. Selain demi estetika, tanaman ini bisa menjadi "tembok" hidup agar tak terbuka dari jalan.
Pernah istriku memfoto dan mengunggah di medsos. Siapa kira, ada yang berkomentar apakah bunganya dijual. Cuan lagi. Meski cuma satu dua, tanaman bisa menghasilkan.
Sampai di sini, menanam--usaha merawat alam--selalu memberi manfaat berkelanjutan bagi kehidupan makhluk hidup. Jika mau, kita bisa memulainya dari level rumah tangga.
Demikianlah langkah kecilku untuk menjaga lingkungan tetap lestari. Mana langkahmu? --KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H