Pinjam-meminjam uang dengan sesama adalah topik yang selalu menarik untuk dibahas. Sebab, ada banyak kesan di baliknya. Kombinasi antara lucu, kasihan, sungkan hingga menegangkan.
Teman sering menjadi sasaran meminjam (hutang). Pertama, yang paling dekat. Kedua, bisa diandalkan. Ketiga, fleksibel.
Mau pinjam orang tua, malu. Pun tidak selalu mereka punya uang, apalagi kalau sudah tua dan pensiun. Apalagi kalau sudah disekolahkan, sudah kerja, masa masih pinjam orang tua? Mau pinjam kerabat sungkan, karena biasanya banyak alasan, untuk kebutuhan keluarga misalnya. Mau pinjam ke bank, berat di bunga. Teman adalah jawaban dari semua kendala tersebut.
Di ambang keputusasaan dalam memenuhi kesenangan, biasanya pinjol menjadi solusi instan. Banyak orang yang memilih jalan ini akhirnya menjadi korban karena bunga yang mencekik. Tidak hanya rakyat jelata, kalangan artis pun ada yang terjerat pinjol sampai menjual rumah yang harganya miliaran.
Dibanding pinjol, teman adalah solusi hutang yang minim risiko. Tidak ada teror meneror, tidak ada aib yang diumbar dan biasanya urusannya beres.
Saat kuliah, tahun 2010, aku dan beberapa teman tidak lepas dari hutang menghutang. Syukurnya waktu itu belum musim pinjol. Jadi teman adalah satu-satunya tempat jawaban atas masalah keuangan.
Tentu saja dengan nominal yang tidak besar. Misalnya makan di kantin, "Bayarin dulu ya, besok aku ganti." Atau untuk kebutuhan kuliah seperti foto copy diktat, membeli alat dan bahan untuk praktikum dan sebagainya.
Sedangkan untuk biaya kuliah yang mencapai jutaan, tetap kembali pada orang tua masing-masing. Menjadi rahasia umum, mahasiswa yang sudah dikirimi uang orang tuanya, tapi masih mendapat tagihan dari kampus juga. Sebabnya, uang yang harusnya untuk bayar kuliah malah dipakai untuk berjalan-jalan dengan teman, atau mentraktri pacarnya. Repot kan.
Masih mahasiswa, uang bulanan saja masih bergantung pada orang tua, pakai acara pacaran segala. Bukan berarti tidak boleh pacaran. Selama sudah bisa bertanggung jawab, tidak salah untuk pacaran. Dan memakai uang yang harusnya untuk membayar kuliah untuk hal lain adalah tidak bertanggung jawab.
Kalau makan tidak mentraktir cewek, gengsi dong! Nanti dianggap pelit. Kalau begitu, kuliah saja yang benar. Tidak usah pacar-pacaran.
Hutang adalah candu
Kata ibuku, hutang adalah candu. Sekali berhutang, bakal berhutang lagi, dan lagi. Iya kalau bisa mengembalikan, kalau tidak?
Berbeda halnya terhadap bank atau pinjol, berhutang kepada teman tidak begitu menegangkan. Tidak ada perampasan barang, tidak ada teror, bahkan orang yang memberi pinjaman kadang sungkan untuk menagih, jadinya lupa deh.
Lebih parah, kalau orang yang meminjamkan hendak menagih, meski sudah meminta dengan halus, malah direspons dengan galak dan kasar. Seolah-olah dia yang dizalimi, padahal dia yang meminjam.
Sudah lulus, masih hutang juga
Hidup bermahasiswa adalah seni dan penuh kenangan. Hidup serba terbatas, apalagi kalau harus ngekos, jauh dari orang tua. Kehidupan bergantung senuhnya dari kiriman orang tua.
Meski tak jarang, beberapa mahasiswa mau mengambil kerja part time sekedar untuk menambah uang saku atau mencari pengalaman. Aku salah satunya. Gaji tidak seberapa, kerjanya sampai malam, badan capek, tidak bisa nongkrong dengan teman-teman, boro-boro pacaran.
Tapi kerja part time itu membentuk mentalitasku untuk tidak mudah menyerah dan lebih bijaksana memakai waktu, tenaga, uang dan segenap sumber daya yang Tuhan percayakan.
Tapi apa jadinya kalau sudah lulus kuliah, tapi masih berhutang juga pada teman?
Aku pernah punya pengalaman dengan teman kuliah. Meski sudah lulus dan berkarya di tempat masing-masing, kami masih saling berkabar. Sesekali reuni kalau ada kesempatan.
Yang tidak lupa dari komunikasi itu adalah "Pinjam dulu seratus." Seringnya temanku yang hendak meminjam uang padaku. Sekali dua, kalau aku pas punya dan jelas hutangnya untuk apa, aku akan usahakan.
Aku minta kejelasan dari temanku, kapan akan dikembalikan. Bukan apa-apa, kalau bilangnya pinjam, ya harus dikembalikan dong.
Sebagian besar temanku menepati janji dengan mengembalikan uang yang dipinjam. Tapi jika teman itu pinjam berkali-kali, lama-lama risih juga.
Ikan gurame ikan gabus
Ikan arwana makannya gabus
Biar silaturahmi tak putus
Pinjam dulu seratus
Gampang sekali mereka pinjam dulu seratus. Sedangkan dompetku pun pupus. Habis sama sekali. Hilang lenyap. Punah uangnya! --KRAISWANÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H