Anda punya uang miliaran rupiah di 10 rekening berbeda? Atau menjadi pejabat di pemerintahan, atau CEO perusahaan besar? Anda bisa memimpin jutaan rakyat? Anda populer sampai semua orang yang berhadapan dengan Anda harus menunduk tanda hormat?
Semua percuma jika Anda tidak punya waktu untuk anak.
Kita bisa membanjiri anak dengan uang, mainan, pakaian bagus, barang-barang mewah, gadget terkini, atau kesempatan jalan-jalan ke luar negeri. Kita bisa memfasilitasi anak dengan beragam les dan kursus, lalu ikut lomba dan menang mendapat medali atau piala. Tapi bukan itu yang mereka mau.
Mereka ingin WAKTU Anda.
Aku teringat sebuah klip singkat yang menyentuh. Ceritanya seorang ayah sangat sibuk dengan pekerjaannya. Berangkat pagi sebelum si anak bangun, pulang larut saat anak sudah tidur. Ia hampir tak punya waktu bersama ayahnya.
Anak ini pun menabung di celengan dari uang sakunya. Setelah beberapa waktu, ia bertanya pada ayahnya. "Berapa gaji Ayah? Aku akan menggaji Ayah, supaya Ayah tidak bekerja. Supaya aku punya waktu bersama Ayah." Kurang lebih begitu perkataan sang anak.
Tidakkah kita terenyuh melihat adegan itu?
Dalam diri manusia ada bagian yang disebut tangki kasih. Tangki ini bisa menjadi indikator kebahagiaan seseorang. Semakin penuh tangki, semakin bahagia orang tersebut. Tangki ini hanya bisa diisi dengan bahasa kasih. Menurut Gary Chapman, ada lima jenis bahasa kasih: kata-kata pendukung, waktu berkualitas, menerima hadiah, tindakan pelayanan, dan sentuhan fisik. Biasanya, tiap orang punya minimal 2 bahasa kasih dalam tangki yang harus diisi.
Salah besar kalau orang tua mengira dengan memberi semua barang yang diinginkan, anak otomatis bahagia.
Aku guru swasta di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Istriku mengurus anak dan rumah tangga. Secara materi, kami tak sanggup menjanjikan apa pun pada anak. Banyak mainan adalah pemberian dari orang-orang baik. Bisa liburan sesekali di akhir tahun sudah bersyukur.
Dari pengalaman anak kami saat di rumah dengan mamanya, ia ingin kalau main ditemani, meski mamanya tidak harus ikut bermain. Dari sini kami menduga, bahasa kasih anak kami adalah waktu berkualitas. (Sama dengan salah satu bahasa kasihku.)
Maka, salah satu hal yang kami bisa berikan pada anak adalah WAKTU. Anak kami hampir 24 jam x 7 hari seminggu bersama mamanya. Tapi, ia harus punya waktu bersama orang tuanya.
Maka kami membagi waktu. Pagi sebelum berangkat kerja, kalau masih cukup waktu aku mengajak anak naik motor keliling kompleks. Sepulang kerja, sebelum memberi les tambahan, aku main dengan anak, sedang istri beberes rumah. Kalau sedang longgar, kami mengobrol sambil makan snack.
Bulan November ini kami agak disibukkan dengan bisnis durian. Mengambil barang dari tempat Mbah, menjual kepada teman, tetangga atau kenalan. Bahkan sekali ada kesempatan jualan durian di tempat pesta di Semarang. Dalam semua kesibukan ini, si kecil kami titipkan di tempat Mbah, bisa sampai 3x seminggu. (Biasanya hanya saat weekend.)
Waktu kami hendak pamit pada si kecil, "Mau sama papa mama aja." Wah... luluh hati kami. Anak kami bisa merasa kami terlalu lama mengabaikannya. Syukur kami masih sadar, tidak boleh melangkah terlalu jauh.Â
Maka, suatu sore saat mengambil dagangan durian ke tempat Mbah, kami sempatkan nongkrong di tepi jalan tol untuk melihat bus, truk, ambulan dan bermacam-macam kendaraan yang lewat. Anak kami suka pada kendaraan.
Sore itu, di tepi jalan tol kami merasakan bahagianya hidup dalam kesederhanaan. Ada waktunya kerja, menjalankan bisnis, tapi anak butuh waktu bersama kita. Sambil menikmati keripik, kami main tebak-tebakan nama kendaraan dan warnanya dengan anak kami. Hampir semua jenis kendaraan ia sudah hafal, seperti bis, truk, mobil deyek, mobil pisi dan ambuyan.
Anak mengenal kasih kita dari lima huruf: WAKTU. --KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H