Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Beda Adat, Siapa Takut? #25

25 Mei 2023   14:53 Diperbarui: 26 Mei 2023   10:17 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengunjungi air terjun berdua | foto: KRAISWAN

Suatu hari Kris melakukan video call dengan Yanti. Waktu itu Kris sedang mengikuti kegiatan Temu Kangen Alumni Perkantas Salatiga, bertempat di Goa Rong, Tuntang.

Dalam sambungan telepon petang hari itu, tetiba Yanti menyerang Kris dengan pertanyaan, "Kapan nikah?" Waduh, perasaan baru kemarin aku lulus kuliah dan bekerja. Ini belum setahun pacaran sudah ditodong pertanyaan macam itu. Waktu itu usia kami 26 tahun, sudah cukup untuk membicarakan pernikahan.

Siap berpacaran berarti siap menikah

Itulah keyakinanku sejak menggumulkan pasangan hidup. Tentu saja, tapi mentalku rasanya belum sanggup membahas pernikahan. Orang pacaran juga baru sekali ini.

Aku ingin menikah, tapi tidak dalam waktu dekat. Bagiku, laki-laki tidak masalah menikah di usia 30-an. Masih banyak waktu dan kesempatan untuk mengembangkan diri.

Masalahnya, kami seumuran. Jika kami menikah di usia 30, berarti Yanti akan melahirkan anak di atas usia 30 tahun. Dalam sebuah sharing dengan mentor rohani, aku disarankan tidak menunda waktu pernikahan. "Tidak baik bagi wanita melahirkan di usia mendekati 30. Waspada menopause." Demikian nasihat mentorku.

Benar juga. Inilah pentingnya melakukan diskusi dengan orang dewasa. Bisa mendapat nasihat dan arahan yang benar. Kris juga harus mempertimbangkan kondisi fisik Yanti. Sejak saat itu Kris bertekad tidak ingin ongkang-ongkang kaki. Tidak berarti harus tergesa-gesa tanpa persiapan yang matang.

Kris memang tidak memasukkan usia dalam kriteria pasangan hidup. Bukan berarti tidak penting. Bagiku, tidak masalah jika calon PH selisih 1-2 tahun denganku. Rupanya Yanti, sosok yang menjadi jawaban doa Kris pas seumuran. Alih-alih sedih, justru menyadarkanku supaya menyiapkan pernikahan dengan cermat dan sungguh-sungguh.

Kembali pada obrolan via telepon. Perempuan perlu kepastian, betul? Sehingga pertanyaan Yanti adalah sah dan wajar adanya. Masih dalam suasana syok, kami menggagas waktu pernikahannya adalah di tahun 2020, pertengahan bulan Januari atau Februari. Konsepnya pun juga sederhana, bukan pesta besar.

Kurang lebih dua tahun waktu kami untuk menyiapkan biaya, acara, undangan dan banyak lagi. Tak lupa, lebih dulu menjadwalkan berkenalan dengan calon mertua ke Medan. Sungguh menantang.

Selama dua tahun tersebut kami menjalin LDR. Mudah? Jelas tidak. Mustahil? Tidak juga. Sesuai kesepakatan awal jadian, kami akan saling berkunjung secara rutin. Kalau Kris ada liburan panjang, pas Yanti ada dinas ke Kulonprogo, Jogja, kami akan usahakan bertemu.

Kris pernah mengantar Yanti belanja bahan-bahan produksi jamu ke Pasar Beringharjo. Sekalian menjemputnya untuk menikmati weekend di Salatiga.

Waktu hidup kita tidak hanya terjadi dalam bingkai kronos (waktu yang berjalan sesuai kenyataan), namun juga kairos (waktunya Tuhan). Segala sesuatu Dia buat indah pada waktunya. Itu Kris dan Yanti alami dalam berpacaran.

Tiga bulan setelah jadian, Yanti menikmati liburan di Salatiga dan sekitar Semarang. Salah satunya libur lebaran 2018. Pertemuan kami awali dengan PA bersama, lanjut jalan-jalan. Inilah PA pertama yang kami lakukan di Taman Kota Salatiga.

Wisata sekalian diskusi buku di Taman Kota Salatiga | dokumentasi pribadi
Wisata sekalian diskusi buku di Taman Kota Salatiga | dokumentasi pribadi

Di taman ini, selain bebas biaya masuk juga sangat kondusif. Suasananya asri, teduh dan alami di antara pepohonan rindang. Bisa jadi kami adalah pengunjung teraneh. Umumnya, orang datang ke taman untuk refreshing, mengobrol atau sekedar berfoto. Sedangkan kami membawa buku dan alat tulis. Mungkin banyak yang mengira kami mahasiswa/ anak SMA yang sedang belajar kelompok, hehe.

Empat tahun lebih kuliah dan tinggal di Semarang, Yanti belum pernah mengunjungi wisata sejarah Lawang Sewu. Payah. Padahal ia sudah malang melintang lewat daerah Tugu Muda. Kris lebih parah. Lahir, tinggal dan besar di Jawa Tengah tapi belum pernah juga ke sini. Dasar anak rumahan.

Mengunjungi Lawang Sewu, Semarang |dokumentasi pribadi
Mengunjungi Lawang Sewu, Semarang |dokumentasi pribadi

Siapa sangka, Tuhan mengizinkan kami mengunjungi gedung eks perusahaan kereta api pertama Hindia Belanda ini saat kami sudah pacaran. Sepele, namun kami tetap mensyukurinya. Biar pernah mengunjungi berdua.

Bagi kami yang berjiwa naturalis, wisata sejarah memang tidak begitu menarik. Namun kami ingin menjawab rasa penasaran, seperti apa isi Lawang Sewu? Arsitekturnya memang unik. Lawang: pintu, sewu: seribu. Lawang sewu artinya bangunan yang memiliki seribu pintu. Gedung ini memiliki sekitar 1.000 jendela yang tinggi dan besar-besar yang dikira pintu.

Pada 1992 bangunan ini ditetapkan sebagai cagar budaya. Warisan ini tentu patut dilestarikan dan dijaga. Salah satu usahanya yakni dengan mengunjungi dan mempelajari sejarahnya.

Destinasi berikutnya adalah wisata air terjun Curug Lawe dan Curug Benowo di Ungaran. Aku, lagi-lagi culun, air terjun kembar ini sudah terkenal se-Jawa. Tapi aku belum pernah ke sini. Berbeda dengan Yanti, ia sudah sering ke sini dengan teman-teman saat kuliah.

Meski begitu, kami percaya Tuhan mengizinkan kami mengunjungi air terjun ini berdua. Indahnya rencana Tuhan! Dalam kesempatan ini, kami berdoa di bawah air terjun. Demi apa?

Itulah salah satu cara kami bersyukur kepada Tuhan. Pertama, kami dipertemukan dengan pasangan hidup pada waktu yang tepat. Kedua, dari tanah kelahiran berbeda, kami boleh menikmati alam yang sama yang Tuhan jadikan dengan megahnya.

Seandainya membawa pakaian ganti (dan Kris bisa berenang), kami pasti langsung mencebur ke dalam air. Tidak banyak pengunjung saat itu, sehingga kawasan air terjun itu serasa milik berdua. Sayup terdengar kicau merdu burung-burung dan gemericik air terjun yang menentramkan hati.

Kami juga punya impian, kelak jika Tuhan izinkan ingin prewed di air terjun ini. Semoga bisa terwujud! --KRAISWAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun