Kami tiba di tempat parkir sekitar pukul 10.00 WIB. Selepas dari jalan raya Salatiga-Ungaran lalu lintas normal, tidak banyak kendaraan lewat. Siapa sangka, di tempat parkir sudah penuh motor dan mobil. Parkiran motor yang beratap biasanya longgar pun tidak sanggup menampung motor pengunjung.
Harga tiketnya Rp8.000/orang (Murah kan? Banget!), parkirnya Rp3.000/motor. Jika Anda berniat berkunjung ke sini, jangan khawatir dan tidak usah membawa banyak bekal. Sebab tersedia beberapa warung yang menjamin logistik Anda. Tersedia mi instan, gorengan, dan beragam minuman.
Istriku sempat mendumal, kenapa ramai sekali? Dulu saat kami prewed (3 tahun lalu) tidak seramai ini. Ya iyalah, seiring zaman tempat wisata alam pasti banyak dikunjungi orang. Apalagi sudah lewat pandemi Covid-19 dan efek media sosial.
Kami tahu trek ke air terjun ini ringan, jadi tidak ribet dengan barang bawaan. Istriku memakai topi, kaos, celana panjang, sweater dan sendal jepit (bolang sejati). Sedangkan aku topi, kaos, celana pendek kantong samping dan sendal naik gunung.
Dari parkiran, kami harus berjalan kurang lebih 700 meter melewati kebun cengkih menuju ke jalur treking. Betapa damai hati dan pikiran, melihat aliran air yang jernih, muka langit yang biru, dan mendengar kicauan burung nan merdu.
Keberagaman hayati di Curug Lawe-Benowo tak perlu diragukan. Pepohonan purba yang menjulang tinggi memberi sensasi seperti di film-film petualangan. Kicauan burung hendak menyampaikan pesan nikmatnya hidup di alam bebas. Untuk sesaat, kami diajak kabur dari kepenatan dan beban pikiran.
Selain itu di beberapa titik ada spot unik untuk berfoto. Di antaranya akar pohon "O" dan jembatan merah. Di jembatan ini kami juga pernah melakukan prewed.
Kami memutuskan untuk mengunjungi Curug Lawe saja agar lebih puas dan tidak terburu-buru. Di tengah perjalanan, jalurnya ditutup dengan ranting-ranting kayu. Jalurnya dibelokkan ke bawah agak memutar. Kami harus menuruni dan menaiki jalan berundak dari ban bekas diisi tanah.