Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Maju Tak Gentar, Meski Menyanyi di Kelas Gemetar

23 November 2023   13:17 Diperbarui: 25 November 2023   10:06 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak menyanyi di kelas | foto:dailymotion.com

Tugas sekolah yang paling tidak kusuka adalah menyanyi. Itu setelah daftar mengerjakan soal matematika, menghafal, olahraga, maupun berpidato. Maksud? Aku tidak suka tugas. (Baca: tidak sanggup mengerjakan)

Mau bagaimana, aku dilahirkan dengan pembawaan melankolis. Eksklusif, tidak suka keramaian dan sensitif. Sulit beradaptasi di tempat atau dengan orang baru.

Banyak perlakuan dari teman, kerabat, bahkan guru yang bukannya membuatku makin percaya diri, justru makin minder. Tak jarang, mereka mengejekku, membawa-bawa ayahku pula. Tumbuhlah aku menjadi peminder.

Era itu, tahun 2000-an belum tercipta istilah bullying. Jadi bercanda dianggap biasa. Kalau jadi peminder, ya nasib!

Satu tugas yang aku takkan lupa adalah menyanyi lagu bahasa Jawa. Meski orang Jawa, aku tidak menguasai komunikasi, kosakata maupun lagu bahasa Jawa. Guru kami hanya mencontohkan sekali, esoknya langsung penilaian. Tidak ada iringan musik, atau audio sebagai bantuan, boro-boro video.

Buta nada, lupa lirik, takut salah; bukan urusan guru. Meski begitu, kami melakukan juga. Mengeluh? Tidak ada di kamus. Protes? Jangan harap. Perkataan guru bak sabda dari yang kuasa, mustahil dibantah.

Giliranku tiba, aku maju ke depan dengan langkah gontai. Jiwaku gentar, badanku gemetar.

Seperti kambing yang mau dikorbankan rasanya. Bicara saja aku fales, ini disuruh menyanyi. Tanpa iringan, dalam cengkok bahasa Jawa pula. Siap-siap ditertawakan oleh teman dan guru. Malunya...

***

Minggu ini, di sekolahku adalah jadwal asesmen praktik, khususnya mapel bahasa dan seni. Di pelajaran Tematik, muatan SBdP (Seni Budaya dan Prakarya) aku meminta para murid praktik menyanyi di depan teman-temannya di kelas.

Mulanya, aku mengumumkan daftar lagu yang bisa dipilih murid. Mereka wajib menyanyi satu lagu. Tanpa iringan musik, harus hafal liriknya. Di kelas, aku memutarkan video yang ada lirik lagunya. Para murid diminta menyanyikan bersama-sama, aku pun ikut. Berikutnya aku jelaskan rubrik penilaiannya.

Bagaimana respons para murid?

Protes. Mengeluh. Banyak alasan. Mereka itu adalah murid yang biasa aktif bicara di kelas. Padahal beberapa murid yang tidak fasih berbahasa Indonesia pun (sebagian kelahiran luar negeri) malah tenang-tenang saja.

Padahal di kelas 5 mereka pernah praktik menyanyi. Menjelang tes tengah semester mereka juga sudah praktik menyanyi. Ini mau praktik lagi (sebagian lagunya pernah dinyanyikan di kelas 5) malah banyak yang protes.

Inilah mentalitas generasi TikTok. Berani di chat, story atau feed, praktik di kelas gentar. Biasa menenggelamkan diri di dunia maya, terdesak di dunia nyata.

Ndak usah nyanyi aja, Mister! Susah! Kan kita pernah menyanyi. Mungkin begitu pekik keluhan mereka. Ya elah, Nak... sudah ada perangkat teknologi pun kalian banyak mengeluh. Belum tahu rasanya di zaman Mister dulu.

Ketakutan yang berlebihan hanya menghabiskan energi. Sering kali, bahkan tidak terjadi.

Hari praktik menyanyi tiba. Baru saja para murid memberikan salam, aku langsung dihunjam dengan 'peluru' protes. But show must be go on...

Aku membuka website random wheel untuk mengacak urutan praktik berdasarkan nomor urut murid di daftar presensi. Seperti biasa, di awal banyak dari mereka dag-dig-dug syer... cemas kalau nama mereka disebut pertama. Nanti kalau salah, fales, atau lupa lirik.

Beberapa anak sudah maju. Tunggu, bumi masih berputar pada porosnya. Gaya gravitasi masih berlaku. Gwaenchanh-a yo... Gwaenchanh-a yo...

Maju tak gentar
Membela yang benar

...

Tak gentar tak gentar
Menyerang menyerang
Majulah majulah menang

Demikian pekik anak-anak menyanyikan lagu nasional Indonesia. Tak usah gentar. Tak perlu gemetar. Majulah, majulah, menang! --KRAISWAN 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun