Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Saat Pacaran Jajan Es Durian, Setelah Menikah Jualan Durian

29 November 2023   12:00 Diperbarui: 30 November 2023   16:45 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wah, usahanya banyak ya, Pak” ujar salah satu orang tua murid.

Nduwe (punya) ponakan kok ya kreatif men, sudah ngajar masih jualan duren,” komentar Om.

***

Duren adalah buah pemersatu bangsa. Buktinya, aku dan istri meski berasal dari etnis berbeda bisa bertemu, berpacaran, bahkan menikah. Kami sama-sama doyan durian. (Ada lho, pasangan yang istrinya menghirup aroma duren saja langsung mual. Belum tahu nikmatnya!)

Waktu pacaran, kami LDR Salatiga-Jakarta. Sejak awal jadian kami sepakat untuk bertemu rutin setidaknya dua bulan sekali, entah di Salatiga atau Jakarta.

Dalam pertemuan itu, beberapa kali kami bisa PA membahas buku persiapan pernikahan, menjelajah alam, nongkrong, dan makan. Salah satu menu yang kami nikmati yakni jajan es durian. Saat berkunjung ke tempat teman di daerah Ungaran, kami ditraktir durian. Enaknya

Setelah menikah, kami menjalankan usaha kecil-kecilan. Mulai dari keripik, snack, sampai buah-buahan. Tanpa direncanakan sebelumnya, kami malah bisa jualan durian. Bagaimana mulanya? Dari mana modalnya? Dapat barangnya di mana? Dijualnya ke mana? Berapa keuntungannya?

Semua teori ekonomi itu bisa diringkas dengan kesempatan, kemauan dan ketekukan.

Di kampung asalku, Pakde dan Bude (kerabat Bapak) punya pohon durian. Tahun ini pohon mereka berbuah cukup banyak. Suatu kali kakak ipar membuat story di WA, lalu di-screenshot istriku dan diunggah pula di WA story. Duriannya jatuh dari pohon. Itu bukti durian yang sudah tua. Rasanya? Pasti enak.

Satu dua teman memberi komentar. Ada yang bertanya harga, rasa, dan seterusnya. Satu persatu pun membeli. Dari situ istri mendapat ide. Kenapa tidak jualan durian saja?

Jualan durian di tepi jalan saat ada pesta | dokumentasi pribadi
Jualan durian di tepi jalan saat ada pesta | dokumentasi pribadi

Pakde dan Bude (Mbah, sebutan anak kami) punya durian. Beberapa teman kami pecinta durian. Kami punya HP dan koneksi internet. Jadilah kami berbisnis durian. Meski masih kelas teri, kami belajar.

Modal kami adalah kepercayaan. Kami bawa durian dari Pakde dan Bude untuk dijualkan. Kadang ada tetangga pulang dari ladang membawa duren, menawarkan pada Ibuku, lalu meneruskan pada kami. Setelah laku, barulah kami bayar.

Apakah lancar? Tidak. Beberapa durian yang sudah dibeli pelanggan, ada bagian yang busuk atau berulat. Di balik kulitnya yang tajam berduri, ternyata dalamnya busuk. Ini enaknya kalau barangnya dari kerabat. Kami beri jaminan, diganti bagian yang busuk. Tidak 100% sama barangnya, tapi setidaknya ada pengganti.

Testimoni pelanggan durian | dokumentasi pribadi
Testimoni pelanggan durian | dokumentasi pribadi

Kendala lainnya, sepupu bilang durian yang ini enak. Kulitnya meyakinkan, aromanya wangi. Setelah dibuka dan diicip ternyata rasanya hambar. Pelanggan ngomel-ngomel, “Masa durian kayak gini? Aku sudah sering beli durian…” Ya sabar. Kami kan tidak bisa mengendalikan rasa durian.

Suatu hari, saat sedang BAB istri mendapat cahaya terang di atas kepalanya. Dia keluar dari kamar mandi dengan semangat penuh. “Papa, besok kita jualan di pesta ya!” Loh, gak bahaya tah?

Hari Sabtu akan ada pesta pernikahan kerabat marga Naibaho di Semarang. Umumnya orang Batak suka durian.

Aku dan istri mengumpulkan durian dari Mbah dan tetangga di kampung. Adik ipar akan menyetir mobil untuk mengantar kami dan membawa durian. Sudah seperti tauke begitulah gayanya. Di kampung Sumatra, Adik ipar sudah biasa berjualan sayur panenan Bapak saat ada pesta pernikahan. Hampir selalu, dagangannya ludes.

Kini, di Jawa dalam kesempatan serupa, barang dagangannya durian. Sepanjang perjalanan dari Salatiga mobil kami dipenuhi parfum durian dari bagasi mobil. Istriku yang pecinta durian pun bisa pusing dibuatnya. Maka kaca mobil kami buka.

Makan es duren saat masih pacaran | dokumentasi pribadi
Makan es duren saat masih pacaran | dokumentasi pribadi

Muluskah jualan kami? Tidak juga.

Kami lupa survei gedung pestanya di Google. Ternyata di pinggir jalan jalur Pantura, daerah Mangkang. Tempat parkir penuh mobil, bahkan sampai di tepi jalan. Di mana kami mau melapak? Mateng

Setelah memberi salam, mengobrol dengan keluarga pengantin, berfoto, dan menikmati makan kami keluar gedung mencari cara. Tidak mungkin kami bawa pulang durian. Masa semua duriannya dibalikin? Eman juga sewa mobilnya.

Dengan semangat Sumpah Pemuda, kami memberanikan diri melobi pada petugas parkir. Pas, di pinggir gerbang masuk ada mobil parkir dan akan keluar. Semesta mendukung. Akhirnya kami diizinkan melapak di situ. Tiap ada mobil keluar, “Duriannya tulang, nantulang!” Ada yang langsung lewat, sekedar bertanya harga, namun ada juga yang berhenti dan membeli.

Hampir dua jam melapak, beberapa buah sudah terbeli. Tapi dagangan masih banyak. Setelah parkiran sepi, kami kembali melobi juru parkir, apakah boleh membawa mobil masuk. “Boleh, Mas!” Asik.

Jualan durian sampai petang | dokumentasi pribadi
Jualan durian sampai petang | dokumentasi pribadi

Kami pindah persis di depan gedung. Di sini lebih strategis, walau durian tidak langsung habis. Menjelang jam 6 petang, makin banyak keluarga yang hendak pulang, mereka pun memborong. Mantab! Meski emak-emak itu selalu membandingkan dengan harga durian di kampung Sumatra.

Durian kami masih sisa, tapi lebih baik. Dari sekitar 50 buah yang kami bawa, hanya tersisa sekitar 7 buah. Sebagai pemula, ini adalah keren. Untung atau rugi, minimal balik modal dan bisa bayar sewa mobil. Dari jajan durian saat pacaran, bisa jualan saat menikah. –KRAISWAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun