Di Indonesia, sistem perkabelan khususnya telepon dan internet semrawut. Mengganggu mata, tidak estetis, dan membahayakan pengguna jalan.
***
Sabtu dua minggu lalu (22/7), aku harus ke gereja untuk menghadiri seminar. Biasanya Sabtu aku libur. Di Jalan Jenderal Sudirman (searah) aku melaju dengan kecepatan sedang ( 50 km/jam). Jalanan agak sepi, tidak ada kendaraan lain di depanku.
Tetiba, ada suatu benda yang menjerat leherku. Sontak, aku rem motor di tengah jalan. (Seandainya ada kendaraan melaju kencang di belakangku, aku sudah ditabrak.)
Ternyata benang layangan. Meski tidak sekuat tali rafia, benang ini agak tajam. Aku hendak memutuskan benang itu, sayang tetiba benangnya jatuh.
Syukurnya aku selamat, baik dari ancaman benang maupun kendaraan lain. Menyisakan sedikit goresan di leherku.
Di kesempatan lain, Selasa (1/8) sore aku hendak memberi les di rumah murid. Saat berhenti di lampu merah Jl. A. Yani, ada lagi benang layangan menjuntai di tengah jalan. Tak ingin orang lain dalam bahaya, aku langsung menggunakan jurus pramuka guna memutus benang itu.
***
Sultan Rifat Alfatih (20), mahasiswa Universitas Brawijaya Malang mengalami nasib malang. Niatnya ingin berlibur ke rumah orang tuanya di Jakarta. Nahas, 5/1/2023 sekitar pukul 23.00 WIB ia melintas di Jalan Antasari Jakarta, lalu terjerat kabel fiber optik dan membuatnya mengalami beberapa disfungsi organ tubuh.
Saat itu, Sultan sedang mengendarai motor berkecepatan sedang. Tetiba mobil jenis SUV berhenti di depannya. Rupanya ada kabel fiber optik yang melintang di tengah jalan. Sopir mobil itu bergerak perlahan untuk melewati kabel yang menjuntai.
Diduga, sopir mobil tak menyadari kabel menyangkut di atap mobil. Berbahan serat baja, kabel itu tak putus meski tertarik beberapa meter jauhnya. Akibatnya, bak ketapel menghantam leher Sultan. Sultan pun jatuh seketika.