Sejak mahasiswa, aku dan istriku terbiasa melakukan kegiatan usaha dana (usda) bersama teman-teman. Biasanya untuk pembiayaan retreat, perayaan Natal, dll. Bahkan sejak SD, aku sudah membantu ibu berjualan kerupuk, mengantarkan ke warungnya Mbah Bude.
Jiwa wirausaha ini aku teruskan saat pacaran dan menyiapkan biaya pernikahan. Kami berjualan beragam barang agar bisa menabung dan membayar sinamot.
Setelah menikah, kami juga meneruskan wirausaha ini. Lumayan untuk terus mengepulkan belanga.Â
Awal tahun 2024 kami akan ikut retreat pasutri. Ini penting agar kehidupan berumahtangga kami makin diperkaya dengan wawasan dan keterampilan. Masalahnya, biayanya cukup besar. Dengan tabungan saja kurang.
Tak harus punya durian biar bisa jualan durian
Kapan lalu pas awal musim durian, istriku menginisiasi jualan durian. Kami jualkan durennya Mbah di kampung. Kami tahu kualitasnya bagus, bisa sistem konsinyasi. Jalanlah usaha dadakan ini.
Bahkan kami berkesempatan menyewa mobil demi jualan durian ke Semarang, sekalian datang ke pesta orang Batak--penyuka durian.
Berikutnya, buah mangga. Pada dasarnya, kami penggemar buah. Pisang, mangga, nanas, jeruk--yang paling banyak di pasaran, dan harganya terjangkau.
Suatu hari istri mendapati ada jenis mangga yang jarang ditemui. Namanya pun unik: mangga madu anggur. Wih, agak laen. Apakah bentuknya mangga, kulit seperti anggur, rasa semanis madu...???
Dari kulitnya, tak beda jauh dengan mangga umumnya. Hanya bintik putih-putih lebih banyak. Bentuknya bulat, sekilo isi 2-3. Warna buahnya jadi dua, kuning yang dekat kulit, orange yang dekat biji. Warna dan rasa manis ini berkontribusi pada nama madu. Lalu anggurnya di mana? Kalau berbuah, suka bergerombol seperti anggur.
Siapa sangka, waktu aku tawarkan pada teman-teman via WA, mereka banyak yang memesan. Totalnya hampir 20 kg sekali jalan.