Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Beda Adat, Siapa Takut? #40

24 September 2023   14:37 Diperbarui: 24 September 2023   14:40 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat di bandara, persiapan terbang ke Sumatra | dokumentasi pribadi

Indonesia adalah tanah kaya dan subur, sehingga cocok dijadikan lahan pertanian. Pulau Sumatra salah satunya. Dengan lahan yang masih sangat luas, kebanyakan masyarakatnya berprofesi sebagai petani. Produknya dari sayuran, palawija, padi darat (beras merah), hingga kopi.

Orang tua Yanti juga berprofesi petani. Pada tahun 2000-an, Bapak Yanti pernah berjaya dengan panen kopi. Hasilnya cukup untuk biaya kuliah Yanti, sekolah adik-adik maupun merenovasi rumah.

Dengan berkuliah ke Semarang, Jawa Tengah, Yanti bisa dipertemukan dengan Kris. Suatu campur tangan Tuhan yang ajaib, yang lalu membawa kami ke tahap persiapan pernikahan.

***

Hari kedua di rumah Yanti, kami masih bongkar muatan, mengobrol dan berkenalan dengan keluarga besar Yanti. Mereka tinggal masih di sekitar kampung Yanti, Gunung Purba. Kami juga berjalan-jalan ke tempat wisata di sekitar tepian Danau Toba, hanya berjarak 5 menit naik motor dari rumah Yanti.

Seiring berkembangnya medsos, banyak tempat wisata dibuka di daerah ini. Khususnya bagi pemilik ladang yang menjorok ke Danau Toba. Dibuka tempat wisata berbasis cafe atau restoran, dengan pemandangan Danau Toba yang menawan. Salah satu yang terkenal adalah Bukit Indah Simarjarunjung (BIS).

Aku, Yanti, adik Yanti dan satu sepupunya mengobrol di BIS ditemani kopi dan pisang goreng. Sepupunya ini (laki-laki) sangat dekat dengan Yanti. Mereka sering bermain dan mbolang bareng saat masih sekolah.

Malam menjelang, kami pesan mi dan cap cay di salah satu warung makan yang cukup terkenal. Antri, kami harus menunggu beberapa menit. Saat menunggu itu, ada beberapa teman laki-laki saat Yanti sekolah. Mereka berbasa-basi secukupnya.

Salah satu dari mereka menanyakan, siapa lelaki yang bersama Yanti. Apakah dia beragama Islam? (Kebanyakan orang Batak mengira, orang Jawa pasti agamanya Islam.) Disebabkan tidak ada niat baik untuk berkenalan, aku pun diam. Mereka hanya kepo melihat orang dari Jawa.

Pesanan kami selesai, kami segera pulang. Perut sudah keroncongan. Masakan hangat ini cocok dengan kampung Yanti yang berhawa dingin. Begitu tiba di rumah, kami kaget karena keluarga besar Yanti dari pihak mama sudah berkumpul. Tulang Tesa sempat ke rumah saudara mama, lalu kembali ke rumah.

Ada apa ini...? O, mungkin ingin berkenalan dan mengobrol dengan Kris. Kami segera menyantap makan malam. Sedang keluarga besar sudah makan dari rumah masing-masing.

Santap malam selesai. Waktunya berkenalan dan mengobrol. Aku kaget, karena forum ini tidak hanya menyajikan momen perkenalan. Waduh...

Aku dan Yanti diminta duduk bersisian, di posisi sentral yang mudah dilihat semua hadirin. Kami mau diapakan ini...?

Dalam budaya Batak, jika seorang anak perantau pulang membawa lawan jenis, dianggap akan segera menikah. (Apalagi Yanti adalah perempuan.) Mungkin satu atau tiga bulan lagi. Bah!

Maka dalam forum keluarga di malam itu keluarga Yanti menanyakan, apa dan bagaimana rencana kami. Di antara bapak-mama dan keluarga besar pasti sudah membahas hal ini. Orang Batak tidak suka basa-basi. Meski Kris datang hanya untuk berkenalan, mereka tidak terima. Harus dijelaskan maksud kedatangan, rencana ke depan mau bagaimana.

Sat set, thas thes...

Inilah bedanya orang Batak dengan orang Jawa. Bagi orang Jawa, biasa berbasa-basi, selow. Kalau datang untuk berkenalan, ya memang hanya kenalan. Besok datang lagi untuk menyampaikan tujuan berikutnya.

Tidak begitu dengan orang Batak. Kalau sudah datang dengan pacar, berarti siap menikah. Tanpa ba-bi-bu, langsung ditembak kapan tanggalnya?

Jujur aku syok. Aku belum menyiapkan materi (macam mau presentasi) untuk ini. Materi secara harfiah juga belum ada. Mereka curang, tidak memberi aba-aba langsung 'menyerang'.

Tapi di sinilah posisiku sebagai laki-laki diuji, tak peduli apa latar belakang etnisku. Harus bisa bicara. Masa mau menikahi anak orang, bicara saja tidak bisa? Meski grogi, aku berusaha bicara apa adanya. Tidak boleh bilang tidak tahu/ tidak punya rencana. (Syukur sudah di-briefing oleh Tulang Kiki.) Yang pertama aku kembali menjelaskan bahwa kedatanganku adalah sekedar untuk berkenalan dengan keluarga besar Yanti.

Kalau rencana menikah, kami belum memutuskan tanggal pasti. Karena kami baru saja pacaran, LDR pula Salatiga-Jakarta. Secara keuangan kami juga belum memadahi. Kami ingin menabung untuk biaya pernikahan kami. Mungkin tidak akan terkumpul banyak, namun komitmen kami adalah tidak ingin merepotkan orang tua. Maka, kami akan berusaha semampu kami.

Saat membahas keuangan ini Yanti menangis di sampingku. Entah, mungkin Yanti turut merasakan tekanan yang aku alami. Pihak keluarga seolah-olah mendesak. Padahal kami baru mulai menabung. Aku memegang tangan Yanti, menenangkannya.

Berikutnya kami menyampaikan ide kami tentang pernikahan. Disebabkan banyak keterbatasan, kami ingin pemberkatan pernikahan dilakukan di Salatiga (Jawa Tengah). Jadi keluarga besar Yanti yang akan datang ke Jawa, mungkin dengan mencarter bis.

Terkait acara adat, kami tidak sanggup melakukan langsung. Namun, jika keluarga Yanti menginginkan hal itu kami berusaha melakukannya setelah pemberkatan pernikahan. Sambil kembali menabung. (Kami sudah kursus dengan Tulang Kiki, jadi bisa memberi jawaban bijak.)

Nantulang Tesa mewakili keluarga besar Yanti memberi tanggapan. Pada dasarnya mereka kurang setuju jika pemberkatan dilakukan di Jawa. Karena keluarga besar Yanti ada di Sumatra.

"Bagi orang Batak, biar kecil tetaplah pesta. Tidak usah menggelar pesta yang besar. Meski kecil, tapi tetap diadakan pesta." ujar nantulang. Padahal, yang namanya pesta, mau besar atau kecil tetap perlu biaya yang besar.

Tulang yang lain juga memberi tanggapan positif. Dasarnya sama, pesta tetap harus diadakan. Nanti kami bisa menabung berapa, akan ditambahi (entah dari mana). Bersyukur, ini musyawarah yang mulus. Semua pendapat dan keinginan ditanggapi dengan positif.

'Persidangan' dadakan sudah dilalui. Setidaknya kedua belah pihak sudah menyampaikan keinginan masing-masing. Bagaimana langkah selanjutnya? --KRAISWAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun