Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

TikTok Shop Dilarang, Suatu Alibi Enggan Berkembang?

8 Oktober 2023   15:20 Diperbarui: 10 Oktober 2023   12:10 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar Tanah Abang vs TikTok Shop | foto: BBC Indonesia, Shutterstock/farzand01

Bukan yang terkuat, melainkan yang paling adaptif yang akan bertahan.

Konon, dinosaurus---kalau betulan ada---hewan purba yang terkuat di bumi pun punah karena tidak bisa bertahan dari serangan hujan meteor.

Para pedagang di Pasar Tanah Abang---'surga'-nya grosir bermacam barang---mengaku 'berdarah-darah' setelah dihantam pandemi Covid-19, lalu digencet toko digital (e-commerce).

Di lantai dasar Blok A, para pedagang lantang menjajakan dagangan kepada segelintir orang yang lewat. "Boleh bunda, silakan... ada ukuran, bahan impor... silakan dilihat-lihat dulu bunda..." pekikan pedagang lebih mendominasi dibanding proses tawar-menawar.

Di lorong-lorong pasar juga sepi dari porter yang biasanya mondar-mandir memanggul karung dagangan grosir. Mereka mangkal di dekat pintu masuk, menunggu dipanggil pemilik toko.

Pedagang di lantai atas lebih miris. Mereka hanya duduk sambil mainan HP karena nyaris tak ada orang lewat, sebagian besar kios bahkan telah tutup. Di blok A, dalam rentang 2019-2023 kiosnya berkurang hingga 1.000 unit, dan jumlah pengunjung turun hingga 5.000 orang.

Disaksikan oleh Sukmamalingga, salah satu pedagang, Pasar Tanah Abang mulai sepi sejak 2021 karena Pemprov DKI Jakarta menerapkan PSBB dan menutup pasar hampir empat bulan. Penjualan merosot 30%.

Tahun 2022 pemerintah mengakhiri PSBB, pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara ini mulai ramai. Masyarakat yang telah bosan terkurung mendatangi pasar. Meski tak laris, penjualan stabil. Kini, setelah Covid-19 menjadi endemi penjualannya justru merosot hingga 70%.

Para pelanggan dari berbagai daerah tidak ada lagi yang berbelanja ke Tanah Abang, padahal Lingga selalu meng-update foto-foto baju model terbaru. Sebelum pandemi, mereka berani pesan 100 potong, baru berapa hari sudah pesan lagi.

Tahun ini, hal itu tak terjadi. Pembeli yang dari Jakarta pun tak ada. Dalam sebulan, pembeli yang datang hanya 10 orang. Padahal letak kiosnya di Blok B lantai bawah, sangat strategis.  "Malah habis lebaran Idul Adha, pasar masih sepi." keluh Lingga.

Nasib serupa dialami Syamsul, pemilik kios di lantai lima. Dari pagi sampai jam 13.00 belum ada yang beli. Penjualannya turun 95%. Baju sudah diobral pun orang enggan membeli. Pernah sebulan tak ada pemasukan satu rupiah pun waktu lebaran.

Pasar Tanah Abang yang dulu berjaya, kini hidup segan mati tak mau. Kenapa bisa begitu?

Disrupsi ekonomi. Toko online menjadi salah satu penyebab sekaratnya Pasar Tanah Abang. Pengamat ekonomi digital Nailul Huda berujar, kebiasaan konsumsi masyarakat sudah bergeser sebelum pandemi, dari berbelanja di toko konvensional ke toko online.

Jangankan Tanah Abang, retail modern yang lebih besar seperti Matahari, Ramayana, Giant banyak yang tutup. Nailul mengungkap, dua faktor utama orang memilih berbelanja online yakni kenyamanan dan harga yang lebih murah.

Pelanggan nyaman berbelanja online karena harganya miring, gratis ongkos kirim, tidak makan waktu keliling toko, dan barang langsung diantar ke depan rumah. Jangan lupa, pilihannya lebih banyak, ada review dari pelanggan lain dan bisa komplain langsung ke toko. Kemudahan ini tidak ada di toko konvensional.

Content first, commerce later. --TikTok Shop

Bagaimana pedagang konvensional bertahan?

Sebelum menjawab pertanyaan itu, kita tentu masih ingat HP Nokia. Sebagai HP terkuat di dunia (dilindas truk pun tidak rusak), ternyata Nokia tak bisa bertahan dari gempuran zaman. Perusahaan telekomunikasi yang didirikan tahun 1865 ini mulai runtuh kejayaannya saat Apple meluncurkan iPhone dengan sistem operasi iOS, lalu diikuti Android dari berbagai merek.

