Ketika ditanya kemungkinan soal Gibran menjadi bacawapres Prabowo,
"...Pertama umur. Yang kedua, baru dua tahun aja jadi, apa, wali kota. Yang logis ajalah." Jokowi, 4 Mei 2023Â
"Orang tua itu hanya mendoakan dan merestui." Jokowi, 22 Oktober 2023
***
Politik, dari dulu, adalah tentang kepentingan. Entahkah untuk kepentingan rakyat, golongan, atau bahkan kepentingan keluarga.
Jokowi adalah presiden terbaik yang pernah dimiliki bangsa Indonesia yang tahun ini berusia 78 tahun. Banyak dari kita memujinya setinggi langit. Banyak pemimpin dunia pun mengakui kehebatannya. Tapi, yang terbaik bukan berarti tanpa kekurangan.
Selama dua periode menjabat sebagai presiden, banyak gebrakan yang telah dilakukan Jokowi. Dari pembangunan infrastruktur, sistem pengelolaan SDA, investasi, hingga pembangunan ekonomi untuk rakyat kecil. Banyak ide dan strateginya brilian, tak pernah mampu digagas para pendahulunya.
Hanya kurang setahun lagi, Jokowi berpotensi menggenggam predikat terbaik di Indonesia, layak dijadikan sebagai teladan hingga anak-anaknya bertingkah.
Kita takkan lupa, awal menjadi presiden anak-anak Jokowi masih berpenampilan sederhana layaknya anak daerah. "Kurang pantas jadi anaknya presiden," komentar orang saat itu. Waktu itu Jokowi juga dipuji karena jauh dari dinasti politik, karena tidak seorang pun anaknya yang masuk ke dunia politik. Lain halnya dengan pendahulunya, Soeharto.
Lalu perlahan anak-anak Jokowi membangun bisnis, dengan menumpang nama ayahnya tidak sulit untuk dikenal masyarakat. Tak lama, masing-masing mereka bermanuver ke dunia politik.
Bobby, menantu Jokowi, maju dan terpilih sebagai wali kota Medan. Gibran, maju dan terpilih menjadi Wali Kota Solo. Terakhir, yang tidak kalah mengguncang, si bungsu Kaesang menjadi ketua PSI hanya dua hari setelah bergabung dengan partai berlogo mawar merah.
Dalam banyak kesempatan, Jokowi menyebut setiap langkah anak-anaknya di dunia politik adalah murni keputusan mereka, karena mereka sudah berkeluarga, sudah dewasa dan dianggap bisa mengambil keputusan sendiri. Tapi, Jokowi tidak membiarkan air hanya mengalir. Manuver lidahnya pada 22 Oktober 2023 itu buktinya.
Tidak usah naif, lancarnya anak-anak Jokowi berkiprah di dunia politik tentu karena pengaruh namanya sebagai presiden. Rakyat kita sudah pintar membaca keadaan.
Hari-hari ini, Bumi kita makin panas karena pemanasan global. Di Indonesia, dunia politik makin panas karena strategi politik yang dilakukan anak-anak Jokowi.
Mulanya, langkah Bobby dan Gibran bisa kita maklumi. Mereka mendaftar ke KPU sesuai prosedur. Ada isu dinasti politik, tapi berlalu juga terbawa angin.
Tapi menjadi makin aneh bahkan berantakan, saat Kaesang tetiba 'mengambil alih' PSI, lalu bertebaran spanduk Prabowo-Kaesang di tepi jalan, hingga gugatan ke MK terkait syarat minimal capres---di mana ketua MK adalah pamannya Gibran.
Dari beberapa gugatan yang dilayangkan, MK menolaknya. Namun, ada seorang mahasiswa asal Solo, fanatiknya Gibran dengan isi gugatan "Usia minimal capres-cawapres 40 tahun atau pernah menjadi kepala daerah".
Gugatan mahasiswa ini diterima. Pakdenya membuka jalan bagi Gibran maju sebagai cawapres. Lembaga negara sebesar MK bisa dipengaruhi hanya oleh seorang mahasiswa. Payah. MK sebagai produk reformasi bisa disetir putusannya oleh satu-dua orang demi meloloskan seorang anak muda (kebetulan keponakan ketua MK) maju sebagai cawapres.
Ayahnya presiden, pakdenya ketua MK, iparnya wali kota Medan, adiknya ketua partai, dia berpotensi maju jadi cawapres salah satunya karena usianya memenuhi syarat dan pernah menjadi kepala daerah. Jabatan dan kekuasaan mendukung dinasti.
Mahfud MD, pakar hukum sekaligus cawapres Ganjar Pranowo menilai, dinasti ala keluarga Jokowi ini tidak bisa diproses secara hukum, kecuali nantinya terbukti menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan diri dan kelompok. Tidak ada undang-undang yang spesifik mengatur.
Tapi, ada aturan non-hukum, yang bersangkutan harusnya berefleksi. Apa tidak malu, tidak takut dosa, anggota keluarganya menjadi pejabat negara, lalu dia maju sebagai cawapres?
Atas fenomena ini, banyak pihak memberi respons, baik dukungan maupun penolakan. Yang mendukung tentu para partai koalisi pendukung pengusung Prabowo-Gibran.
Namun, penolakan datang dari banyak pihak. Salah satunya budayawan Butet Kartaredjasa. Dikabarkan Butet menulis surat pribadi kepada Jokowi. Entah bagaimana, surat ini bocor ke publik. Kompas.com menjabarkan isinya. Intinya,
Saya (Butet) sedih bukan tentang siapa capres yang terpilih kelak. Jika keputusan MK menyebabkan Gibran dengan Prabowo, bagi saya ini awal datangnya bencana moral. Rakyat Indonesia bukan orang bodoh yang tak bisa membaca peristiwa.
Saya tidak ingin legacy njenengan (Jokowi) sebagai role model pemimpin baik akan rontok. Andalah role model terbaik yang dimiliki bangsa Indonesia. Tinggal setahun lagi njenengan bekerja seperti kemarin2, kebanggaan itu akan abadi.
Dengan ikhlas saya membantu njenengan dari jauh demi kebaikan bersama yakni dengan: ngelingke. Mengingatkan. Waspadalah bahwa, Melik Nggendhong Lali. (Keinginan berlebihan akan sesuatu, akan membuat seseorang melanggar tata aturan dan norma.)
Mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama menilai, capres-cawapres bukan untuk coba-coba. Pengalaman dua tahun sebagai kepala daerah belum cukup.
Gibran belum tahu rasanya duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif, tidak ngerti jadi presiden nanti. 300 juta penduduk Indonesia dipertaruhkan di 2045. Ganjar dan Mahfud, bagi Ahok, jelas lebih teruji rekam jejaknya dan layak dipilih sebagai presiden dan wakil presiden. Bicara tata negara, harus ngerti konstitusi.
Aktivis media sosial Denny Siregar memberi tanggapan senada. Denny memakai logika paling sepele. Jika Prabowo-Gibran menjadi presiden, bayangkan Prabowo saat ini berusia 72 tahun. Diminta berjoget saja dia sudah ngos-ngosan.
Amit-amit, jika suatu waktu Prabowo jatuh sakit, lalu Gibran yang baru dua tahun menjadi wali kota akan memimpin negara sebesar Indonesia, dikelilingi dengan para pembisik yang licik. Gak bahaya tah?
Penutup
Jokowi oh Jokowi. Indonesia baru saja hendak meraih harapan dengan kehadiranmu. Baru saja kau ajak kami berlari demi menyejajari bangsa lain. Kini, dalam sekali jentik kau menyakiti kami.
Mengutip kata-kata Butet, kami hanya bisa ngelingke. Semoga Pak Jokowi sadar, sebelum citra yang dibangun dua periode betulan hancur karena urusan dinasti. --KRAISWANÂ
Referensi: 1, 2, 3, 4, 5, 6
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H