'Budi menendang bola', tulis guruku di papan hitam.
"Subjeknya apa?", jelas guruku, "...menendang sebagai Predikat (P), dan bola sebagai objek (O)." Aku takkan lupa cara guruku menerangkan bab kalimat efektif di bangku SD dulu. Terima kasih Bapak dan Ibu guru.
***
Tidak banyak orang yang bercita-cita menjadi guru. Tugasnya banyak, gajinya kecil, sering dikritik, belum lagi kalau ada anak yang bermasalah. Lagi pula, profesi guru tidaklah populer seperti polisi, dokter atau pilot.
Apalagi di era medsos dan AI sekarang ini. Penjelasan guru "disaingi" oleh teknologi kecerdasan buatan yang bisa merekam segala informasi di internet. Tapi, sampai kapan pun peran guru takkan digantikan oleh teknologi. Karena manusia (murid) butuh interaksi sosial, tidak cukup interaksi dengan benda.
Menjadi guru harus berpikiran terbuka dan terus belajar. Kalau berhenti belajar, maka "sumber air"-nya akan kering. Tidak boleh kalah dengan para murid. Berbahaya kalau muridnya tahu lebih banyak dibanding gurunya.
Bayangkan Anda belajar suatu mapel setiap hari. Dengan materi yang diulang-ulang, bertemu guru yang sama, dengan cara mengajar yang itu-itu saja. Anda pasti ingin segera membuka pintu ke mana saja, daripada tidur di kelas kena omelan guru.
Itu terjadi dalam pelajaran Tematik yang aku ampu. Mau mengajar materi lain, itu tugas sesuai kurikulum. Mau membuat pembelajaran yang menarik, tak cukup waktu. (Jam pelajarannya tiap hari, bayangkan! Berapa banyak persiapan yang harus aku lakukan?)
Semester II tahun ini kepala sekolah menjadwalkan supervisi untuk para guru di bulan April-Mei.
Supervisi merupakan pengawasan dan evaluasi kinerja guru oleh kepala sekolah, dilakukan tiap semester. Kepala sekolah akan menilai pengajaran kami di kelas sejak dari persiapan (lesson plan), pelaksanaan sampai penutup.
Selain 'ancaman' kebosanan, aku punya hambatan lain. Materi kelas 6 sudah selesai di bulan April. Lalu di supervisi ini aku mau mengajar apa? Mau tidak mau kegiatannya mengulas materi (review).
Aku memilih materi kalimat efektif yang membahas tentang struktur dalam kalimat. Yakni S (Subjek), P (Predikat), O (Objek) dan K (Keterangan: tempat, waktu, dll.) Materi ini terbilang gampang. Kalau aktivitasnya hanya mengisi lembar kerja anak-anak bisa selesai kurang dari 15 menit.
Maka aku memikirkan ide yang gampang, menarik dan relevan dengan materi. Anak-anak suka aktivitas yang melibatkan gerak fisik. Apalagi di usia mereka tenaganya berlimpah-limpah, akan sangat membosankan kalau aku hanya menjelaskan teori dan mengisi di kertas.
Bermain peran saja!
Aku menyiapkan potongan kardus berukuran 40 x 2,5 cm yang dikaitkan dengan karet gelang, jumlahnya empat buah. Lalu aku mencetak agak besar huruf S, P, O, dan K dalam sebuah lingkaran lalu digunting. Huruf ini akan ditempel di potongan kardus tadi, yang dipasang di kepala anak. Karetnya membuat fleksibel menyesuaikan ukuran kepala anak.
Mereka ini akan berperan menjadi S, P, O, dan K. Meski sudah kelas 6, kegiatan ini cukup menarik buat mereka. Mr Kris menyajikan pembelajaran yang berbeda, mungkin begitu pikir mereka.
Begini cara bermainnya. Sebelumnya aku sudah mengulas materi tentang kalimat efektif beserta contohnya. Kali ini mereka akan praktik.
Pertama, aku meminta perwakilan empat orang anak untuk ke depan sebagai peserta. (Akan bergantian dengan anak yang lain.) Aku memasangkan 'ikat kepala' secara acak pada anak yang maju. Empat anak ini tidak saling tahu, huruf apa di kepala mereka.
Kedua, mereka diminta berdiri melingkar untuk melihat huruf di kepala temannya. Beberapa anak langsung tahu, dengan logikanya kalau temanku dapat huruf "P", "K", dan "O", berarti yang aku pakai adalah huruf "S".
Ketiga, aku memberikan kalimat di layar projektor dengan memberi tanda kotak berwarna. Peserta harus sama-sama mempelajari, bagian kata yang aku kotaki disebut apa dalam struktur kalimat efektif. Apakah Subjek, Predikat, Objek, atau Keterangan.
Contoh: Proklamasi kemerdekaan Indonesia disiarkan tiga kali berturut-turut oleh Yusuf Ronodipuro, Bachtiar Lubis dan Suprapto. Proklamasi kemerdekaan Indonesia = O, disiarkan = P, tiga kali = K (jumlah), Yusuf Ronodipuro, Bachtiar Lubis dan Suprapto tentu saja S.
Keempat, peserta akan rapat lalu berdiri sesuai urutan dalam kalimat yang aku tampilkan.
Kelima, murid-murid lain akan menjadi 'juri', apakah peran teman-teman mereka di depan sudah benar atau belum. Kebanyakan anak yang menjadi peserta bisa menjawab dengan benar.
Memang materi kalimat efektif ini sangat mudah. Meski begitu, ada satu-dua anak yang salah karena bingung atau tidak mengerti. Misalnya jika dalam satu kalimat, pada dua kelompok kata menduduki peran yang sama, misalnya sama-sama sebagai Objek. Lalu timbul konflik. Padahal huruf yang aku sediakan masing-masing hanya satu.
Jika itu yang terjadi, aku akan minta pada anak yang mendapat huruf dimaksud untuk berdiri di dua posisi dengan cara berpindah. Unik kan?
Tidak semua anak mau mencoba. Mungkin tidak semua anak tertarik dengan kegiatan semacam ini. Namun, aku yakin suatu kegiatan pembelajaran yang melibatkan tidak hanya tangan untuk menulis, tapi keseluruhan tubuh mereka untuk bergerak bakal memberi kesan berbeda bagi murid. Semoga.
Betapa pun mudahnya materi suatu pelajaran, kalau disajikan dengan cara berbeda akan menarik minat anak. Biasanya anak akan lebih mudah memahami, dan senang untuk memerankan sesuatu. Karena dengan begitu mereka mengalami sendiri apa yang dipelajari. --KRAISWAN
Terima kasih untuk muridku Felice yang sudah mengambil gambar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H