Jika kita tidak mendidik anak kita, media sosial dan dunia yang akan mendidik mereka.
***
Aku teringat artikel yang aku tulis tahun 2020 saat perayaan Hari Mendongeng Sedunia (20 Maret). Di akhir tulisan itu, aku bercita-cita dan berjanji kelak jika punya anak juga akan membacakan dongeng sebelum tidur.
Tiga tahun kemudian, Tuhan mengizinkanku bersama istri menepati janji tersebut. Tapi bukan dongeng tentang Si Kancil atau Timun Mas. Melainkan cerita tokoh-tokoh Alkitab.
Mendongeng memiliki banyak manfaat bagi anak. Di antaranya meningkatkan minat baca, memancing nalar, menumbuhkan empati dan imajinasi, membangun ikatan dengan anak, menanamkan nilai serta menambah wawasan.
Selain semua manfaat di atas, aku juga ingin menanamkan kebenaran kepada anak. Di tengah dunia yang semakin berdosa ini, pesan moral dari Si Kancil tidak cukup untuk diajarkan kepada anak. Itulah mengapa aku dan istri berkomitmen membacakan cerita Alkitab kepada anak kami (usia dua tahun).
Pertama-tama, kami mengucapkan terima kasih pada adik-adik kami, yang sangat perhatian pada keponakan pertamanya, dengan membelikan bermacam hadiah. Salah satu dari mereka menanyakan, anak kami mau dibelikan apa. "Buku cerita Alkitab," jawab kami kompak.
Menjelang ulang tahun ke-2 anak kami, sebenarnya kami sudah merencanakan jauh hari untuk membelikannya hadiah. Apakah mobil-mobilan atau buku cerita Alkitab. Keduanya sama penting. Anak kami penggemar mobil, dan kami juga harus membacakan cerita Alkitab.
Tuhan tahu, kami tidak punya uang lebih. Jika bisa membeli salah satu pun, harus mengatur otak sedemikian rupa agar tidak mengganggu proses pengepulan belanga.
Diutus-Nya dua adik perempuan kami untuk menjawab pergumulan kami. Adikku membelikan mobilan untuk anak kami. Adik iparku membelikan buku cerita Alkitab (yang harganya mencapai ratusan ribu). Terima kasih, Tante!
Baru dua tahun, kenapa dibacakan cerita?
Waktu terbaik untuk menanam pohon adalah sepuluh tahun lalu. Waktu terbaik kedua untuk menanam pohon adalah hari ini. --Pepatah Tiongkok
Senada dengan pepatah di atas, waktu terbaik untuk menanamkan kebenaran melalui dongeng/ cerita sebelum tidur adalah hari ini. Tidak perlu menunggu esok, atau tahun depan. Sekarang, atau terlambat lalu tidak sama sekali. Sebab konten Youtube demikian gencar menggoda anak kami (dan anak-anak zaman digital ini).
Bagaimana hasilnya?
"Papa, mama, ayookk baca!!" seru anak kami suatu malam. WOW! Tangan kiri memegang dot susu, tangan kanannya menarik tanganku ke kamar.
Anak kami sudah hafal polanya, sebelum tidur harus dibacakan cerita/dongeng. Itu terjadi setelah beberapa kali kami mulai rutin membacakan dongeng untuknya.
Apakah mudah dan lancar? Tidak.
Di waktu-waktu tertentu saat istriku harus melakukan pekerjaan rumah, saat aku belum pulang dan si bayi tidak bisa ditinggalkan sendiri, istriku terpaksa memberinya nonton Youtube.Â
Atau saat mau makan, ia rewel biasanya minta nonton Youtube. Jika tidak terdesak, kami izinkan, tapi harus makan dan hanya sebentar. Anak kami harus tahu dan mematuhi otoritas kami sebagai orang tua.
Membacakan dongeng untuk anak juga memacu kami untuk disiplin. Biasanya kami makan malam jam 19.00, kalau bisa sebelum jam itu sudah selesai. Setelahnya, anak kami main sebentar dengan mobilan atau lego.Â
Ada beberapa buku saku tentang hewan-hewan (ia juga menggemari hewan) yang ia sudah hafal nama-namanya, dan sebagian besar suaranya.
Menjelang jam 20.00, anak kami mulai senewen. Minta dibuatkan susu atau air madu hangat. "Papah, waktunya membaca cerita Alkitab!" ajak istriku.
Menanamkan kebenaran adalah tugas ayah dan ibu
Mendidik anak, lebih jauh, menanamkan kebenaran adalah tugas suami-istri, ayah dan ibu. Wahai para suami, jangan limpahkan tanggung jawabmu mendidik anak hanya kepada istri.
Begitu masuk kamar, anak kami naik ke kasur (tanpa dipan) sendiri, lalu duduk di pangkuan mamanya. Tak lupa, selimut pink kesukaannya harus ada di dekatnya. (Kalau sudah tidur, selalu digigit ujungnya, sampai semua sudut jadi kucel).
Aku yang bertugas membacakan cerita sambil memperlihatkan gambar ilustrasinya. Aku juga memberikan kesimpulan dari cerita. Buku ini bilingual, Bahasa Indonesia dan Inggris. Tapi kami fokus pada Bahasa Indonesia terlebih dahulu. Itu penting sebagai bahasa ibu.
Buku ini menceritakan per tokoh, dan tiap tokohnya diceritakan dengan sederhana dan singkat. Selesai satu tokoh dibacakan, anak kami tidak terima, "Baca agiii...!" Nah, kan?
Dari pengalaman kami, mendongeng/membacakan cerita sangat berdampak bagi anak. Anak kami tahu sudah kenal jenis-jenis hewan, mobil berikut nama dan suaranya. Ia tahu waktunya membaca sebelum tidur.
Harapannya, nilai-nilai kebenaran juga akan ia terima sejak dini. Sehingga di masa mudanya nanti, ia bisa berjalan di jalan yang benar sesuai ajaran firman Tuhan. Ingat, jika kita tidak mendidik anak-anak kita, dunia yang akan mendidik mereka. --KRAISWANÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H