Nokia membuktikan saktinya pepatah di muka. Manusia tidak butuh HP yang tahan dilindas truk, tapi HP yang pintar serbabisa.

Hingga tahun 2011, pasar Nokia terus merosot dan hampir bangkrut. Windows pun mengakuisisinya dengan merek Windows Phone. Namun, di bawah naungan HMD Global Nokia direbut kembali dan akhirnya mau memakai sistem Android.

Nokia lamban membaca zaman. Ia hampir terkubur setelah puluhan tahun berjaya. Meski lambat, Nokia mau belajar dan berusaha kembali menjadi raja komunikasi.

Kembali ke toko konvensional. Nailul berujar, para pedagang konvensional harus beradaptasi dengan teknologi agar tidak tinggal nama. Meskipun, dampak e-commerce atau social commerce memotong rantai perdagangan dari pedagang grosir, pengecer, hingga ke pembeli. Inilah era disrupsi.

Lingga akhirnya memutuskan berjualan di Tiktok sejak Mei lalu saat dua tokonya terancam sekarat. Daripada menunggu, lebih baik mengejar bola. Sejak jualan Live di Tiktok, dagangannya mulai laris. Sehari ada 20-30 baju terjual. Ia pun menyarankan para pedagang di Tanah Abang mesti buka pikiran, beralih ke jualan online.

Sudah jualan online, tetap tak laku 

Rupanya, tak semua pedagang bernasib mujur seperti Lingga. Retno, pegawai toko @lolacollection di lantai 3a Tanah Abang pernah berjualan live streaming di Tiktok beberapa bulan. Itupun hanya dua potong busana muslim yang laku. Mending kan, daripada nol pemasukan.

Setelah itu, Retno berhenti live dan kembali berjualan offline. Dalam sebulan hanya ada empat pembeli. Mungkin kurang cerewet saat live. Atau kurang kreatif. Malah kembali ke cara konvensional. Nailul menilai, pemerintah harus memberi perlakuan adil pada barang-barang yang dijual di toko offline maupun online yakni dengan menerapkan pajak.

Menanggapi hal ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, pemerintah melarang social commerce berjualan. Larangan ini diputuskan dalam rapat terbatas di Kantor Kepresidenan, Senin (25/09/2023). Social commerce seperti TikTok Shop hanya boleh mempromosikan barang/jasa, tidak boleh transaksi langsung.

Permendag terbaru juga mengatur adanya pengenaan pajak terhadap transaksi social commerce seperti di TikTok Shop. Jokowi menyebut, larangan ini bertujuan untuk melindungi UMKM dan pedagang pasar dari serangan digital.

Apakah pelarangan TikTok Shop menyelesaikan masalah? Tidak. Agus Suyatno, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, konsumen Indonesia adalah kelompok yang mudah beradaptasi dalam bertransaksi.

Kalau social commerce dilarang, mereka tetap bisa berbelanja melalui e-commerce. Agus melanjutkan, pelarangan ini tidak serta merta menghilangkan praktik belanja online. Konsumen Indonesia lebih puas berbelanja daring. Justru perlu kreativitas dari pelaku usaha agar tetap bersaing di era digital. Pemerintah juga perlu memberi dukungan dengan membuat regulasi yang berpihak pada penjual dan pemberian insentif berupa pemberian izin yang mudah dan murah.

Percuma melarang penggunaan teknologi

Pelarangan TikTok Shop bak memundurkan waktu ke zaman barter. Mustahil. Percuma. Zaman dan teknologi terus berkembang, mendisrupsi semua lini kehidupan manusia. Bagaimana mau membatasi perkembangan teknologi?

Pelarangan ini selain tak akan mengembalikan kejayaan pedagang konvensional, juga mustahil menghentikan perilaku berbelanja online. Sebab, pemerintah tak bisa mengendalikan platform-nya. Jangan sampai pelarangan ini hanya alibi untuk enggan berkembang.

Bagiku, langkah yang lebih efisien adalah membekali pelaku UMKM dan pedagang agar berdamai dengan era digital. Lalu penerapan pajak barang yang dijual secara online supaya harganya tidak jomplang. --KRAISWAN

Referensi: 1, 2, 3, 4, 5

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun