Atas fenomena ini, banyak pihak memberi respons, baik dukungan maupun penolakan. Yang mendukung tentu para partai koalisi pendukung pengusung Prabowo-Gibran.
Namun, penolakan datang dari banyak pihak. Salah satunya budayawan Butet Kartaredjasa. Dikabarkan Butet menulis surat pribadi kepada Jokowi. Entah bagaimana, surat ini bocor ke publik. Kompas.com menjabarkan isinya. Intinya,
Saya (Butet) sedih bukan tentang siapa capres yang terpilih kelak. Jika keputusan MK menyebabkan Gibran dengan Prabowo, bagi saya ini awal datangnya bencana moral. Rakyat Indonesia bukan orang bodoh yang tak bisa membaca peristiwa.
Saya tidak ingin legacy njenengan (Jokowi) sebagai role model pemimpin baik akan rontok. Andalah role model terbaik yang dimiliki bangsa Indonesia. Tinggal setahun lagi njenengan bekerja seperti kemarin2, kebanggaan itu akan abadi.
Dengan ikhlas saya membantu njenengan dari jauh demi kebaikan bersama yakni dengan: ngelingke. Mengingatkan. Waspadalah bahwa, Melik Nggendhong Lali. (Keinginan berlebihan akan sesuatu, akan membuat seseorang melanggar tata aturan dan norma.)
Mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama menilai, capres-cawapres bukan untuk coba-coba. Pengalaman dua tahun sebagai kepala daerah belum cukup.
Gibran belum tahu rasanya duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif, tidak ngerti jadi presiden nanti. 300 juta penduduk Indonesia dipertaruhkan di 2045. Ganjar dan Mahfud, bagi Ahok, jelas lebih teruji rekam jejaknya dan layak dipilih sebagai presiden dan wakil presiden. Bicara tata negara, harus ngerti konstitusi.
Aktivis media sosial Denny Siregar memberi tanggapan senada. Denny memakai logika paling sepele. Jika Prabowo-Gibran menjadi presiden, bayangkan Prabowo saat ini berusia 72 tahun. Diminta berjoget saja dia sudah ngos-ngosan.
Amit-amit, jika suatu waktu Prabowo jatuh sakit, lalu Gibran yang baru dua tahun menjadi wali kota akan memimpin negara sebesar Indonesia, dikelilingi dengan para pembisik yang licik. Gak bahaya tah?
Penutup
Jokowi oh Jokowi. Indonesia baru saja hendak meraih harapan dengan kehadiranmu. Baru saja kau ajak kami berlari demi menyejajari bangsa lain. Kini, dalam sekali jentik kau menyakiti kami.