JEDYAAAARRR!!!
Petir nampak menyambar, padahal di luar terang benderang. Itukah arti firasat buruk yang aku alami di tempat parkir tadi...??? Aku sudah merelakan karir sebagai guru di Surabaya. Kini, apa yang aku perjuangkan justru diakhir semudah itu oleh kantor pusat.
Apakah ini adil...?
Aku pun hanya bisa pasrah. Meski tidak menunjukkan reaksi negatif, aku merasa bakal banyak masalah menghadang di depan. Bagaimana nasib anak-anak dan teman-teman staf? Apa pekerjaanku nanti?
Progres yang aku kerjakan di PPA hanya berjalan 5 bulan. Padahal dalam tiga bulan pertama kehadiran Kris, teman-teman staf sudah kembali bersemangat mengerjakan pelayanan yang sebelumnya tidak karuhan.
Pelayanan di PPA ini bak kapal dengan ratusan anak sebagai penumpang. Aku sebagai nahkoda, para staf adalah ABK (Anak Buah Kapal). Kehadiranku hanya menutupi satu lubang kecil yang membuatnya bertahan hanya beberapa bulan. Banyak lubang lain yang tidak sanggup aku tutup dengan kapasitasku. Kapal itu kandas di tengah samudra.
Menyesalkah aku kembali ke PPA? Ya, karena aku menjadi salah satu orang yang paling dirugikan. Pengorbananku tentang karir dan masa depan tidak berguna. Tapi tidak, karena aku meyakini ini panggilan Tuhan untukku pribadi. Aku belajar taat. Pada kisah berikutnya Tuhan justru menambahkan banyak hal padaku.
Aku bersama dua staf punya waktu tiga bulan untuk membereskan administrasi. Anak-anak akan tetap mendapat support dari sponsor, syaratnya mereka harus ditransfer ke PPA lain. Butuh sekoci untuk mengantarkan mereka mencapai daratan.
Selama tiga bulan itu, staf masih mendapat tanda kasih (upah). Sedangkan para mentor (pengajar) hanya dapat sampai bulan April.
However, life must be go on. Aku dan dua staf masih bisa 'bernafas' tiga bulan sambil mencari pekerjaan baru. Kris prihatin dengan anak-anak yang kehilangan 'rumah', juga rekan mentor ibu rumah tangga yang kehilangan tambahan penghasilan. Beberapa teman mentor yang masih mahasiswa bisa fokus mengerjakan studi.