Polusi akibat karbon, banjir di kota-kota besar, kemacetan, kejahatan siber, pelanggaran HAM berat di masa lalu, eksploitasi alam; semua butuh solusi. Tidak otomatis selesai dengan joget-joget.
Sule dan Andre memberi Gibran kesempatan berbicara. Gibran maju dengan langkah tegap ke arah podium, tetiba bermanuver ke kanan menuju sesuatu seperti rak. Mirip dengan keluarganya, suka bermanuver.
“Ini saya bawa sesuatu, sebuah gagasan yang kongkret. Bukan sebuah teori, atau sebuah retorika. Ini saya mau mengenalkan program makan siang gratis dan susu gratis untuk anak-anak kita” ujar Gibran.
Program makan siang gratis dan susu gratis, lanjut Gibran, sudah ada di 76 negara dan sudah dirasakan manfaatnya oleh lebih dari 400 juta anak. Jadi ini bukan program yang mengada-ada. Gibran lupa, Indonesia ini negara besar, kompleks, dan terpisah oleh lautan yang luas. Tidak bisa disama-samakan dengan 76 negara yang dia sebut.
Untuk menuju Indonesia emas, harus disiapkan generasi emasnya. Anak-anak yang sehat, pintar, itu kuncinya. Solusinya, menurut Gibran yakni dengan memberi makan siang dan susu gratis.
Gibran meyakinkan audiens, ke depan tidak ada anak-anak yang kelaparan. Semua anak di pulau-pulau di Indonesia mendapatkan hak dan gizi yang sama. Mas Gibran yang budiman, membagi makanan dan susu gratis ke seluruh daerah di Indonesia tidak semudah mengantar martabak.
Jokowi dengan segala daya membangun infrastruktur pun, belum sanggup menekan angka kemiskinan di Indonesia. Bagaimana mau mendistribusikan makanan dan susu gratis itu? Dari mana diantarnya? Berapa biayanya? Berapa ongkos kirimnya? Joget doloeh…
Gibran pernah membagikan susu dalam acara car free day (yang sesungguhnya tidak boleh untuk kegiatan politik). Susu yang dibagikan adalah berperisa, yang mana tinggi gula. Yakin mau meningkatkan gizi?
Sule melanjutkan, Pak Prabowo-Gibran hanya joget-joget aja, nggak ada gagasannya. Sambil Gibran mikir dan menjulurkan lidah, Sule berjoget menirukan gerakan Prabowo.